Menguatkan Literasi Bersama Harian Analisa

menguatkan-literasi-bersama-harian-analisa

Oleh: Deddy Kristian Aritonang. Peran penting media terhadap pemenuhan kebutuhan publik akan berita yang akurat-media cetak, online, atau elek­tronik-sudah tak terbantahkan lagi. Media hadir sebagai jendela informasi yang bisa membawa kita menembus ruang dan wak­tu. Media jugalah yang memungkinkan kita melek terhadap perkembangan global. Tanpa media, boleh jadi peradaban kita tidak akan semaju sekarang.

Di usia yang ke-47-umur paruh baya untuk merujuk pada se­orang manusia-Harian Analisa telah membuktikan eksisten­sinya se­bagai media yang kredibel terutama di kawasan Suma­tera Utara. Penyajian infor­masi yang terpercaya, membuat su­rat kabar ini selalu dicari masyarakat. Ini bukan sekedar pujian atau sebatas basa basi belaka. Faktanya, ada saja media yang menyajikan berita secara asal-asalan dan sangat kurang dalam hal memberikan nilai-nilai edukasi kepada masyarakat. Salah satu contohnya, yang saya yakin masih kita ingat betul di ajang 2014 lalu, adalah sebuah tabloid yang gencar menghembuskan kampanye hitam demi mengubah persepsi pemilih.

Harian Analisa sejauh ini selalu menya­jikan berita dengan integritas tinggi dan tidak memihak pada golongan atau kubu politik tertentu. Dua poin ini merupakan syarat-syarat mutlak yang harus dijunjung tinggi setiap media. Dengan integritas berarti sebuah media taat dan mengindahkan kai­dah-kaidah jurnalistik. Itu sebabnya, Harian Analisa merupakan satu dari 74 media massa yang sudah diverifikasi Dewan Pers (sum­ber: detik.com, 5 Februari 2017). Ketidak­berpihakan media pada afilisasi politik tertentu juga sangat penting mengi­ngat pemba­ca sebuah surat kabar pastinya memiliki ideologi politik yang puspawarna.

Jika sebuah media sudah tidak netral dan condong pada kubu politik tertentu, bisa dipastikan kredibilitas media itu dalam memuat berita diragukan sehingga menjadi tidak objek­tif untuk dijadikan acuan. Mengetahui apakah sebuah media netral atau tendensius dan memi­hak bisa dilihat dari cara media itu setiap kali menampilkan headline berita. Ini yang dalam pandangan saya sejauh ini berhasil diperta­han­kan Harian Analisa dengan baik dan konsisten.

Menggiatkan Literasi

Harian Analisa juga turut menyokong perkembangan pen­didikan di negeri ini dalam konteks menguatkan literasi. Seperti yang kita ketahui bersama, budaya literasi menjadi salah satu sasaran penting yang hendak dibang­kitkan oleh pemerintah. Di sekolah-sekolah, peserta didik diarahkan untuk meluangkan waktu sekitar 15 menit membaca berbagai literasi-tentunya yang bernuansa mendidik-sebelum memulai sebuah pelajaran.

Ini sesuai dengan motto Harian Analisa "Membangkitkan Partisipasi Rakyat dalam Pembangunan." Pembangunan di sebuah negara akan terlaksana dengan baik apabila kualitas Sumber Daya Manusia negara itu (SDM) mendukung. Kualitas SDM sangat erat kaitannya dengan kemampuan literasi. Di Harian Analisa, masyarakat diberikan ke­sempatan yang luas untuk mengeks­presikan diri lewat tulisan melalui rubrik yang beranekaragam seperti opini, resensi, cerpen, puisi, mimbar aga­ma, kesehatan, lingkungan, remaja, dan lain-lain. Dan di­ban­dingkan dengan media-media lain pada umumnya, kolom-kolom untuk penulis di Harian Analisa termasuk lebih banyak.

Faktor-faktor itulah yang saya maksud dengan frasa 'me­nguatkan literasi' pada judul tulisan di atas. Karena dengan menulis, kita mau tidak mau harus membaca demi mem­per­kaya tulisan. Dua unsur penting ini-mem­baca dan menulis-sedang dikampanye­kan secara masif oleh satuan pendidikan kita demi mendongkrak budaya literasi yang masih sangat rendah. Indeks membaca kita menurut UNESCO pada tahun 2017 begitu rendah yakni 0,001%. Artinya dari 1000 individu, hanya satu yang punya minat baca.

Rasa bangga tentunya wajar muncul apabila buah pikiran kita dimuat di sebuah media. Itu jugalah yang saya yakin setiap penulis rasakan pada saat tulisannya dipubli­kasi oleh Harian Analisa. Kita bisa temukan surat kabar ini di banyak tempat setiap harinya mulai dari perkantoran, lembaga pendidikan, hotel, rumah sakit, rumah makan, warung-warung kopi dan se­bagai­nya. Artinya buah pikiran kita bisa dibaca oleh orang banyak dari berbagai kalangan.

Saya sendiri mulai menulis di Harian Analisa pada rubrik ke­ge­maran saya, opini, sejak medio 2018 silam sampai seka­rang. Sejak itu saya semakin getol menuangkan gagasan saya di rubrik ini yang pada akhirnya mendorong untuk menulis di media-media lain dan mengikuti banyak lomba karya tulis.

