Dr Sofyanto SpBS dari Surabaya

Kemajuan Bedah Saraf Kita Cukup Maju

Medan, (Analisa). Kemajuan medis di bidang bedah saraf di Indonesia sudah cukup maju. Baik sumber daya maupun peralatan medis yang terbaru sudah dimiliki. Namun, informasi yang diterima masyarakat masih belum sebanding dengan kemajuan medis di tanah air.

Demikian dikatakan dr M Sofyanto SpBS dari RS Bedah Surabaya saat jumpa ratusan mantan pasien di RS Murni Teguh Medan, Sabtu (1/8). Kegiatan ini diselenggarakan RS Murni Teguh bekerjasama dengan Com­munity Brain and Spine Indonesia.

“Teknologi yang maju sudah kami bawa semua dari Prancis, Jerman dan Jepang,” sebutnya.

Dia menjelaskan, selama 10 tahun perja­lanan bedah saraf dan tulang belakang yang digelutinya bersama tim medis di RS Bedah Surabaya, banyak ditemukan pasien yang sudah menderita saraf kejepit, wajah merot selama puluhan tahun. Setelah dioperasi dengan waktu satu jam dan dirawat satu dua hari, pasien sudah bisa pulang dengan hasil memuaskan.

“Tidak sedikit pasien  yang kita tangani menderita masalah saraf 10 tahun, 15 tahun bahkan 40 tahun. Mereka banyak dari Me­dan. Mereka berobat hingga ke berbagai be­lahan dunia seperti Kanada, Amerika, dan Jepang tidak menemukan kesembuhan. Padahal penanganan penyakitnya tidak sulit dan bisa diatasi di Indonesia khususnya di Surabaya,” sebutnya.

Dijelaskannya, penanganan pasien terse­but cukup memakan waktu satu jam operasi dan dirawat satu hingga dua hari. Setelah itu pulang dengan hasil memuaskan. “Karena ketidak­tahuan mereka, akibatnya menderita hingga puluhan tahun. Padahal penyakitnya bisa di­tangani dalam sekejap,” sebut dr Sof­yanto.

Dia mengaku, sampai saat ini tim mereka sudah menangani 24 ribuan kasus. Dari jumlah itu, 700 an lebih pasien asal Kota Me­­dan, Parapat, Rantau Prapat, Berastagi hingga Pekanbaru. “Hari ini kami diundang para mantan pasien dari Medan dan seki­tarnya. Mereka ingin bertemu. Mereka ber­harap bisa menyebarkan informasi tentang masalah ini ke masyarakat,” sebutnya.

Tidak Berani

Selama ini, lanjutnya, di masyarakat awam, jika menderita saraf terjepit, saraf leher kejepit, dan saraf pinggang kejepit tidak berani melakukan operasi. Mereka khawatir akan berakibat fatal.

“Apalagi operasi di leher yang dipahami itu bisa berbahaya dan menyebabkan ke­lum­puhan dan kematian. Padahal dengan teknologi yang baru, operais cukup setengah jam dan dirawat sehari, selesai,” jelasnya lagi.

Di lain pihak, lanjutnya, penanganan yang sama di luar negeri, biayanya sangat jauh lebih murah. “Pasien kita tidak saja dari da­lam negeri, tapi juga ada dari Australia, New Zealand,  Singapura, China, dan Malay­sia. Mereka datang ke Surabaya untuk men­dapatkan pelayanan kesehatan di negeri ki­ta,” ungkapnya.

Ketua Community Brain and Spine Indo­nesia, Dr Lilih Dwi Priyanto MMTech me­nambahkan,  temu pasien yang digelar di Me­dan ini sebagai bagian dari edukasi masya­­­rakat tentang masalah saraf dan pe­nanganan bedah saraf.

Menurutnya, melalui komunitas ini di­harapkan masyarakat bisa lebih memaha­mi tentang bedah saraf. Mereka bersedia mem­bantu agar pasien bisa mendapatkan akses pelayanan kesehatan tersebut. “Saya mantan pasien. Ketika saya sakit, keluarga juga ikut sakit. Saya ingin orang lain segera menda­patkan kesembuhan,” sebutnya.

Seorang mantan pasien asal Sumut, Mirza (40) warga Tanjung Balai. “Setengah kepala terasa kebas. Aku berobat dengan dokter Sofyanto. Alhamdulilah sembuh. Di Pulau Pinang Malaysia info biaya sampai Rp150 jutaan, di Surabaya tidak sampai setengah­nya,” jelas Mirza.

Direktur RS Murni Teguh, dr Mutiara me­ngapresiasi kerjasama acara tersebut. Dia me­ngaku, baik dokter maupun peralatan se­jenis ada mereka miliki. “Hanya saja, mereka sudah membentuk komunitas man­tan pasien. Ke­mudian, tim medis mereka sudah sangat baik. Kita akan buat seperti itu. Sebenarnya dokter dan peralatan seperti mereka kita juga ada. Kita bisa menangani kasus-kasus masalah bedah saraf. Kita sering melakukannya,” sebutnya.

Hal serupa ditambahkan dr  Dony dari RS Murni Teguh. Menurutnya, bedah saraf tidak seseram yang dibayangkan. Banyak kasus yang ditangani tanpa komplikasi yang berarti seperti perubahan kepribadian atau kecacatan. “Risiko itu relatif kecil. Bisa di­­tangani. Kita sendiri tiap bulan menangani rata-rata 20 kasus,” sebutnya.

Akok, tim penyelenggara, menambah­kan, usai seminar awam, para peserta juga mendapat kesempatan untuk konsultasi dengan tim medis dari Surabaya di bawah koordinator dr Sofyanto. (nai)

()

Baca Juga

Rekomendasi