3 Cara Mencintai Nabi Akhir Zaman

Oleh: Sofyan

TANGGAL 12 Rabiul Awal menjadi hari bersejarah bagi umat Islam, karena Nabi akhir zaman telah lahir untuk me­nyelamatkan kehidupan dan peradaban manusia dari kebodohan, kekufuran dan kezaliman.

Ajaran Islam yang dibawa Rasulullah saw, mengandung mak­na keselamatan, berserah diri ke­pada-Nya, patuh, tunduk dan taat. Secara zahir umat Islam adalah orang-orang yang mematuhi perin­tah dan menjauhi larangan Tuhan dan Rasul-Nya sehingga hidupnya selamat tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat. Secara luas makna Islam mampu menyelamatkan dirinya dan orang lain.

Begitu mulia misi Nabi akhir zaman, yang diutus Tuhan menjadi rahmat bagi sekalian alam. Betapa sayang beliau kepada umatnya, maka sejatinya kita harus lebih me­nyayangi dan mencintai orang yang telah menyelamatkan hamba­nya. Dalam Islam banyak cara untuk mengim­plementasikan cinta se­orang hamba kepada Nabi Muhammad saw., tiga di antaranya:

Menerima Ajaran yang Dibawa Nabi saw.

Imam Syafi’I pernah berkata bahwa Allah swt. memerintahkan kepada kita untuk mengambil apa yang disampaikan Rasul dan menjau­hi larangannya,”Apa yang diberikan Rasul kepadamu terima­lah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah “(QS. Al-Hasyr:7).

Statemen Imam Syafi’i sebagai­mana tertera dalam ayat di atas patut untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sami’na wa ata’na (kami dengar dan kami patuhi).

Ketika datang larangan agar menjauhi tujuh macam dosa besar yaitu syirik (menyekutukan Tu­han), melakukan sihir, membunuh, memakan harta anak yatim, mema­kan riba, lari dari medan jihad dan melarang menuduh wanita baik-baik telah melakukan perbuatan zina tanpa saksi, maka jauhilah ja­­ngan dikerjakan. Pada saat Rasul mela­rang umatnya untuk korupsi, berdusta, menggibah, berzina, me­rampok, menipu, jauhi jangan di­lak­sanakan, karena pelaku maksiat dibenci Tuhan, jauh dari rahmat-Nya dan ditempatkan pada posisi yang hina.

Ketika datang perintah untuk berjihad membela agama dan ke­mu­liaan Islam maka segeralah mempersiapkan diri dan perpe­rang­lah dengan gagah berani meng­hancurkan musuh-musuh Islam. Saat tiba panggilan Tuhan untuk menu­naikan shalat maka beru­payalah untuk menggerakkan kaki menuju rumah Allah dengan berharap rahmat dan ampunan-Nya.

Fakta di lapangan banyak dijum­pai umat Islam yang dengan jelas dan terang-terangan mening­galkan larangan Tuhan, sami’na wa ‘asaina (kami dengar dan kami ingkari). Masih banyak umat Islam yang hi­dup­nya berkubang dalam kemusy­rikan, melakukan perbua­tan sihir, menyantet orang lain yang dianggap musuh melalui dukun, menum­pah­kan darah tanpa sebab yang dibe­narkan syariat. Mereka tega mem­bunuh orang lain hanya karena perkara sepele. Banyak umat Nabi Muhammad yang me­makan harta riba, memakan harta anak yatim, berzina, enggan mem­bantu din Allah dan berjihad untuk agama yang hanif ini. Sebagian umat Islam terjebak melakukan korupsi, pada hal koruptor-korup­tor tersebut muncul dari individu yang sudah mengenal agama, salat bahkan sudah haji, nauzubillah.

Mengucapkan Salam

dan Selawat kepadanya

Di dalam Alquran Surat al-Ahzab 56 Allah menyeru orang-orang beriman agar mengucapkan selawat kepada Nabi akhir za­man,”Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya berselawat kepada Nabi,” Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu bersela­wat kepadanya dan ucap­kanlah salam kepadanya dengan sepenuh-penuhnya”.

Rasulullah saw. menjelaskan tentang keutamaan orang yang berselawat,”Barangsiapa yang berselawat kepada satu kali maka Allah akan berselawat kepadanya sepuluh kali”. Allah berselawat kepada hamba diartikan dengan memberikan rahmat, ampunan, pujian dan keberkahan kepada orang yang berselawat kepada Nabi saw. Sabdanya yang lain,” Barang­siapa yang berselawat kepadaku sepuluh kali maka akan dihapuskan sepuluh kesalahannya dan diangkat kedudu­kannya sepu­luh derajat.”

