Fosil Kumbang Berusia 99 Juta Tahun

fosil-kumbang-berusia-99-juta-tahun
ORANG hingga saat ini, hanya mengetahui kalau lebah dan kupu-kupu adalah dua serangga penyerbuk tanaman. Namun, jutaan tahun lalu ternyata kumbang telah melakukannya terlebih dahulu.

Seperti dilansir Foxnews, Jumat (17/8/2018), fosil kumbang berusia 99 juta tahun telah ditemukan di kota Tanai, Myanmar utara dan terawetkan sempurna dalam damar, resin fosil yang berasal dari kulit pohon.

Penemuan itu membuka tabir bahwa kumbang adalah serangga tertua di dunia dan ambar tersebut memberikan informasi yang menarik tentang bagaimana kehidupan kumbang pada zaman dinosaurus.

Selain tubuh yang masih lengkap, di dalamnya juga masih ada serbuk sari yang ikut terawetkan di sepanjang sisi kiri fosil kumbang dan dua butir serbuk sari di dekat kepala.

Diberi nama Cretoparacucujus cyca­dopholis, kumbang ini berbeda bentuknya jika diban­dingkan dengan kumbang mo­dern. Kumbang tersebut memiliki kepala yang luar biasa besar, mata besar, cakar tajam, dan antena besar. Semuanya itu milik keluarga kumbang yang dikenal dengan keluar­ga boganiids.

"Saat kami menemukan bukti nyata antara hubungan keduanya di masa lalu, ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan," ujar Chenyang Cai rekan peneliti dari Universitas Bristol, Inggris dikutip New York Times (16/8).

Dari sekian banyak tanaman prase­jarah, sikas adalah tanaman yang di­bantu penyerbukannya oleh kum­bang. Sikas adalah campuran palem dan pakis yang sudah tumbuh sejak 300 juta tahun yang lalu dan saat ini termasuk dalam tanaman paling terancam di Bumi.

Sikas sebenarnya lebih erat hubu­ngan­nya dengan pinus. Tumbuhan yang dipercaya sudah tumbuh sebelum kehadiran bu­nga itu memiliki batang tebal, berbentuk kerucut seperti nanas, dan dimahkotai dengan daun berbulu.

Saat mempelajari sikas mo­dern di laboratorium, para ahli sebenarnya sudah tahu bahwa pada masa lalu tumbuhan ini dibantu penyerbukannya oleh kumbang. Kini, ahli paleontologi benar-benar mem­buktikannya dengan temuan kumbang yang terjebak dalam batu ambar.

"Penemuan kami menunjukkan ke­mungkinan asal-usul penyer­bukan kum­bang pada sikas setidaknya di Jurassic Awal, jauh sebelum dominasi angiosperma dan penyerbuk tanaman berbu­nga, seperti lebah,"ujar Cai dinukil Daily Mail (16/8).

Spesimen

Cai kemudian memotong dan me­moles spesimen untuk melihat lebih dekat dan menyadari bahwa kumbang sepanjang 2 milimeter tersebut me­miliki rahang besar dan mulut yang sa­ngat panjang.

Selain itu, kumbang itu mempunyai rongga kecil penuh de­ngan rambut di bawah tulang mandibula atau rahang bawah, yang berfungsi seperti kantong untuk mengumpulkan serbuk sari.

Kantong rahang itu diketahui setelah Cai berhasil mengeluarkan fosil dari batu ambar dan menempatkannya di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali. Cai menyebutkan bahwa penemuan ini luar biasa meng­ingat tingkat kerinciannya, sampai ke rongga yang disesuaikan di rahangnya.

Hal yang paling mengejutkan ada­lah, ia melihat lusinan serbuk sari di sam­ping kumbang. "Saya sangat gem­bi­ra saat melihatnya dan langsung pe­nasaran serbuk sari dari tanaman apa ini," ujar Cai yang makalahnya telah dipublikasikan dalam jurnal Current Biology.

Menurutnya, serbuk sari itu bukan di tubuh kumbang, tetapi sangat dekat dengan mulut kumbang dan di sam­pingnya. Cai menduga, serbuk sari itu mungkin awalnya ditelan kumbang, tapi dimuntahkan kembali setelah ia terjebak resin pohon.

Untuk mengungkap asal usul serbuk sari itu, Cai meminta bantuan Liqin Li, ahli yang fokus mempelajari serbuk sari purba di Chinese Academy of Sciences.

Dengan mengamati alur panjang pada butir berbentuk oval, Li mengi­dentifikasi serbuk sari itu adalah ke­pu­nyaan sikas kuno. Para ahli juga me­nemukan, kerabat terdekat kumbang ini yang ditemukan di Australia juga menyerbuki sikas.

"Ini adalah makalah yang sangat menarik,"kata Conrad Labandeira, seorang paleobiolog di Smithsonian Institution, Wa­shington, DC, Amerika Serikat dikutip The Scientist (16/8).

“Para penulis melakukan pekerjaan yang cukup baik dalam melihat spe­simen ini dan menempatkannya dalam konteks filogenetik yang sesuai dan me­lihat serbuk sari dan memasuk­kan­nya ke dalam konteks filogenetik dan kemudian menggabungkan kedua­nya menjadi hubungan ekologis yang ber­jalan kembali ke bagian awal dari Mesozoic."

Myanmar sendiri merupakan tempat yang bagus untuk menemukan makh­luk purba yang terjebak dalam amber. Bulan lalu juga ditemukan fosil ular yang ditemukan terawetkan dalam amber.

Sementara pada Juni lalu, peneliti lain juga menemukan katak kecil yang merupakan fosil katak tertua di hutan hujan tropis. Belum lagi penemuan bu­rung, kutu pengisap darah kuno, dan bah­kan ekor dinosaurus berbulu yang juga ditemukan di Myanmar. (brtr/dm/ar)

()

Baca Juga

Rekomendasi