Menjelajah Hutan Bakau di Mageloo

Back to Nature alias kembali ke alam kini sudah jadi gaya hidup. Wisata alam bagi sebagian masyarakat di negeri ini maupun mancanegara kini sedang digandrungi atau jadi trend. Tempat wisata alam yang unik dan menyajikan sesuatu yang berbeda selalu diburu.

Oleh: Christian Heru Cahyo Saputro. Salah satu destinasi wisata  alam yang jadi perlu direkomendasikan di Sikka berada di Dusun Mageloo, Ndete, Desa Reroroja, Kecamatan Mage­panda, Kabupaten Sikka.

Meski kerap dilupakan pemerintah daerah Sikka, berwisata dengan ber­jalan melintasi jembatan bambu dise­limuti hutan bakau merupakan sebuah sensasi yang tentunya tidak bisa dida­patkan di tempat lain di negeri ini, bah­kan di belahan dunia mana pun. Se­lain berjalan di titian bambu, pe­ng­un­jung bisa merasakan kenik­matan memungut kerang di hutan ba­kau, mencari kepiting dan ikan, surfing di lautnya hingga melepas penat di pantai berpasir putih.

Hal ini yang menjadikan areal hutan ba­kau seluas 50 hektar dengan kete­balan bakau mencapai 300 meter lebih di Mageloo kerap disambangi wisata­wan saban minggu. Banyak juga yang me­manfaatkan tempat ini untuk mem­buat film dan foto pre wed­ding. Berja­rak 30 kilometer arah barat kota Mau­mere, lokasi ini bisa dicapai dengan menumpang angkutan dengan biaya 15 ribu rupiah maupun sepeda motor.

Jembatan bambu

Membangun jembatan bakau di tengah rimbunnya pohon bakau,kisah Viktor Emanuel Raiyon dilakukan saat proses pembuatan film dokumenter oleh sebuah stasiun televisi swasta di Indonesia 2008 silam.

“Waktu kami mau shooting film doku­menter kameramen kesulitan mela­kukan pengambilan gambar akibat lumpur di hutan bakau bisa capai kedalaman 30 senti­meter. Petugasnya hampir jatuh dan kami takut kalau peralatannya nanti rusak. Akhirnya saya minta donatur Westland untuk beli bambu dan mereka akhirnya beli bambu Petung di Boru.Kami kerja kelompok buat bangun ini jembatan “ jelas pria yang akrab disapa Baba Akong ini.

Jembatan bambu ini sepanjang 300 meter dan direncanakan akan ditam­bah lagi hingga 350 meter. Penam­bahan ini sebut Raiyon dilakukan agar pengunjung tidak bersusah payah ber­jalan selepas lokasi pembibitan bakau miliknya.

Saat melintasi jembatan ini penulis merasa was – was dan berhati – hati karena tidak terbiasa.Sepanjang rute yang dilewati, pengunjung tidak bisa melihat pemandangan sekelilingnya karena tertutup rimbunnya bakau se­ting­gi 5 hingga 6 meter di kedua sisi­nya.Pegangan kayu hanya ada di bagian pangkal jembatan agar memu­dahkan pengunjung menanjak menaiki jembatan. 

Tiang jembatan menggunakan ba­tang bambu sementara kayu pe­nyang­ga dipaku di  kedua sisinya sebagai pe­nahan. Di atasnya dipaku bilah – bilah bambu belah selebar 3 sampai 5 sentimeter.Jembatan seting­gi 1,5 meter dan lebar 1 meter ini beberapa bambu­nya sudah mulai keropos. Baba Akong yang menemani penulis harus mempe­ringatkan penulis agar berhati – hati.

“Kalau bisa pemerintah Sikka bantu ganti bambunya dan tiang bawahnya dicor sedikit biar tidak cepat rusak. Se­karang banyak tiang dan bambu yang sudah lapuk. Kalau orang kurus seperti kami yang beratnya sama seperti ka­rung beras 50 kilo masih aman, kalau berat 70 kilogram lebih takut bam­bunya patah dan bisa ambruk “ ungkap Anselina Nona isteri Raiyon.

Setelah berjalan sejauh 200 meter terdapat sebuah pondok di sebelah selatan jembatan berjarak 4 meter. Pon­dok seluas 6 meter persegi ini bisa dijadikan tempat beristirahat semen­tara untuk kembali malanjutkan perjalanan. Pada pohon – pohon bakau yang berjejer di kiri kanan jembatan bambu tertempel tulisan nama dalam bahasa Latin dan Indonesia.

Ujung jembatan bambu berada ha­nya beberapa meter saja dari pasir pantai. Di sampingnya terdapat sebuah menara bambu setinggi 10 meter.Dari atas ketinggian menara,pengunjung bisa melihat pemandangan laut maupun hutan bakau.

“Pemerintah bisa bantu pasang len­tera atau lampu di ujung menara biar kalau ada masyarakat yang mencari ikan di hutan bakau saat malam hari tidak tersesat saat mau pulang “ tambah Mama Nona sapaan akrab Anselina Nona.

Hutan bakau

Saat hari libur banyak pengunjung yang datang berekreasi ke tempat ini. Kepada para pengunjung asal Sikka, Raiyon bersama isterinya tidak memungut biaya sedangkan dari luar daerah dan luar negeri dirinya me­ngutip sejumlah. Uang – uang itu sebut Raiyon dipakai untuk membeli polybag untuk pembibitan bakau lagi.

