Nurfaizah, Difabel yang Mengajarkan Alquran

nurfaizah-difabel-yang-mengajarkan-alquran

KETERBATASAN fisik bukan hala­ngan bagi Nurfaizah (33) mendidik anak-anak di desanya – Weu Siteh, Keca­matan Suka Makmur, Aceh Besar – agar bisa membaca Alquran.

Setiap malam rumah Nurfaizah selalu dipenuhi suara anak-anak belajar di rumah yang dijadikan juga sebagai balai pengajian bernama Awwalul Qullub.

Nurfaizah mengidap polio sejak lahir di kedua tangannya. Segala aktivitas dila­kukannya secara mandiri mengguna­kan kedua kakinya.

Baik itu menulis, memasak, dan segala aktivitas lainnya.

Kondisi fisik tidak mematahkan se­mangatnya mengajar anak-anak menga­ji selama 11 tahun – sejak 2008.

Ia mengajar anak-anak dari dasar hi­ng­ga bisa membaca Alquran dengan se­­penuh hati. Baginya, anak-anak itu su­dah dianggap seperti anak-anaknya sendiri.

“Kami menerima anak-anak yang mau belajar mengaji dari dasar. Tidak se­dikit anak-anak yang diterima belajar me­ngaji karena harus memulai belajar dari dasar, tapi insya Allah selama ini ka­mi siap menyambut mereka,” ujarnya saat mendatangi Kantor Aksi Cepat Tang­gap (ACT) Aceh, Banda Aceh, baru-baru ini.

Saat ini ia mengharapkan tersedianya sumur lengkap dengan kamar mandi kondusif di balai pengajian. Sumur yang saat ini digunakan berbagi dengan te­tang­ga sebelah sehingga kurang nyaman digunakan murid-muridnya.

Di samping itu, jumlah iqra dan Al­qur­an di balai pengajian itu masih terbi­lang kurang untuk mengajarkan 23 murid-murid di sana.

Tak sanggup

Ia menuturkan, tidak sanggup meme­nu­hi kebutuhan fasilitas tersebut sebab terbatasnya ekonomi keluarga.

Suaminya, Rahmat (31), bekerja seba­gai tukang beca di sekitaran Banda Aceh. Penghasilannya sehari-hari pa ling banyak Rp100 ribu.

Suaminya juga berasal dari kalangan disabilitas yang mengalami kesulitan ko­munikasi dan kelainan di bagian wajah atas sejak lahir. Sehingga, mata sebelah kanannya tidak berfungsi normal.

Pernah dulu Nurfaizah berjualan. Kekurangan modal membuatnya sulit me­rebut hati pelanggan. Tak mau menye­rah, sekarang ia ingin membuka usaha kerajinan tangan berupa menjahit pa­yung pengantin dan mengolah barang bekas menjadi pot bunga.

“Niat saya itu belum saya laksanakan. Saya bingung ke mana nanti memasar­kannya,” terangnya.

Baginya, segala sesuatu pemberian Allah SWT merupakan anugerah yang patut disyukuri. Sekalipun ia tidak me­rasa rendah diri dengan apa yang dimi­likinya.

Ia berusaha dengan segala kemam­puan agar bermanfaat bagi orang lain. Dengan mengajarkan Alquran ia hanya mengharapkan rida Allah.

Lisdayanti, Supervisor Partnership ACT Aceh mengatakan, Minyeuk Pret sebagai salah satu mitra peduli ACT akan berpartisipasi mewakafkan 15 % keun­tu­ngan dari penjualan produk Minyeuk Pret untuk pembangunan sumur wakaf beserta sanitasinya di Balai Pengajian Awwalul Qulub.

Katanya, dukungan terhadap dunia pendidikan agama di tingkat gampong merupakan tanggung jawab bersama. Melatih anak-anak belajar Alquran di usia dini menjadi modal yang sangat penting bagi perkembangan pengetahu­an generasi masa depan.

“Apabila nantinya sumur sudah ber­diri di Awwalul Qulub, mudah-mudahan semangat anak-anak belajar Alquran semakin meningkat,” pungkasnya. (muhammad saman)

()

Baca Juga

Rekomendasi