Tantangan Presiden, Visi Mitigasi Energi

tantangan-presiden-visi-mitigasi-energi

Oleh: M. Anwar Siregar.

Melihat hasil debat pilpres 2019, tentang pemba­hasan visi dan misi para kandidat presiden, yang tidak secara men­dalam membahas permasalahan mitigasi dan merupakan salah satu duri dalam pemba­ngunan, untuk mengamankan aset-aset pen­ting nasional dan dapat menjadi kendala me­menuhi “Janji Kampanye:. Para kandidat lebih fokus dalam pencapaian kemajuan pembangunan ekonomi, itu berarti mengeksploitasi sumber-sumber daya pemba­ngunan. Na­mun dalam soal kemampuan pengamanan aset nasional visi presiden tidak satu pun memasukan unsur pembangunan mitigasi komprehensif, yang seharusnya melihat gambaran tantangan Indonesia ke depan dengan memperhitungkan faktor yang dapat “mengeliminasi” kondisi target eko­nomi pembangunan.

Karena itu Indonesia sangat membutuhkan dua jenis mi­tigasi, agar tidak menimbulkan ironi yang baru karena sebelumnya Indonesia telah “membuat” sebuah ironi, Indo­nesia sebelumnya adalah negara anggota OPEC dan peng­hasil migas di Asia Tenggara, dan kini menjadi negara pengimpor minyak terbesar di Asia dan lebih miris lagi, Indonesia sudah dilewati beberapa negara tetangganya dalam penguasaan eksplorasi migas. Selain itu, Indonesia adalah negara selalu lambat dalam mengamankan diri dalam meng­hadapi tantangan bencana alam di daerah rawan bencana.

Tantangan Visi Mitigasi

Percuma kita memiliki perkembangan ekonomi yang pesat jika mengabaikan dua faktor yang sangat penting da­lam mening­katkan kesejahteraan dan pembangunan, jika para calon Presiden mengabaikan akan membuat negara rentan “tumbang” menuju krisis yang lebih parah diban­dingkan krisis ekonomi pada era 1998 lalu.

Dua faktor itu adalah visi mitigasi energi dan mitigasi bencana. Kita tahu Indonesia kaya sumber-sumber energi, namun dalam pencapaian umum dibidang ekonomi bagi rakyat belum memberikan kesejahteraan optimal, utang-utang luar negeri terus me­ningkat karena terabainya dua faktor dan sangat signifikan dalam pembangunan saat ini, dan pelajaran krisis ekonomi dan bencana tsunami harus dijadikan renungan agar ancaman bahaya bencana alam terhadap pembangunan fisik itu akan memberikan dorongan stimulus bukan untuk peningkat­an kesejahteraan tetapi sebaliknya membuat negara bisa diambang krisis lebih parah.

Salah satu tantangan bagi Presiden untuk mempersiapkan visi bagi keberlanjutan pembangunan fisik dan energi berani me­ngeluarkan visi ide untuk menjadikan tahun 2019 sebagai pembangunan energi terbarukan dan paradigma pemba­ngun­an tata ruang berbasis mitigasi lingkungan.

Sebab, kondisi lahan dan iklim yang sa­ngat mendukung faktor keberhasilan pemba­ngunan EBT karena Indonesia ada­lah negara agraris dan kehutanan maka diversifikasi dan dikonservasi EBT sebagai energi unggulan kedepan dan bukan lagi ener­gi terpinggirkan ataupun dialternatifkan.

Mitigasi Bencana

Diketahui, Indonesia dilintasi sumber-sumber ancaman bahaya maut dan bisa menghasilkan mega kolosal bencana, banyak­nya jumlah korban yang terjadi pada era tsunami Aceh, membuktikan bahwa bencana dapat menghancurkan segalanya yang telah terba­ngun dengan susah payah, sebuah kota yang hancur membutuhkan dana pembangunan yang lebih besar untuk membangun kembali, tidak sebanding dengan keuntungan yang di dapat, hampir habis dan terbuang percuma gagasan yang sudah tersusun hanya sebuah bencana datang secara tiba-tiba.

Tantangan Presiden Indonesia, adalah pe­ningkatan pem­bangunan mitigasi komprehensif untuk mengamankan pem­ba­ngunan fisik dari kehancuran dan juga dapat mencegah kehancuran pembangunan in­frastruktur energi. Jika meng­abaikan pembangunan tata ruang mitigasi dipastikan Indo­nesia dalam ancaman bahaya, kehila­ngan berbagai aset berharga, kehila­ngan sumber-sumber pendapatan pemba­ngunan, kehilangan keunggulan sumber-sumber daya manusia, sumber daya ruang dan sumber daya alam darat dan kelautan.