“Kalau anak sekolah dan orang Sik­ka, saya tidak minta bayar.Anak seko­lah saya bilang kamu harus sering datang, kalau mau belajar silakan datang kesini.Kalau orang asing saya minta bayar, untuk biaya tanam bakau lagi dan perbaikan jembatan.Kalau hari minggu banyak yang datang “ tuturnya.

Pengunjung juga diperbolehkan berjalan di jalan setapak masuk keluar hutan bakau, mencari ikan dan kerang. Saat musim angin kencang bulan Mei hingga Agustus, harga ikan mahal sehing­ga banyak penduduk dari pegu­nungan yang datang ke hutan bakau ini memilih kerang dan mencari ikan.

Selama 21 tahun menanam bakau dan menghutankan beberapa wilayah di Indonesia membuat Raiyon mena­mai sendiri 15 jenis bakau dalam baha­sa Indonesia.Bahkan Raiyon paham benar manfaat dari setiap jenisnya.

Disebutkan Raiyon, bakau akar tongkat ada 4 jenis yakni 25 senti­meter, 40 dan 70 sentimeter serta bunga merah muda. Sementara bakau akar papan ada dua jenis yakni kulit­nya hitam dan coklat. Selain itu ada bakau akar nafas, akar lutut,  kacang hijau, santigi,gaharu, buah jeruk,biji lam­toro,pandan laut dan bakau waru laut.

Bakau akar nafas, dipakai untuk bahan tepung terigu, bakau akar tong­kat untuk makanan kepiting,bakau akar Lutut bunganya untuk lebah buat madu dan buahnya jadi makanan mo­nyet dan burung Peregam.Selain itu, bakau Kacang Hijau bijinya makanan burung Perkutut dan Terku­kur,bakau Gaharu biasa dijual ke India untuk kemenyam dan bakau Buah Jeruk untuk makanan monyet. Bakau Akar Lutut batangnya juga sering dicari karena dijadikan bahan baku untuk membuat uang kertas Dolar dan Rupiah pecahan100 ribu, sementara bakau Santigi oleh orang China dipercaya untuk penarik rezeki.

Dalam hutan bakau juga ada empat kolam ikan masing – masing seluas seperempat hektar berada  terpisah. Kolam ikan ini dulunya dipenuhi ikan Bandeng.Setiap tamu dari luar daerah yang berkunjung ke tempat ini sebut Baba Akong, dirinya bersama isteri biasa menyuguhkan ikan Bandeng untuk disantap.

Tapi saat ini kolam tersebut sudah tidak dipenuhi Bandeng lagi.Selepas dirinya terkena serangan jantung tahun 2005, Baba Akong tidak memper­hati­kan kolam tersebut sehingga kolamnya jebol.Jika ada bantuan dana, dirinya akan meme­lihara ikan lagi agar bisa disuguhkan bagi para wisatawan sebab menurut­nya ikan di kolam tersebut lebih enak dan gurih dan bisa dipanen setelah Bandeng berumur 6 bulan.

Destinasi wisata alam

Mimpi Raiyon dan isterinya, bukan saja menghutankan pesisir Mageloo dan Ndete dengan bakau saja, tapi men­jadikan daerah ini sebagai tempat wisata alam.Saat ada relawan dari Inggris dan berkunjung ke tempat ini,urai Raiyon mereka sudah survey semua, mereka bilang di Ndete ini akan dijadikan pusat wisata alam,dan mereka akan datang kesini semua kare­na mereka ingin ke alam yg sebenranya yang ada oksigennya.

Waktu pelatihan juga papar Raiyon, TNI bilang kalau kita tidak tanam bakau yang banyak, suatu saaat kita akan beli oksigen.Anak yang baru lahir pun sudah harus beli oksigen.

“Mereka juga cek ke laut,ternyata terumbu karangnya masih bagus dan airnya jernih. Mereka bilang bagus buat snorkeling dan diving dan kalau dijadikan wisata alam sangat bagus karena tempatnya juga sehat “ katanya.

Kesan senada juga disampaikan maria.W.Parera, seorang pekerja swas­ta saat menyambangi tempat ini. Me­nurut Merry, yang dilakukan Baba Akong perlu ditiru karena bisa meng­hijaukan lingkungan. Selain itu sebut­nya, wisata ke tempat ini memberikan suatu pengalaman tersendiri. Kita bisa berjalan dijem­batan bambu dikelilingi pohon bakau dan berenang di pantai. Pantainya juga tidak ada sampah plastik.

“Tempatnya juga bersih dan sejuk. Jika diabadikan sangat menarik dan unik. Pantainya juga pasir putihnya tidak kotor dan teduh karena banyak pohon bakau. Kenapa kita tidak mem­buat wilayah Sikka ini hijau oleh ba­kau,apalagi kita sudah punya ahli­nya.Sayang kalau tidak diman­faatkan ilmunya.Pemerintah berhenti bangun tanggul di pantai dan mulai tanam bakau saja “ pesannya.

Daerah Mageloo sudah lama dija­di­kan pusat pembelajaran bakau. Ba­nyak orang yang heran karena tanpa bantuan uang dari siapapun, keluarga ini bisa menanam bakau puluhan hek­tar.Waktu itu ceritera Raiyon, ada se­orang camat datang sudah Magrib dan melihat dirinya bersama isteri dan anak lelaki masih tanam bakau. Camat itu me­ngatakan sedih dan mau menagis karena melihat mereka berdua dan anak meski sudah hampir gelap masih tanam bakau. “Bukan gampang ini, betul betul kerja,” kata sang camat seperti dituturkan Raiyon. ***

()

Baca Juga

Rekomendasi