Pilihan Rasional Jokowi

Oleh: David F Butar Butar

Menjelang tahun politik di Indo­nesia tahun 2019 yakni pelaksanaan pemi­lihan umum dan pemilihan presi­den, dina­mika politik nasional semakin bergairah. Peta dan arah koalisi semakin jelas terlihat dan hingga pada akhir bulan Juli 2018, ter­dapat 2 nama yang mencuat sebagai calon presiden yang akan bertarung pada perhelatan pilpres 2019, lagi-lagi hanya Jokowi dan Prabowo. Salah satu hal yang menjadi pembicaraan penting di kalangan elit politik nasional adalah para pendam­ping dua petarung politik ini.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa posisi sebagai wakil presiden menjadi sorotan utama bagi partai-partai koalisi dari kedua belah pihak. Posisi itu seakan menjadi rebutan, lobi-lobi politik gencar dilaksanakan, tawaran-tawaran sumber daya dipresentasikan. Nama-nama yang sempat muncul ke permu­kaan seperti Muhaimin Iskandar, Moeldoko, Mahfud MD, hingga nama Jusuf Kalla yang sempat menuai polemik di tengah masya­rakat karena JK telah menjabat sebagai wakil presiden dalam 2 periode walau tidak dalam kurun periode yang beruntun.

Politik Indonesia yang sempat dilanda tentang isu-isu SARA oleh kepentingan pihak-pihak yang tidak bertanggung­jawab ini meletakkan Jokowi pada sebuah arah politik baru dengan berupa­ya menggandeng sejumlah ulama terke­mu­ka di Indo­nesia. Seperti beberapa ula­ma dari Nahdlatul Ulama yang memiliki kedekatan dengan Jokowi. Saran kepada Jokowi untuk menggan­deng ulama telah lama muncul ke permukaan yang hingga kepada pendeklarasian calon Wakil Presiden Jokowi pada tanggal 9 Agustus 2018 yang menetapkan Prof. Dr. K. H. Ma'ruf Amin sebagai pendamping Joko­wi pada Pilpres 2019 mendatang.

Pilihan Rasional

Rasionalitas menjadi salah satu aspek yang menentukan suatu keberhasilan. Tidak terlepas dari seorang Jokowi seba­gai petahana yang telah berhasil menda­patkan mandat dari masyarakat sebagai pemimpin Indonesia pada pelaksanaan pilpres 2014 lalu. Pun yang menjadi perhatian adalah memilih seorang wakil presiden yang memiliki kans yang tinggi dalam upaya mendu­lang dukungan dari masyarakat luas.

Ma'aruf Amin, seorang praktisi keaga­maan, Ulama terke­mu­ka di Indone­sia, praktisi organisasi, dan telah menjadi se­orang sosok yang mapan dalam hal pe­ngetahuan tentang politik menjadi pilihan paling rasional bagi Jokowi. Beliau telah melanglang buana dalam lingkaran poli­tik lokal maupun nasional, seperti pada tahun 1999 beliau menjabat sebagai ang­gota komisi II DPR RI dari Fraksi PKB.

Di tengah kondisi carut marut praktik politik di Indonesia yang diwarnai de­ngan isu SARA yang kerap merugikan pihak Jokowi, tokoh ulama seperti Ma'ruf Amin dapat menjadi sosok pene­tralisir dan akan sangat mengun­tungkan pihak Jokowi dalam kontestasi akbar politik Indonesia ini. Pasangan na­sionalis-religius memiliki keistimewaan tersendiri apalagi halnya dalam kontes­tasi politik dalam suatu negara yang mayoritas agama Islam.

Umara dan Ulama

Indentitas sebagai pemimpin atau pe­nguasa yang masih melekat pada Joko­wi sebagai mandat dari masyarakat yang telah diterimanya sampai 2019 men­datang pantas disebut sebagai "Umara" bentuk jamak dari kata "Amir" yang berati pe­mim­pin atau penguasa. Gaya politik Jokowi yang selalu terkesan dekat dengan masya­rakat dan segala bentuk kese­derhanaannya ternyata mampu merebut hati berbagai kalangan di tengah masyara­kat. Program pemba­ngu­nan yang terus berjalan hingga kini dan terea­lisasi menjadi catatan penting sebagai pertim­bangan atas kredibilitas Jokowi sebagai seorang pemimpin.

Seiring dinamika politik yang terjadi, sosok ahli agama Islam menjadi atau secara umum disebut sebagai "Ulama" menjadi sosok yang dipertimbangkan sebagai salah satu pemimpin nasional ditengah krisis atas isu-isu sara yang berkembang ditengah masyarakat. Hadir­nya Ma'ruf Amin dalam kontestasi politik nasional ini menjadikan pilihan atas calon pemimpin di Indonesia semakin kaya dan berwarna. Pun perjala­nan politik indo­nesia setelah lepas dari kungkungan praktik kolonialisme tidak terlepas dari peran besar kelompok-kelompok mau­pun partai keagamaan seperti partai-partai Islam.

Pasangan nasionalis-religius yang tersemat pada pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin menjadi pasangan komplit untuk men­jawab tantangan atas permasalahan kini yang didera dalam kondisi sosial-politik di Indonesia. Dalam kondisi per­masalah­an demikian sungguh banyak kerugian ditengah masyarakat, krisis ke­percayaan antar umat beragama hingga sentimen-sentimen yang muncul. Pasa­ngan "Umara-Ulama" ini diha­rapkan mam­pu sebagai pasangan yang mene­tralisir permasa­lahan demikian agar pola pembangunan nasional dapat terlak­sana dengan lancar sesuai dengan amanat Undang-Undang.***

* Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

()

Baca Juga

Rekomendasi