Mitigasi Energi

Migas memainkan peranan penting dalam menjaga ke­seimbangan ekonomi Indonesia ketika menghadapi krisis ekonomi sebagai pilar utama penyumbang terbesar devisa yang mendorong juga pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum mengalami krisis ekonomi pada tahun 1970an hingga ke deka­de tahun 1990-an, sebuah tantangan bagi Pre­siden (terpilih) untuk mempersiapkan mi­tigasi energi agar tidak terulang kembali me­ngingat kondisi global saat ini tidak dalam kondisi menguntungkan.

Dengan visi mitigasi energi, Presiden (terpilih) perlu me­ngeluarkan kebijakan keras untuk meningkatkan tingkat­an bauran EBT mencapai 80 persen sebagai mitigasi energi guna menekan berkurangnya energi BBM konvensional, karena pemba­ngunan energi non fosil akan menjadi pilar utama kekuatan dan ketahanan bangsa da­lam menghadapi berbagai gejolak ekonomi energi global dan pembentuk karakter bangsa yang selalu memanfaatkan keunggulan sum­ber daya alamnya.

Presiden (terpilih), jangan mengabaikan keunggulan potensi sumber daya energi alternatif non fosil untuk men­jadikan sebuah mi­tigasi energi agar Indonesia tidak semakin iro­nis, sebab Indonesia memiliki tiga jenis EBT antara lain, energi alam terbarukan misal­nya panas bumi 27.000 MG, energi surya, energi air, energi gelombang. Energi nabati/biofuel antara lain biodiesel, bioetanol yang setiap tahun menghasil 415 ribu ton/tahun dari pabrik gula, jagung diatas 1 juta ton /tahun dan belum lagi hasil perkebunan lain­nya, dan biomassa yang dapat dihasilkan setiap tahun160 miliar ton/tahun dari areal pertani­an dan 80 miliar ton /tahun dari areal per­hutanan. Energi non nabati atau energi cair se­perti energi sampah, energi katalis lempung.

Semua energi tersebut adalah energi hijau yang tidak akan pernah habis dan termasuk energi yang dapat dibu­didayakan (energi nabati), dan merupakan pilihan yang tepat bagi mitigasi lingkungan Indonesia sebagai negara penghasil CO2 terbesar di dunia dan berusaha menjaga ancaman eko­logi global oleh efek CO2 yang dikenal sebagai pemicu polusi udara ke geosfer.

2019 Mitigasi Ruang Energi

Tulisan ini tidak ada hubungannya de­ngan situasi seka­rang dengan perang tagar, ganti presiden atau tetap presiden 2019, tu­lisan ini hanya untuk mengingatkan kondisi energi dan ketenagalistrikan di Indonesia, dan kemampuan energi Indonesia yang semakin terbatas dan mendorong upaya agar melakukan divertifikasi dan konservasi energi yang lebih keras lagi serta terukur agar tingkat kemajuan SDM dan ekonomi Indonesia bisa melesat jauh ke depan de­ngan segala potensi yang dimilikinya sebagai bangsa yang besar.

Sebagai bangsa yang ingin berdaulat di bidang energi, kita tidak bisa hanya tergantung pada energi fosil semata. Kenyataannya saat ini Indonesia telah menjadi negara peng­impor sumber energi minyak bumi padahal pada suatu saat energi fosil itu akan habis. Para capres, jadikan isu tahun 2019 tahun mitigasi ruang bencana dan mitigasi energi terbarukan antara lain biofuel, bio­massa, panas bumi, air, angin, matahari, ge­lom­bang laut sampai dengan energi pa­sang surut air laut, energi katalisator kimia, serta energi panas bumi dan panas matahari. Sumber energi ini berlimpah, bersih dan ramah lingkungan.

Untuk itu langkah diversifikasi sumber energi perlu segera dilakukan melalui fasi­litasi dan pengembangan sumberdaya ener­gi baru terbarukan yang berlimpah secara berkelanjutan, mengingat target pemanfaatan energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 saat lambat karena cadangan energi fosil sudah habis sebelum tahun 2025. Biar rakyat sejahtera dan tidak menikmati byar pet.***

Penulis adalah Pemerhati Tata Ruang Lingkungan dan Energi Gosfer.

()

Baca Juga

Rekomendasi