Medan, (Analisa). Peredaran rokok ilegal merek Luffman sampai sekarang sangat meresahkan pengusaha rokok yang ada di berbagai daerah dan provinsi seputar Pulau Batam, di mana rokok tersebut diproduksi. Bahkan, sejumlah pengusaha rokok dan berbagai sumber lain kepada wartawan di Medan, Senin (20/5) menyebutkan, peredaran rokok tersebut telah merugikan pendapatan negara hingga mencapai triliunan rupiah.
Daerah-daerah yang menjadi sasaran peredaran rokok tersebut antara lain Kota Banda Aceh, Padang (Sumbar), Riau, Sumatera Utara (Sumut) dan provinsi lain yang berdekatan dengan Pulau Batam. Peredarannya seolah tidak tersentuh hukum.
Bahkan ada dugaan, andil dan campur tangan oknum Bea Cukai sangat besar dalam memuluskan produksi rokok ilegal yang beredar tanpa pita cukai dan terdiri atas berbagai macam jenis itu. Terbukti, sampai sekarang peredarannya masih marak dan tak terbendung.
Walaupun di beberapa daerah banyak dilakukan penangkapan terhadap oknum-oknum yang mengedarkan rokok itu, namun kenyataannya sampai sekarang bukan semakin hilang, malah semakin banyak dijual bebas.
Menurut perhitungan dari pajak rokok, PPN dan juga pita cukai, rokok merek Luffman itu telah menggelapkan pajak negara berkisar Rp9.000-Rp16.000 per bungkusnya. Sebab, beredar tanpa pita cukai dan seharusnya menjadi rokok ekspor, bukan dijual di dalam negeri dengan harga sangat murah Rp8.000/bungkus.
Peredarannya sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa ada upaya serius aparat Bea Cukai untuk menghentikannya.
Untuk Sumut saja, ujar para pengusaha rokok, mereka sudah sangat mengeluh. Sebab, omzet penjualan rokok mereka berkurang hingga 30 persen akibat peredaran rokok ilegal Luffman.
Bila hal ini terus dibiarkan, maka dalam waktu dekat pengusaha rokok yang resmi membayar pita cukai, pasti akan gulung tikar. Mereka tidak mungkin bersaing dengan rokok ilegal yang disebut-sebut sengaja 'dipelihara' untuk memperkaya oknum-oknum tertentu itu.
"Sebenarnya, kalau aparat Bea Cukai mau, bisa dengan sangat mudah menghentikan peredaran rokok ilegal itu, tentunya dengan meminta bantuan aparat TNI dan Polri untuk menutup pabriknya di Batam. Bukan cuma menangkap para pengedar atau agen rokoknya saja," papar salah seorang pengusaha rokok di Medan yang enggan disebut jati dirinya.
Tipu daya
Kalaupun selama ini ada penangkapan atau penggerebekan terhadap pengedar atau agen rokok Luffman, itu disinyalir hanya sebagai tipu daya agar masyarakat melihat bahwa aparat Bea Cukai sudah bekerja. Tapi, pada kenyataannya pabrik rokok yang telah merugikan negara cukup besar itu, sama sekali tidak tersentuh hukum.
"Kalau pabriknya ditutup, maka rokok itu pasti tidak akan beredar lagi. Tapi, kalau hanya pengedarnya ditangkap dan rokoknya saja disita, sama artinya pembodohan publik," ujar pengusaha tersebut.
Untuk itu, diminta pemerintah segera mengambil sikap dengan mengentikan peredaran rokok merek Luffman, dengan cara menutup pabriknya bila tidak bisa bersaing secara baik. Bukan hanya untuk kelangsungan hidup pengusaha rokok lain, tapi juga menyelamatkan pendapatan negara dari cukai rokok.
"Kalau kami mau, kami juga bisa melakukan hal sama, menjual rokok tanpa pita cukai. Bahkan kami bisa jual dengan harga Rp5.000/bungkus. Tapi, ini tidak kami lakukan karena kami taat hukum dan memikirkan pendapatan negara dari cukai rokok," paparnya.
Menurut pengusaha rokok di Sumut ini, rokok yang diproduksi sebenarnya hanya membutuhkan biaya Rp3.000/bungkus. Namun, karena ada pajak rokok, PPN dan pita cukai yang harus dibayar ke negara mencapai Rp 9.000 lebih, makanya rokok dijual lebih mahal untuk menutupi keseluruhan modal. (rama)