
Lhokseumawe, (Analisa). Sebanyak 6.000 metrik ton komoditas minyak sawit mentah (CPO) dari berbagai daerah di Provinsi Aceh mulai diekspor ke Deendayal, India. Ekspor dilakukan melalui Pelabuhan Umum Krueng Geukueh, Aceh Utara, yang merupakan zona logistik Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)Arun Lhokseumawe.
Ekspor perdana tersebut bertepatan dengan peresmian Pusat Logistik Berikat (PLB) Bulking Terminal Facility, PT Aceh Makmur Bersama di Pelabuhan Umum Krueng Geukueh oleh Gubernur Aceh diwakili Staf Ahli Gubernur Bidang Perekonomian Keuangan dan Pembangunan, DR Mahyuzar M.Si, Senin (11/11).
“Ekspor CPO kami jadwalkan tepat pada peresmian ini, tetapi karena kedatangan kapal mengangkut CPO sedikit mengalami keterlambatan, maka besok pagi, Selasa (12/11) sebanyak 6.000 metrik ton CPO baru dimuat untuk diekspor,” ujar Dirut PT Aceh Makmur Bersama, Petrus Budianto di sela peresmian itu.
Jika CPO saat ini seharga Rp8.000/kg diperkirakan CPO yang di ekspor tersebut hampir Rp50 miliar.“Prospek CPO di Aceh cukup besar, tetapi selama ini dibawa ke Belawan, kali ini untuk memajukan Aceh,” sebutnya.
Staf Ahli Gubernur Bidang Perekonomian Keuangan dan Pembangunan, DR Mahyuzar M.Si yang menyampaikan pidato gubernur mengungkapkan, ekspor perdana ini menjadi sebuah kabar gembira, apalagi belakangan ini harga CPO sangat menjanjikan. “Mudah-mudahan ekspor ini berjalan lancar dan terus berkesinambungan,” ujarnya.
Pemerintah Aceh menyambut gembira kehadiran PLB, yang dikelola PT Aceh Makmur Bersama. Pemerintah Aceh bersama dunia usaha dan Kabit Aceh akan terus berupaya memastikan percepatan kegiatan ekspor. “Ini menjadi prioritas, Pemerintah Aceh juga mendukung kerja sama yang telah disepakati antara PT Pelindo I dan PT Aceh Makmur Bersama, pusat pengelolaan turunan CPO di kawasan pelabuhan ini,” ujarnya.
Dikatakan salah satu program prioritas Pemerintah Aceh, seperti tercantum dalam RPJM 2017-2022 adalah membangun berbagai infrastruktur untuk mendukung percepatan pembangunan daerah.
“Infrastruktur ini tidak hanya di bidang transportasi darat, tapi juga transportasi laut, malah transportasi laut menjadi perhatian utama karena sebagian besar wilayah Aceh dikelilingi laut, sehingga Aceh layak menjadi perhatian untuk pembangunan sektor maritime dan program tol laut,” ujarnya.
Butuh Dukungan
Dalam menjalankan program tersebut, lanjutnya Pemerintah Aceh menyatakan tidak bisa bekerja sendiri.”Kita butuh dukungan dari para pihak khususnya dunia usaha sebagai pemain ekonomi di salah satu pintu tol laut yang potensial,” katanya.
Pelabuhan ini cukup istimewa, selain berada di bibir selat Malaka, salah satu jalur laut paling sibuk di dunia juga sangat dekat dengan dunia internasional. “Tidak salah jika pelabuhan ini dijadikan sebagai pintu ekspor dan jalur bagi konektivitas bagi Aceh, Karena itu, berbagai fasilitas di pelabuhan ini perlu kita kembangkan,” jelasnya.
Salah satunya dengan membangun Pusat Logistik Berikat (PLB) untuk menyimpan barang atau komoditas tertentu yang didatangkan atau yang akan dikirim keluar Aceh. Menurutnya keberadaan PLB ini sangat krusial, sebab dengan fasilitas itu perusahaan lebih mudah dan aman menyimpan barang.
Selain itu, proses bongkar muat juga lebih cepat dengan pengawasan yang terpusat. Dengan semua sarana tersebut dapat dipastikan, kehadiran PLB sangat penting dalam mendukung kegiatan ekspor dan impor.
Oleh sebab itu, Pemerintah Aceh sangat mendukung dunia usaha menggagas pembangunan PLB di pelabuhan-pelabuhan tertentu khususnya pelabuhan ekspor-impor. “Langkah ini dilakukan PT Aceh Makmur Bersama, yang sejak beberapa bulan yang lalu telah membangun PLB bulking facility, berupa tangki timbun untuk penyimpanan CPO di kawasan Pelabuhan Krueng Geukueh ini.
Peresmian PLB untuk menyimpan CPO sebelum diekspor ke luar negeri juga dihadiri Direktur PT Aceh Makmur Bersama Petrus Budianto, Mantan Wakil Gubernur Aceh Muzakkir Manaf, Kanwil Bea Cukai Aceh Safuadi, Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib, Wakikota Lhokseumawe, Suaidi Yahya dan Forkopimda Aceh Utara. (kdn)