Kualasimpang, (Analisa). Masyarakat di dua kecamatan, yakni Seruway dan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang berharap proyek pembangunan jembatan yang menghubungkan dua wilayah tersebut dapat dirampungkan tahun ini.
Sebab, isu beredar pembangunan akan dihentikan sesuai limit waktu mati kontrak, yakni 23 Desember 2018. Warga khawatir proyek jembatan senilai Rp 21 miliar ini tidak dilanjutkan.
“Kami sudah mendambakan jembatan ini selama puluhan tahun. Masyarakat berharap pembangunannya selesai pada tahun 2018 ini. Kalau mati kontrak harus ditambah waktunya, karena sudah hampir siap,” harap Zulkifli TD, selaku Datok Penghulu (Kades) Tanjung Mulia, Kecamatan Bendahara kepada Analisa di lokasi proyek itu, Kamis (13/12).
Jembatan sepanjang 170 meter itu dibangun di atas Sungai Aceh Tamiang antara Desa Tanjung Mulia, Bendahara (sisi kiri) dan Desa Tangsi Lama, Seruway (sisi kanan) ini telah memasuki tahap pemasangan rangka baja. Pemenang tender proyek ini PT Lingkar Persada yang beralamat di Kemayoran, Jakarta Pusat.
Dikatakan Zulkifli, jika proyek jembatan distop, warga akan sangat kecewa dan akan kembali menggunakan sarana getek (rakit) sebagai alat transportasi penyeberangan. Selama ini, ungkap dia, warga dan ratusan anak sekolah naik getek setiap hari saat pergi dan pulang sekolah. Aktivitas ini cukup membahayakan keselamatan, apalagi sungai sedang banjir. “Sudah 24 tahun kami naik getek sejak 1993. Masyarakat pasti kecewa kalau proyek jembatan ini tidak selesai,” sebut datok penghulu.
Hal senada ditegaskan Datok Penghulu Tangsi Lama, Seruway, Darmawan. Pihaknya minta proyek jembatan harus jalan terus dan selesai tahun ini. Dia juga siap ambil dukungan masyarakat jika proyek tidak selesai tepat waktu ditambah waktunya.
“Alasannya, sayang anak sekolah dari tahun ketahun naik getek seperti hidup di daerah tertinggal. Permintaan kita jembatan harus tuntas tahun 2018,” harapnya.
Dengan mengatasnamakan masyarakat, para datok penghulu akan minta langsung kepada Gubernur Aceh untuk menambah waktu pelaksanaannya hingga 2019. “Kita mau jembatan ini segera bisa difungsikan dan dinikmati masyarakat. Sudah lama kami mendambakan jembatan ini untuk menggerakkan perekonomian warga pesisir,” imbuhnya.
Dari keterangan masyarakat setempat, proses pekerjaan jembatan Seruway-Bendahara berjalan cukup maksimal. Setiap hari pekerja konstruksi tersebut bekerja siang hingga malam (lembur) mengejar target selesai.
“Tidak ada liburnya, hari minggu pun tetap ada orang kerja. Ada kabar proyek macet, pekerja hanya tiga orang, itu tidak benar. Kami yang menyaksikan sendiri di sini pekerjaan proyek tetap lancar dikerjakan oleh puluhan pekerja,” tutur warga setempat, Sijul.
Nora tinjau lokasi
Dukungan kepada warga agar proyek jembatan tidak diputus kontrak juga datang dari Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Nora Idah Nita, SE yang langsung turun meninjau ke lokasi, Kamis (13/12) sore.
Meski batas waktu kontrak proyek jembatan sudah mepet, namun Nora menekankan kepada perwakilan Dinas PUPR Aceh yang ada di lokasi itu, agar dapat mencari solusi dengan memberi adendum/tambahan waktu kerja sampai jembatan rampung.
“Kami atas nama rakyat Aceh Tamiang berharap dilakukannya upaya tambahan waktu. Karena jika proyek ini putus lagi di 2018, belum tentu ada proyek pembangunan seperti ini lagi tahun selanjutnya. Nasib jembatan ini akan menggantung terus tidak selesai-selesai dan tentunya masyarakat yang dirugikan,” kata Nora.
Politikus Partai Demokrat ini juga meminta kepada rekanan pelaksana dan konsultan pengawas mampu bekerja dengan cepat hingga target realisasi pekerjaan 100 persen.
“Proyek sebesar ini pastinya memakan waktu lama, tapi jika dilihat dari fisiknya, sebentar lagi jembatan akan selesai. Semoga tidak ada kendala di lapangan dan semua pihak harus mendukung agar jembatan ini bisa cepat difungsikan,” ujarnya.
Pengawas proyek, Zulfikar kepada Analisa mengatakan, kendala yang dihadapi adalah faktor banjir, membuat mereka terpaksa jeda beraktivitas. “Kalau sudah banjir bisa libur 1-4 hari. Karena air naik hingga ke tanggul,” ucapnya.
Menurutnya, saat ini realisasi pekerjaan sudah mencapai 75 persen. Setelah menyelesaikan pengecoran pilar, jalan dan talud oprit, saat ini pihaknya tengah memburu pemasangan kerangka baja atas. Bagian lantai jembatan juga siap untuk dicor. Tiga unit alat berat beko dan kren terus dikerahkan di lokasi pekerjaan. “Besok sudah tahap cor lantai. Jika tidak ada halangan satu bulan lagi rampung,” ujarnya.
Sering terjadi banjir
Diakuinya, limit waktu sudah mepet. Namun keterlambatan ini bukan disengaja. Pihaknya hanya diberi waktu lima bulan untuk melanjutkan pembangunan jembatan Seruway-Bendahara tersebut.
Dia mengungkapkan, untuk mendatangkan rangka baja membutuhkan waktu tiga bulan sejak pesan hingga pengiriman dari Bekasi. Tragisnya lagi, pada saat proses pengecoran pilar sekaligus fender di tengah sungai itu, sering terjadi banjir. “Dua kendala itu yang membuat kita jadi lama bekerja,” kata dia.
Staf PPTK Dinas PUPR Aceh, Yusri membenarkan, pada tahap pengecoran pilar jembatan pada bulan November 2018 sering terjadi banjir di sungai, sehingga mengakibatkan terhentinya kegiatan proyek. Bencana banjir tidak bisa ditebak, karena kiriman air dari hulu sungai.
“Sejak tiga bulan terakhir sudah sering banjir, yang terparah dibulan November, jadi kegiatan proyek agak tersendat akibat faktor alam itu,” akunya.
Konsultan pengawas proyek dari PT Arcende, Ir Tambok Siahaan menyatakan hal serupa. Menurutnya, proyek jembatan sebesar ini tidak ideal hanya diberi waktu lima bulan apalagi kerja di pengujung tahun. Pasalnya, proyek yang dibangun berada di atas air, bisa saja kendala datang dari air pasang ataupun banjir yang dapat mengancam rancangan proyek.
“Saat ini kita berhadapan dengan bulan penghujan. Seharusnya mulai kerja itu pada bulan Mei atau Juni, sehingga tidak terburu mati anggaran di akhir tahun,” katanya. (dhs)