Berstatus Negara Terkecil di Afrika

Kerajaan Eswatini Catat Rekor HIV/AIDS

kerajaan-eswatini-catat-rekor-hiv-aids
KERAJAAN Eswatini atau Kerajaan Swaziland adalah sebuah negara kecil di selatan Afrika yang tidak memiliki pantai dan terletak di antara Afrika Selatan di sebelah barat dan Mozambik di timur.

Swaziland adalah satu-satunya kerajaan mutlak atau monarki absolut yang masih berdiri di Afrika. Dengan status tersebut, raja Swaziland dipandang sebagai pemegang otoritas tertinggi serta kuasa penuh dalam pemerintahan. 

Tidak seperti Kerajaan Inggris atau monarki konstitusional lainnya, Raja Swaziland tidak membutuhkan perdana menteri hingga hukum tertulis atau legislatif untuk mengatur negaranya.

Pada perayaan hari kemerdekaan Swaziland yang ke-50 pada 2018 silam, Mswati mengumumkan kepada dunia bahwa negaranya berganti nama dari Swaziland menjadi eSwatini (jika diterjemahkan berarti 'tanah (orang) Swazi'). 

Meskipun keputusan tersebut dinilai mendadak, tetapi Mswati mengaku bahwa dia sebelumnya telah menyebut pengubahan ini selama bertahun-tahun. Alasan lain pengubahan nama karena setiap kali dia pergi ke luar negeri, orang kerap mengira bahwa kerajaannya adalah 'Switzerland' (Swiss).

eSwatini adalah negara yang terkungkung daratan sehingga tidak mempunyai wilayah laut atau perairan. Tidak hanya itu, negara yang berada di daratan sisi timur Afrika Selatan serta berbatasan dengan Mozambik ini juga terbilang super kecil.

Ukuran wilayah eSwatini hanya berkisar sekitar 175 km dari bagian utara ke selatan dan sekitar 130 km dari barat ke timur. Dengan ukuran luas hanya mencapai sekitar 17.364 km persegi, luas kerajaan Mswati ini hanya mencapai sekitar seperseratus luas wilayah Indonesia (1,905 juta km persegi). 

Sementara, pada 2015 lalu, tingkat populasi eSwatini diperkirakan mencapai 1,4 juta jiwa (sekitar 1/200 jumlah penduduk Indonesia)

Selain penyakit TBC atau tuberkolosis, masalah kesehatan utama paling buruk yang melanda eSwatini adalah tingginya kasus HIV/AIDS. Hingga 2017, kerajaan Mswati selalu memegang peringkat pertama dengan prevalensi HIV mencapai sekitar 27,20 persen dengan jumlah penderita (usia 15-49 tahun) mencapai hingga 220 ribu jiwa.

Dengan tingginya penyebaran HIV/AIDS, UNICEF bahkan sempat melaporkan estimasi jumlah anak yang tertular infeksi HIV sebesar 17 ribu jiwa per tahunnya. Terkait tingginya kasus penyebaran HIV/AIDS, para kritikus lantas menyalahkan sistem patriarki yang mengakar di eSwatini lantaran para wanita di sana tidak mempunyai kemampuan untuk menolak hubungan seksual dengan pasangannya. Tingkat kemiskinan yang mencapai lebih 60 persen juga membuat krisis epidemik HIV/AIDS di eSwatini makin parah.

Tradisi kebudayaan eSwatini yang paling menyita perhatian dunia internasional adalah festival tahunan umhlanga atau Reed Dance (Tarian Alang-alang/Buluh). Dalam festival tarian terbesar di Afrika ini, puluhan ribu gadis muda dari seluruh penjuru negeri akan memotong buluh dan mempersembahkannya kepada ibu dari raja seolah-olah untuk memperbaiki penahan angin di sekitar istana Kerajaan Ludzidzini.

Dalam festival yang diselenggarakan selama sekitar 8 hari ini, para wanita akan menari dan memakai pakaian berwarna cerah dan bertelanjang dada. Dalam festival ini, raja eSwatini akan hadir pada hari ke tujuh dan memilih seorang wanita yang paling menarik untuk dijadikan istri baru.

Namun, raja hanya bisa menikahi mempelai wanita setelah mereka membuktikan kesuburan mereka kepadanya. Itu berarti dia harus menghamili mereka sebelum pernikahan dianggap sah. Inilah mengapa festival ini juga kerap disebut media sebagai 'festival kesuburan'.

Tradisi poligami yang dijalankan raja eSwatini lantas membuat jumlah anggota keluarga kerajaan menjadi sangat besar. Alhasil, agar dikenali, maka para putri atau pangeran eSwatini biasanya akan mengenakan semacam mahkota terbuat dari bulu merah jika mereka tengah berada di keramaian atau festival budaya. (bms/tst/es)

()

Baca Juga

Rekomendasi