Makna di Balik Lukisan Potret

Oleh: Azmi TS

Pelukis Suhendra berpameran tunggal karya lukisan di Simpassri lancar. Kini kembali menggelar acara demo melukis model langsung. Kali ini pada lokasi yang sama, ada pelukis realis yaitu Soenoto HS, Alwan Sanrio, Wan Sa’ad dan Suhendra, sedang beraksi. Sebelum itu ada acara apresiasi lukisan kepada siswa, dilakukan oleh ketua Simpassri.

Aksi keempat pelukis ini secara langsung menggarap obyek (figur) wanita sebagai subjectmater lukisannya. Acara dikemas tanpa protokoler, tetap menghadirkan suasana studio, walaupun lokasinya dalam ruangan galeri Simpassri. Aktivitas seniman lukis yang sudah jarang terlihat di galeri atau sanggar dalam beberapa dekade belakangan ini.

Melukis dengan menghadirkan model wanita sebagai obyek memberikan tantangan spesifik buat pelukis. Sebab bagi pelukis penciptaan karya potret dari seorang model memberikan “keasyikan” tersendiri. Berbeda saat melukis alam benda, lanskap, arsitektur dan sebagainya rata-rata obyeknya statis diam alias tanpa “jiwa”.

Model bagi seorang pelukis, merupakan hubungan psikis antara pelukis dengan obyek sasaran yang akan dilukis. Hubungan psikis ini, menstimulasi pelukis mencari hakikat bentuk dan karakter seorang model.

“Hubungan antara pelukis dengan model tidak cukup hanya interaksi visual saja. Ada sisi psikis yang perlu dikenali oleh seorang pelukis”, kilah Soenoto HS.

Menurut Jacques Lipchitz dalam buku Contact Kunst Pockets: MODIGLIANI menjelaskan; ”Modigliani pelukis Italia, pernah melukis potret dengan meminta kekasihnya sendiri menjadi model lukisannya. Hubungan Modigliani dengan kekasihnya tentu jauh berbeda dibandingkan dengan pelukis yang hanya sebatas mengenal model melalui interaksi visual sesaat.”

Ada sisi lain yang merupakan spirit bagi seorang pelukis hingga menemukan aura yang terpancar dari seorang model. Meminjam bahasa Soenoto HS, menyebutkan: ”... ada komunikasi yang intens (tersambung) sebelum seorang model benar-benar ditetapkan sebagai model. Tujuannya agar karakter model dapat diekspresikan secara natural ke dalam kanvas,” ungkapnya ketika sedang melukis model.

Acara melukis model, digagas oleh Ketua Simpassri Fuad Erdansyah, bukan sesuatu yang baru dilakukan oleh Simpassri. Menurut Fuad Erdansyah, acara melukis model ini lazim dilakukan oleh pelukis, dimana saja, asalkan ada benang merahnya. Jadi acara melukis langsung dengan model dalam penilaian Fuad Erdansyah  ada benang merahnya.

Misalnya ada proses antara pelukis dengan model demikian pula penikmat lain, ikut mengamati sepanjang aksi  melukis berlangsung.

“Benang merah ini sebagai relasi jiwa,” komentar Fuad Erdansyah di sela-sela acara demo ini. Tidak penting sejauh mana kemiripan ideal antara model nyata dengan yang di kanvas.

Terpenting menurutnya, proses itu mampu menguak substansi dari setiap obyek. Model kemudian tidak sekedar obyek, tetapi telah menjadi subyek sekaligus bermakna bagi dirinya sendiri.

Mungkin bagi orang awam pemahaman makna ini membutuhkan contoh kongkrit. Bagi Fuad Erdansyah, justru makna itulah menjadi daya tarik terhadap karya seni. Dia mencontohkan seperti lukisan potret yang dikerjakan oleh keempat pelukis realis tersebut.

Alwan Sanrio pelukis realis, dengan usianya yang masih muda, seakan model yang dia representasikan lebih kepada intersubyektifnya sendiri. Dia tidak mutlak menampilkan kecantikan  seorang gadis manis berkulit putih. Kebanyakkan orang akan melihat ada perbedaan yang signifikan antara obyek dan lukisannya.

Alwan Sanrio yang terkesan pendiam tidak menjelaskan hal ini secara rinci, hanya penikmatlah yang mampu menilainya. Modigliani tidak melukiskan sepasang mata indah dari modelnya. Modigliani belum “melihat” jiwa kekasihnya secara utuh. sampai kemudian dia melukiskan kekasihnya secara utuh ketika dia telah menikahnya.

Mungkin saja Alwan Sanrio melihat sisi lain dari modelnya, sehingga potret tidak seratus persen mirip dengan aslinya. Inilah karakter yang disebutkan Fuad Erdansyah di atas tadi sebagai makna dari balik lukisan potret.

Beda pula Soenoto HS pelukis senior di Simpassri, melukis model tidak mem-finishing lukisannya dengan kesempurnaan bentuk. Dia melihat interaksi yang sesaat,  hanya sebagai stimulasi untuk menemukan karakter sejati di balik sosok model.

Dia butuh ruang (space) untuk kontemplasi maupun penghayatan, hingga sampai pada suasana keinginan (mood) untuk melanjutkannnya kembali. Dapat dipahami, mood bagi seorang pelukis ibarat masa inkubasi untuk mencapai kesempurnaan. Memulai torehan kuas pada kanvas bagi Soenoto HS merupakan strategi untuk memenangkan pertempuran di medan perang.

Jika di awal saja sudah salah, maka dapat menimbulkan berbagai masalah, demikian juga sebaliknya. Dari keempat pelukis, hanya Soenoto HS paling cepat merampungkan lukisan modelnya hingga 70 persen. Sisanya 30 persen lagi akan disempurnakannya melalui foto sang model pada sanggar pribadi.

Pelukis Wan Saad, telah banyak merasakan pahit getirnya sebagai pelukis. Da tak pernah merasa puas atas apa yang sudah dilukisnya. Dia akan berhenti ketika motoriknya lelah, sedangkan nalurinya tak pernah berhenti.

“Dia meyakini, setiap lukisan selalu berbeda dari waktu ke waktu sampai waktu itu sendiri menghentikannya”, ungkap Wan Saad.

Meski suasana  melukis model ini tidak seramai pada saat pembukaan pameran sebelumnya. Bagi Fuad Erdansyah, ini memberikan manfaat yang sama dengan melihat pameran. Setidaknya ada varian lain yang tidak statis seperti melihat lukisan di dinding. Suasana melukis model, lebih memberikan kehangatan suasana bagi siapa saja yang melihat.

Beberapa pengunjung tampak ada yang terus bertahan sampai pelukis menyelesaikan lukisan potretnya. Puluhan siswa di Medan juga hadir bersama guru pembimbingnya Ibu Rani Fitriana Jambak, tampak antusias melihat pameran lukisan dan melukis model.  Tentu saja momen ini bermanfaat sebagai media edukasi kepada generasi kita.

Pada saat dinamika dan kepenatan hidup manusia, lukisan potret dapat menjadi pilihan untuk menyegarkan jiwa. Sebenarnya di balik lukisan potret terpapar suasana jiwa yang damai dari para pelukisnya, dan kebanggaan tersendiri bagi modelnya.

Lukisan potret tersebut mampu menghadirkan suasana lebih dari seratus kata-kata. Selamat berkarya pelukis potret Sumatera Utara! Semoga keempat pelukis potret dapat memunculkan kreasi baru lagi. Sekurang-kurangnya lukisan potret bisa memaknai hidup di zaman moderen ini.

()

Baca Juga

Rekomendasi