Sebagai seorang Muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah sejatinya meluangkan waktu untuk senantiasa membaca selawat kepada Nabi saw. Setidaknya sela­wat Nabi senantiasa diucapkan ketika hari Jumat, saat khatib ber­diri di atas mimbar ketika khutbah Jumat, dimana membaca selawat menjadi rukun khutbah yang tidak boleh ditinggalkan.

Waktu lain dimana selawat di­ucapkan yakni ketika shalat, tepat­nya ketika duduk tasyahud akhir, kemudian sebelum berdoa, dimana seseorang yang akan berdoa bia­sanya mengawali doa­nya de­ngan mengucapkan selawat dan selawat diucapkan pada saat melaksanakan shalat jenazah pada takbir yang kedua. Dianjurkan dan diwajibkan bagi seorang Muslim ketika mengu­capkan selawat diiringi dengan mengucapkan salam.

Adapun kalimat selawat yang paling mudah diucapkan ada­lah,”Allahumma salli wa sallim ‘ala nabiyyina Muhammad”(Ya Allah sampaikanlah selawat dan salam kami kepada Nabi Muhammad. saw). Selawat dan salam agar disam­paikan kepada Nabi mengan­dung arti meminta kepada Allah agar Dia memuji dan meng­agungkan beliau dunia akhi­rat. Me­ngangung­kan di dunia arti­nya meme­nangkan agama Allah, me­nguatkan syariat yang be­liau bawa dan di akhirat dili­pat­ganda­kan pahala serta mem­peroleh syafaatnya.

Bagi seseorang yang mendengar bahwa orang lain mengucapkan selawat dan salam maka dijawab dengan ucapkan,”Sallallahu ‘alaihi wa sallam.” Kalimat selawat dalam beberapa hadis tidak menyebutkan kata-kata sayyidina, karena Rasullah saw. menegaskan bahwa kata sayyid hanya pantas diucap­kan untuk yang Maha Kuasa.

Mengikuti Sunnah Nabi saw

Orang yang mengikuti dan menghidupkan sunnah Nabi Muhammad saw. adalah orang yang paling mencintai Nabinya, hal ini dite­gaskan oleh Rasulullah saw,­”Barangsiapa yang meng­hidup­kan sunnahku, maka ia sesungguhnya mencintaiku dan barangsiapa men­cintaiku maka ia akan masuk surga bersama-sama denganku”­(HR. Tirmizi).

Dalam hadis lain keutamaan orang yang menegakkan sunnah seperti mendapatkan pahala seratus kali orang yang mati syahid, sab­danya,” Dari Abu Hurairah bahwa Rasul bersabda,”Orang yang mene­gakkan sunnahku pada masa kerusakan umatku maka ia akan mendapatkan pahala seratus kali orang yang mati syahid” (HR. Tabrani).

Defenisi sunnah menurut ulama hadis adalah setiap apa yang ditinggalkan (diterima) dari Rasulullah saw. berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat fisik atau akhlak atau perikehidupan baik sebelum beliau diangkat menjadi Rasul seperti tahannus yang beliau lakukan di Gua Hira’atau sesudah kerasulan beliau.

Sunnah menurut pengertian ulama Hadis sama dengan makna Hadis, tetapi para ulama Hadis memberikan defenisi yang begitu luas terhadap sunnah, karena mereka memandang bahwa Rasulullah saw, adalah panutan dan teladan bagi manusia dalam kehidupan ini.

Mengikuti sunnah Nabi dalam hal ibadah, aqidah, akhlak menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk mengikutinya, karena menurut Imam al-Baghawi Islam identik dengan sunnah dan sunnah itu adalah Islam. Orang-orang yang menghidupkan sunnah berarti telah melaksanakan dan menghidupkan ajaran Islam.

Adapun orang-orang yang mem­benci sunnah Rasulullah saw. bukan termasuk kelompoknya Nabi Muhammad,”Barangsiapa mem­ben­ci Sunnahku, maka ia bukan dari golonganku” (HR. Bukhari dan Muslim).

Akhirnya, Rasulullah saw. memberikan jaminan dan garansi dengan surga bagi mereka yang menjauhi bid’ah dan menghidupkan sunnah, hal ini ditegaskan oleh Abu Naim dalam kitabnya al-Hilyah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Rasulullah saw. bersab­da,”Barang­siapa menyampaikan sebuah Hadis kepada umatku untuk menegakkan sunnah atau menghancurkan bid’ah maka surga adalah haknya.”

Semoga momentum kelahiran Nabi Muhammad saw. pada tahun ini memberikan hidayah kepada kita untuk menghidupkan sunnahnya, menerima ajaran yang dibawa Nabi serta senantiasa mengucapkan sela­wat dan salam kepadanya, seba­gaimana bukti cinta kita kepada Nabi akhir zaman. Wallahu a’lam.

*Penulis dosen di STAI Darularafah Deli Serdang

()

Baca Juga

Rekomendasi