Medan, (Analisa). Maraknya usaha kuliner menggunakan bahan pengawet tidak menyebabkan kuliner asli Kota Medan, Bika Ubi dan Bolu Kamboja, ikut-ikutan memakai zat adiktif. Kedua jenis makanan ini muncul sebagai pesaing dan menjadi ikon oleh-oleh khas Medan. Berbeda dengan Bika Ambon, produk yang satu ini asli dan memiliki sejarah unik yang diwariskan dari budaya Melayu.
Muhammad Barkah, pengusaha Bolu dan Bika Barkah, menceritakan, resep bika ubi ia peroleh dari nenek buyutnya yang secara turun-temurun diwariskan. Bahkan, menurutnya, loyang yang dipakai neneknya yang telah berusia beratus tahun hingga kini masih ada. Yang paling menarik dari bisnis ini, konsep usahanya mengoptimalkan sumber daya alam yang tidak banyak dilirik oleh pengusaha lainnya.
“Tidak banyak yang memanfaatkan ubi. Padahal harga ubi tidak lebih mahal dibandingkan beras. Sudah saatnya kita kembali ke alam dan memaksimalkan pemanfaatan alam,” katanya, Senin (16/6). Di samping menekankan pemberdayaan alam, ia pun menandaskan pentingnya kualitas makanan yang tidak hanya memiliki cita rasa, namun aman bagi kesehatan.
Tidak hanya populer, pengusaha oleh-oleh Medan ini juga telah berhasil menuai rasa kagum dari beragam pihak. Ia mengaku tidak sedikit pengusaha luar baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang menawarinya untuk bekerjasama. Beberapa ia terima, tapi sebagian besar ditolak karena ingin mempertahankan nama baik dan mutu dari produknya.
Setiap harinya, para karyawan Barkah menghasilkan sekitar 30-50 loyang bolu tradisional yang dipasarkan ke Ucok Durian, kawasan Mojopahit, dan Bandara Kualanamu. Ia menjelaskan, produk yang ia hasilkan telah menjadi ikon Kota Medan. Sebab, selama ini, telah banyak orang-orang tenar baik artis maupun pejabat teras yang menyempatkan diri untuk membeli atau mencicipi langsung oleh-oleh khas Medan tersebut.
Tanpa berbicara panjang, ayah dari dua anak ini menunjukkan berbagai fotonya bersama para pejabat ketika memenangkan acara ataupun mengikuti kegiatan resmi. Beberapa di antaranya Hatta Rajasa, Plt Walikota Dzulmi Eldin, Judika Sihotang, dan masih banyak lagi. Pihaknya juga berhasil meraih peringkat ketiga untuk kompetisi kuliner dalam acara Sumatera Travel Fair Juni 2011.
Selain memiliki usaha kue basah, ia pun memiliki warung makan Barkah di Jalan Ibrahim Umar/Gang Sado yang bersebelahan dengan usaha tersebut. Ia menuturkan, Barkah merupakan singkatan dari “Semoga Berkah”-usaha yang sudah lebih dari 10 tahun berdiri. Usaha itupun katanya usaha warisan dari orang tua yang sempat terhenti dan dibuka kembali olehnya.
Disinggung mengenai kunci kesuksesannya dalam berwirausaha, pria berpostur tubuh besar tinggi ini mengaku kunci utamanya adalah kejujuran dan kepuasan pelanggan. “Pernah suatu kali pelanggan dari Jakarta menelepon komplain produk saya. Saya berbesar hati untuk melayani dia, dan memenuhi permintaannya. Jika saya berpikir dia bukan pelanggan setia saya, saya mungkin tidak akan melayaninya. Bagi saya tidak demikian, kepuasan pelanggan dan kejujuran adalah hal utama,” tandasnya. (dyt)