Hajar Aswad Batu dari Surga

Saat ini jemaah calon haji sudah berangsur-angsur menuju Mekkah Al-Mukarramah. Selama di Mekkah sebagian jemaah ada yang melaksanakan umrah, menunggu jadwal ibadah haji. Dan bagi mereka yang baru sampai ke Mekkah maka mereka harus melaksanakan thawaf ifadhah.

Pada saat kita thawaf di Ka’bah tidak lengkap rasanya jika tidak mencium Hajar Aswad, namun bukan berarti ini sebuah kewajiban. Artinya mencium hajar aswad bukan merupakan sebuah kemestian, jika tidak memungkinkan jangan dipaksakan.

Melihat fisik tubuh jamaah calon haji asal Indonesia yang terbilang kecil, maka diperlukan kesabaran dan jangan memaksakan diri. Jika memaksakan diri terkadang kita melakukan penzhaliman kepada jemaah lain. Karena banyak sekali kita lihat para jemaah yang ingin mencium Hajar Aswad ini, tidak mempedulikan orang lain akibatnya terjadi desak-desakan yang sangat mengkhawatirkan.

Ada beberapa tips yang bisa saya bagi di sini, jika ingin mencium Hajar Aswad.Pertama yang harus kita lakukan adalah pasang niat, kemudian bergeraklah searah dengan gerakan thawaf, jangan berusaha untuk memotong, bergerak dan terus bergerak dari lingkaran yang besar menuju ke lingkaran yang kecil (mendekati Kakbah) , dan insya Allah, awalnya kita jauh dari Hajar Aswad karena kita mencoba mengikuti arus, akhirnya kita akan mendekat dan bersabarlah, karena itu penting. Jangan memaksakan diri jika tidak memungkinkan untuk menciumnya, tetapi jika Allah memberi ‘jalan’ pasti kita bisa mencium batu ini. Ini artinya, walaupun banyak kesulitan dengan jumlah manusia yang banyak tetapi jika diawali dengan niat yang bersih dan selalu menye­rahkan diri kepada Allah, maka segalanya bisa mungkin. Silakan coba!

Hajar 'Aswad merupakan batu yang berasal dari surga. Yang pertama kali meletakkan Hajar Aswad adalah Nabi Ibrahim. Dahulu kala batu ini memiliki sinar yang terang dan dapat menerangi seluruh jazirah Arab. Namun sema­kin lama sinarnya semakin meredup dan hingga akhirnya sekarang berwarna hitam. Batu ini me­miliki aroma yang unik dan ini merupakan aroma wangi alami yang dimilikinya semenjak awal keberadaannya. Dan pada saat ini batu Hajar Aswad tersebut ditaruh di sisi luar Kabah sehingga mudah bagi seseorang untuk men­ciumnya. Adapun mencium Hajar Aswad meru­pakan sunah Nabi Muhammad SAW. Karena beliau selalu menciumnya setiap saat tawaf.

Hajar Aswad turun dari surga, dalam kondisi berwarna lebih putih dari air susu. Kemudian, dosa-dosa anak Adam-lah yang membuatnya sampai berwarna hitam.” (Hadits shahih riwayat at Tirmidzi. Dishahihkan oleh al Albani. Lihat Shahih Sunan at Tirmidzi, no. 877).

Tentang keutamaannya yang lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Sesungguhnya batu ini akan punya lisan dan dua bibir akan bersaksi bagi orang yang menyentuhnya di hari Kiamat dengan cara yang benar.” (HR al Hakim dan Ibnu Hibban, dan dishahihkan al Albani. Lihat Shahihul-Jami', no. 2184). Di hadis yang lain, Dari Ibnu ‘Umar, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya mengusap keduanya (Hajar Aswad dan Rukun Yamani) akan menghapus dosa.”( Hadits shahih riwayat an Nasaa-i. Dishahihkan oleh al Albani. Lihat Shahih Sunan an Nasaa-i, no. 2919).

Pada saat Muhammad berusia 30 tahun, saat belum diangkat menjadi rasul, Ka’bah sempat direnovasi direnovasi akibat banjir yang melanda Kota Mekkah pada saat itu, dan Hajar Aswad sudah berpindah dari tempat asalnya. Ketika sampai pada peletakan Hajar Aswad, masyarakat Arab berselisih, siapa yang akan menaruhnya. Perselisihan ini nyaris menim­bulkan pertumpahan darah, akan tetapi dapat diselesaikan dengan kesepakatan menunjuk seorang pengadil hakim yang memutuskan. Pilihan tersebut, ternyata jatuh pada Muhammad seorang pemuda yang dikenal sangat jujur dan bijaksana.

Muhammad muda dengan bijak berkata pada mereka, “Berikan padaku sebuah kain”. Lalu didatangkanlah kain kepada beliau, kemudian beliau mengambil hajar Aswad dan menaruhnya dalam kain itu dengan tangannya. Lalu beliau berkata, ” Hendaklah setiap qabilah memegang sisi-sisi kain ini, kemudian angkatlah bersama-sama!”. Mereka lalu melakukannya dan ketika telah sampai di tempatnya, Rasulullah meletakkan sendiri dengan tangannya di tempat semula.

Sejarah juga mencatat bahwa Hajar Aswad, dahulu berbentuk satu bongkahan. Namun setelah terjadinya penjarahan yang terjadi pada tahun 317H, pada masa pemerintahan al Qahir Billah Muhammad bin al Mu’tadhid dengan cara mencongkel dari tempatnya dan dijarah, Hajar Aswad kini menjadi delapan bongkahan kecil. Batu yang berwarna hitam ini berada di sisi selatan Ka’bah.

Umar bin Khattab pernah berujar kepada Hajar Aswad, “Jika Rasulullah tidak mencium­mu, maka aku juga tidak akan menciummu, karena engkau hanyalah sebuah batu.”

Karena itulah mungkin para jemaah haji berusaha untuk mencium Hajar Aswad ini, bahkan tidak jarang di antara mereka ‘menyewa’ orang agar ia bisa mencium Hajar Aswad dengan cara mengawalnya sehingga sampai ke tempat batu itu dengan aman.

Terlepas dari keinginan mencium batu ini, yang terpenting bagi para jemaah haji, bila tidak sampai mencium batu ini bukan berarti ada nilai kekurangan dalam melaksanakan ibadah haji. Tidak! Haji bukan diukur dari bisa atau tidak bisanya Anda mencium Hajar Aswad, karena bila ada yang bertanya, “Apakah Anda pada saat thawaf bisa mencium Hajar Aswad?” Jika Anda mampu mencium katakan, “Alhamdulillah, Allah memberi ‘jalan’ kepadaku untuk bisa mencium batu tersebut,” Tetapi jika Anda tidak bisa menciumnya katakan, “Alhamdulillah, Allah hanya bisa mengantarkan aku untuk melihat dan melambaikan tanganku kepadanya.”

Anda tidak perlu merasa kurang sempurna jika tidak bisa mencium Hajar Aswad, karena mencium batu ini hukumnya sunat.

()

Baca Juga

Rekomendasi