Bagi saya, Harian Analisa sangat fair dalam memuat sebuah tulisan. Mulai dari pelajar SMA, mahasiswa, masyarakat umum, guru, dosen, guru besar, pejabat publik dan tokoh ma­sya­rakat pernah saya temukan tulisannya. Ini membuktikan bahwa Harian Analisa tidak pernah tebang pilih dalam memuat sebuah artikel. Ketika laik tampil, niscaya tulisan kita akan dimuat. Berbeda dengan beberapa media, apalagi yang punya nama besar, yang dalam panda­ngan pribadi saya, terkesan memprioritaskan penulis-penulis dengan reputasi mentereng dan gelar akademis yang tinggi.

Menariknya, meski merupakan koran lokal Sumatera Utara, Harian Analisa punya pesona yang sanggup menyihir penulis-penulis dengan popularitas berskala nasional untuk mampir dan menuangkan buah pikirannya di sini. Inilah salah satu alasan kenapa rubrik opini selalu menjadi perhatian saya setiap Senin sampai Sabtu. Rubrik ini seperti menjadi ruang khusus untuk mencari dan berbagi ilmu baik di antara sesama penulis maupun di kalangan pembaca.

Di samping itu, Harian Analisa juga tidak pelit. Maksudnya, bahwa selain edisi cetak, surat kabar ini juga muncul dalam format e-paper dan versi dalam jaringan (online) setiap hari­nya. Untuk yang versi dalam jaringan bahkan sudah bisa di­akses pada dini hari sebelum edisi cetak bisa kita beli di pagi hari. Memang media lain juga punya format serupa, tapi mere­ka kebanyakan mewajibkan pembaca untuk berlangganan dengan biaya tertentu terlebih dahulu untuk bisa meng­akses versi e-paper secara utuh.

Saran-saran dan Harapan

Demi kualitas yang tetap terjaga dan se­ma­kin meningkat tentunya, saya punya saran-saran yang mudah-mudahan bisa menjadi masukan konstruktif bagi media ini berkaitan dengan rubrik-rubrik yang mene­rima tulisan pembaca.

Pertama, kalau boleh, Harian Analisa membalas dan mem­beri­kan notifikasi lewat surat elektronik apakah sebuah tulisan akan dimuat atau tidak pada setiap penulis. Ini banyak dila­kukan oleh media-media nasio­nal. Bisa juga dengan membuat ketentuan semisal jika dalam dua minggu tulisan tidak kunjung dimuat, secara otomatis tulisan itu bisa ditarik oleh penulis.

Mungkin usul ini terkesan menuntut dan merepotkan. Tapi, hal ini penting bagi penu­lis maupun Harian Analisa. Bagi pe­nulis, ketika tulisannya tidak dimuat, dia masih punya kesem­patan untuk mengirimkan ke media lain.

Bagi Harian Analisa, cara ini bisa meminimalisir terjadinya opini ganda yang tetap saja dilakukan penulis meski sudah dilarang.

Kedua, sudah cukup banyak pe­nulis-penulis hebat berkum­pul di sini. Ada baiknya Harian Analisa meng­gan­deng penerbit untuk mem­bukukan tulisan-tulisan yang diang­gap berkua­litas atau dengan menga­dakan sayem­bara menulis artikel secara rutin setiap tahun atau dua kali dalam setahun. Atau bisa juga dengan mengadakan lomba menulis novel atau literatur-lite­ratur keilmu­an tertentu. Tulisan-tulisan yang masuk nominasi pemenang lantas dipublikasikan oleh penerbit. De­ngan cara demikian hasil karya para penulis diberikan wadah untuk bisa terus mencerdaskan masyarakat selain juga demi membang­kitkan gairah menulis masyarakat serta sebagai wujud pem­berian apresiasi yang tinggi kepada para penulis terutama yang sudah senior.

Bukan bermaksud membeda-bedakan, tapi memang penu­lis-penulis senior selalu dinanti-nanti­kan buah pikirannya. Lihat saja (maaf jika saya harus menyebut nama di sini) bapak Bersihar Lubis. Jika kita telusuri artikel opini warta­wan senior itu melalui alamat website harian.analisadaily.com, tulisannya nyaris selalu dibaca ribuan orang setiap hari. Jumlah itu belum ter­masuk pada pembaca edisi cetak. Begitu juga dengan bapak Jannerson Girsang, penulis senior yang baru-baru ini mening­galkan duka dan kesedihan bagi kita karena beliau telah meng­hadap Sang Khalik. Mereka berdua adalah representasi penu­lis-penulis yang sangat di­sayang­kan jika buah pemikirannya yang berkualitas tidak dipublikasi­kan dalam bentuk buku.

Sebagai penutup, saya mengu­capkan Dirgahayu ke-47 untuk Harian Analisa, semoga menjadi media yang semakin lugas dan berkembang pesat tidak hanya di Sumatera Utara tapi juga di Indone­sia. Dan yang paling penting adalah kon­sistensi untuk memberi ruang bagi pendidikan kepada ma­syarakat luas. ****

Penulis berprofesi sebagai guru SMP/SMA Sutomo 2 Medan dan dosen PTS.

()

Baca Juga

Rekomendasi