Wayang Jadi Sarana Dakwah di Pakistan

wayang-jadi-sarana-dakwah-di-pakistan

TIDAK ada bukti yang me­nun­jukkan wayang telah ada sebelum agama Hindu menyebar di Asia Sela­tan. Seni pertunjukan ini diperkirakan dibawa masuk pedagang India. Na­mun, kege­niusan lokal dan kebu­da­yaan yang ada sebelum masuknya Hindu menyatu dengan perkemb­a­ngan seni pertunjukan yang masuk mem­beri warna tersendiri pada seni pertunjukan di Indonesia.

Wayang berfungsi sebagai sarana pe­nerangan, pendidikan dan komu­ni­kasi massa yang sangat akrab de­ngan masyarakat. Kini wayang digu­nakan sebagai sarana memperkenal­kan sesuatu tentang kebaikan dan ke­burukan di Pakistan.

Bertempat di lorong sempit satu permukiman di Kota Karachi, Pakistan, yang dikenal karena nar­koba, perang geng dan angka melek huruf yang rendah, anak-anak belajar me­ngenal perda­maian, cinta dan tole­ransi antar-agama dari wayang.

Saat tirai terbuka di panggung, se­orang dalang bercerita tentang kisah "Sinbad Si Pelaut", pahla­wan asal Timur Tengah dan perjalanan­nya mengelilingi dunia. Dalam pe­la­yarannya dia bertemu dengan orang dari bermacam ke­per­cayaan, bahasa dan agama --yang se­ringkali tidak memiliki ba­nyak to­leransi satu de­ngan yang lain.

"Seorang lelaki sekarang dan An­da berbicara mengenai kasta," ujar wa­yang protagonis, sebagai­mana dila­porkan Reuters pada Selasa. Dia me­ngecam boneka lain yang tak ingin menyela­matkan tokoh wayang lain yang tewas-tenggelam sebab tokoh itu berasal dari kasta yang lebih rendah.

"Anda mesti malu menyebut diri Anda manusia. Manusia menyela­mat­kan manusia bukan kasta,"jelas Sinbad. Penulis naskah Nouman Meh­­mood mengatakan cerita terse­but mun­­­cul di benaknya ketika ke­lom­­pok­­nya melakukan ke­giatan ke­sa­da­ran pendidikan di permu­kiman mis­kin di kota itu.

Mereka memperhatikan anta­go­nisme agama dan etnik di per­mu­ki­man itu dan memutuskan untuk men­cip­takan pertunjukan guna menye­bar­kan pesan perda­maian, toleransi dan keharmo­nisan.

Pakistan, negara dengan mayori­tas Muslim, telah me­nagalami sera­ngan yang beru­lang­kali kali terjadi terhadap gereja, kuil Hindu dan tempat suci Sufi dalam beberapa ta­hun belakangan dari kelompok gari keras.

Sekolah konservatif biasa dituding menyebarkan radi­kalisme tapi semua itu seringkali menjadi satu-satunya lembaga pendidikan yang tersedia buat jutaan anak miskin, sehingga pesan pilihan menjadi sangat penting.

"Terpenting adalah peneri­maan. Orang mesti memiliki cukup ruang untuk menerima orang lain tanpa me­lihat apakah dia Kristen, tanpa mempertim­bangkan apakah dia penganut Hindu, tanpa mempertim­bangkan apakah dia pemeluk Sikh," terang Mehmood.

Pertunjukan itu, yang diseleng­garakan Thespianz Theatre, beren­cana melakukan perjalanan ke per­mu­kiman miskin lain di Karachi dan provinsi setelah pementasan di Per­mukiman Lyari, yang keras, di Karachi.

"Ada pesan bahwa kita tak boleh mencampuri urusan agama lain. Kita mesti saling mem­bantu," tandas pelajar kelas delapan, Adul Rahim Arshad, setelah nonton pertunjukan terse­but. (anc/rtr)

()

Baca Juga

Rekomendasi