Metafora Waktu adalah Uang

Oleh: Shafwan Hadi Umry. PENGARUH bahasa asing ba­nyak ditemukan dalam bahasa Indonesia. Hal ini lumrah terjadi karena sejarah membuktikan bahwa bahasa Indonesia menjadi tempat bertemu­nya sejumlah bahasa asing dan seka­ligus menyumbangkan sejumlah ko­sa kata ke dalam perbendaharaan baha­sa kita. Misalnya kata rebewes (kata Belanda) dan tiket (kata Ing­gris). Siapa yang bisa menduga kata bendera dan jendela berasal dari kata Portugis dan makalah serta tinja be­rasal dari kata Arab (makalatun dan istinja’). Bahkan kata-kata Inggris menjadi penyumbang yang paling banyak membanjiri kosa kata Indonesia.

Penjelasan di atas membuktikan keterbukaan bahasa Indonesia terha­dap kesejagatan (era global) sekaligus untuk menyalurkan gaya pikir dan situasi dunia yang berkembang pesat. Namun, yang tak dapat dinafikan adanya gejala lemahnya bangsa kita dalam teknologi dan filsafat sehingga istilah (teknis) tak bisa dialihba­hasa­kan ke dalam istilah asli Indonesia. Di samping itu juga sikap mental yang ‘lebih menghargai’ apa yang berasal dari luar daripada yang berasal dari dalam negeri.

Kolom ini membatasi pembica­raan pada ungkapan’ waktu adalah uang’(Time is Money). Kajian ilmu ba­hasa dalam dunia ungkapan per­ban­dingan ini dikenal sebagai meta­fora pinjaman yang berasal dari meta­fora berbasis Inggris. Metafora pinjaman ini dapat lebih berpengaruh terhadap perubahan persepsi bangsa Indonesia untuk menjadi lebih baik dibandingkan sekedar kata-kata pinjaman saja. Oleh karena metafora bukan saja bersifat kebahasaan tetapi juga pemetaan konseptual. (B. U. Siregar,2007)

Di bawah ini dijabarkan ‘waktu’ dalam aspek pemahaman lintas budaya ‘Barat’ dan ‘Timur’­(Indonesia).

1. Waktu adalah uang (Barat)

2. Waktu adalah harmoni (Indonesia).

3. Orang dibayar menurut: jam, hari, minggu, bulan dan tahun (Barat)

4. Waktu dibagi atas pagi, siang, dan malam dan tidak ada perjanjian tentang waktu (Indonesia).

5. Sistem kalimat dalam bahasa Indonesia mengikut sistem proba­bilitas (kemungkinan) yang di­tuang­kan dalam kata bantu ‘akan datang’, ‘kemungkinan datang’, ‘belum tentu datang’, ‘pasti da­tang’ dan ’insya Allah datang’. Ka­ta bantu ‘insya Allah’ selalu dipa­kai untuk makna ‘mungkin tidak datang’ dan bisa juga ‘pasti datang’. Namun, jangan-jangan kata ’insya Allah’ dipakai sebagai alasan untuk menjaga muka si pengundang agar tidak kecewa bila akhirnya yang diundang benar-benar tidak datang. Maklumlah, karena ada pepatah yang menga­takan langkah, rezeki, pertemuan, dan maut ada di tangan Allah YMK.

6. Sistem kalimat Indonesia tidak mengenal perubahan kata kerja untuk menyatakan waktu. Hal ini berbeda dalam bahasa Inggris yang mengenal perubahan kata kerja dalam contoh : go-going-went-gone. Sistem Indonesia ditandai pemakaian kata bantu’ pergi-sedang pergi-telah pergi-sudah lama pergi’.

Metafora Pinjaman

Sejumlah metafora pinjaman yang digunakan dalam bahasa Indonesia dapat dikenal yakni: Time is money (waktu adalah uang), Wasting time (buang waktu), Saving time (hemat waktu), Spend your time (gunakan waktu), I lost a lot of time (saya kehilangan waktu), Run out true (kehabisan waktu), dan Short of time (kekurangan waktu).

Pukul dan Jam

Pada situasi perkuliahan timbul se­buah pertanyaan maha­siswa. Apa­kah perbedaan ‘jam dan ‘pukul’ yang digunakan dalam surat undangan?

Penjelasannya begini. Ada yang beranggapan kata ‘pu­kul’ dan ‘jam’ tidak memiliki perbedaan makna dalam surat undangan. Baik kata ‘jam’ dan ‘pukul’ sama-sama me­nu­njukkan waktu yang me­ng­anjurkan kapan seseorang hadir dalam undangan itu. Namun, sebenarnya pemaka­ian kata ’pukul’ dan ‘jam’ dapat juga dibedakan. Kali­mat yang tertulis ’dengan ini kami mengundang Saudara agar hadir pada pukul : 09.00. Wib menyarankan agar si penerima surat datang tepat waktu. Oleh karena pemaka­ian pukul bermakna waktu rapat bisa cepat atau lambat se­lesainya. Artinya penggu­naan kata ’pukul’ waktu tidak ditentukan.

Berbeda halnya kata ’jam’. Kata ini dipakai untuk menyatakan waktu yang disediakan atau ditentukan. Misalnya, jam : 11.00-17.30 Wib. Itulah sebabnya unda­ngan pesta pernikahan selalu menggunakan kata ‘jam ‘ dibandingkan kata ’pukul’.

Berkaitan dengan sifat o­rang Indonesia tentang mem­perlaku­kan kata ’waktu’ di atas dalam sikap harmoni dan keseimbangan bahkan tidak ada perjanjian tentang waktu (jam karet), maka jalan keluar yang terbaik adalah memper­lakukan kata ’waktu’ dalam surat undangan dengan me­mi­lih kata ‘jam’ diban­ding­kan dengan kata ’pukul’. Pe­milihan alasan ini karena orang Indonesia dipersilakan untuk menentukan kapan ia harus datang menghadiri undangan resepsi pernikahan itu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. ***

Penulis adalah Ketua HPBI Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi