Oleh : M. Sutan A. Aziz F. Nasution. Setelah melihat satu tayangan televisi di negeri jiran, sontak saya pun telah lama berniat jika ada kesempatan suatu hari ingin mengajak adik dan keluarga saya untuk mengunjungi Taman Tamadun Islam, yang terletak di Kota Kuala Terengganu, Malaysia.
Alhamdulillah, keinginan itu dapat terealisasikan pada liburan sekolah Desember yang lalu. Dengan menggunakan angkutan udara, kota ini dapat dicapai dalam masa selama kurang lebih 50 menit dari Kuala Lumpur. Waktu ini jauh lebih singkat dari konon sekitar 5 hingga 6 jam jika menggunakan angkutan darat.
Setibanya di Kuala Terengganu, kami pun langsung bergegas menuju ke lokasi yang dimaksud yang terletak di Pulau Wan Man. Jangan risau, karena pulau ini bukanlah pulau yang tersendiri dimana harus menggunakan angkutan air untuk sampai di sana. Pulau Wan Man ini walaupun merupakan sebuah pulau kecil, namun memiliki bagian pulau yang terhubung dengan daratan sehingga kendaraan dapat digunakan sebagai moda transportasi untuk menuju ke lokasi.
Saat tiba di lokasi, sebuah tulisan “Taman Miniatur” terpampang dengan ukuran cukup besar sebagai gerbang masuk bagi pengunjung yang datang ke sana. Bagi siapa saja yang berkunjung diwajibkan membeli karcis masuk seharga 20 ringgit Malaysia bagi dewasa, 15 ringgit Malaysia bagi lansia dan anak usia 7 hingga 12 tahun serta bagi yang berusia 6 tahun ke bawah tidak dikenakan biaya (gratis). Pengunjung yang datang akan diberikan sebuah buku bertuliskan passport yang berisi profil dari masing – masing miniatur Mesjid yang disajikan di areal taman tersebut dan akan distempel di akhir kunjungan sebagai tanda bahwa kita telah menyelesaikan perjalanan dengan telah berkeliling pada seluruh wahana yang tersedia. Oh ya, Taman Tamadun Islam dapat diartikan sebagai Taman Peradaban Islam yang mirip layaknya seperti Windows of the world yang ada di Shenzhen, China.
Jika di Windows of the world kita menyaksikan berbagai replika bangunan terkenal yang ada di seluruh penjuru dunia, maka di dalam areal taman ini kita dapat menyaksikan 22 buah miniatur mesjid yang tersebar di seluruh dunia dimana dibuat mirip dengan bangunan aslinya, namun dalam ukuran yang jauh lebih kecil.
Pengunjung yang datang bisa memilih apakah ingin mengelilingi areal taman dengan berjalan kaki atau dapat pula berkeliling dengan menyewa sepeda yang dapat ditumpangi dan sekaligus dikayuh bersama – sama oleh 4 atau 6 orang atau dapat pula menyewa mobil mini yang dikenal dengan istilah “mobil golf”.
Pemandu siang itu dengan sigapnya membawa kami berkeliling selama satu jam melihat seluruh isi areal taman menggunakan mobil golf. Mesjid pertama yang kami saksikan adalah Mesjid Raya Xi’an, yang terdapat di kota Xi’an, China. Mesjid ini konon dibangun pada abad ke 8 Masehi dan merupakan mesjid pertama yang ada di seantero China. Mesjid ini dibangun dengan arsitektur gaya Tiongkok sehingga memberikan ciri khas tersendiri sebagai penanda hubungan harmonis antara kebudayaan Tiongkok dengan Islam.
Mesjid kedua yang kami saksikan adalah mesjid Menara Kudus yang terletak di Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Mesjid ini diabadikan sebagai miniatur dan dianggap unik karena menaranya yang berbentuk seperti candi, sehingga sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam maupun Hindu.
Selain kedua mesjid, juga terdapat beberapa mesjid lainnya, seperti Masjidil Haram yang menjadi kiblat umat Muslim se dunia yang terletak di Kota Makkah Al Mukarramah, Masjid An Nabawi di Madinah Al Munawwarah yang di dalamnya terdapat makam Rasulullah SAW, Qubbah As Sakhrah yang terletak di Baitul Maqdis serta beberapa mesjid terkenal lainnya, seperti Mesjid Suleimaniyah yang terdapat di Istanbul, Turki, Mesjid Omar Ali Saefuddin yang terdapat di Brunei Darussalam serta Taj Mahal di Agra, India.
Selain dapat melihat miniatur mesjid, pengunjung juga dapat mengunjungi tiga buah ruang pameran yang berisi berbagai macam benda kebudayaan dan sejarah yang berkaitan dengan wilayah dan penduduk dimana mesjid berada. Ketiga ruang pameran tersebut terdapat pada miniatur Masjidil Haram, Qubbah As Sakhrah maupun Taj Mahal. Tidak hanya itu, sebuah bioskop mini terdapat pula di dala ketiga wahana tersebut, memberikan informasi pada pengunjung terkait sejarah yang ada pada mesjid tersebut, juga khusus pada miniatur Masjidil Haram, pengunjung disuguhkan pula dengan penjelasan prosesi ibadah haji.
Hal yang paling menarik bagi kami adalah ketika berkesempatan pula melihat bagian dalam Qubbah As Sakhrah walaupun dalam kondisi hujan. Pemandu yang membawa kami meyakinkan kami untuk naik ke atas dan melihat bagian dalam miniatur mesjid yang konon memakan waktu terlama diantara seluruh miniatur yang ada. Benar saja, bagian dalam Qubbah As Sakhrah dibuat mirip seperti aslinya, baik dari pilar, ornamen, maupun batu tergantung yang bentuknya dibuat seotentik mungkin. Sayang, pengunjung dilarang untuk memotret bagian dalam miniatur ini.
Taman Tamadun Islam ini sendiri dibangun untuk memberikan informasi tentang peradaban Islam, dimana sasaran utamanya adalah pengunjung Muslim yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Taman Tamadun Islam memberikan gambaran pada kita bagaimana kayanya peradaban Islam dan mampu berjalan bersama dengan kebudayaan lokal yang ada di suatu negara yang tercermin dalam bentuk bangunan mesjid yang ditampilkan di areal aman tersebut.
Kami pun termasuk beruntung karena saat itu ada dua miniatur yang baru saja rampung dikerjakan, yakni Mesjid Sultan yang ada di Singapura serta sebuah kincir air yang dibuat seperti roda berputar untuk mengaliri air ke dalam areal taman dimana air tersebut berasal dari Sungai Terengganu yang memang berada persis membatasi areal taman. Kincir air ini konon merupakan miniatur dan bentuk persis mengambil dari bentuk asli kincir air yang ada di Syria.
Pengalaman ke Taman Tamadun Islam ini tentu saja sangat informatif dan memiliki unsur edukasi yang sangat tinggi, terutama bagi adik saya yang berusia SD sebagai pengenalan peradaban Islam kepadanya. Saya pun dalam hati berharap agar dibuat pula taman miniatur serupa berupa mesjid seantero Indonesia yang tentunya tak kalah nilai sejarah dan bentuk arsitekturnya sehingga mampu memberikan gambaran pada pengunjung bagaimana peradaban Islam di Indonesia mampu menyatu dengan budaya lokal yang ada sehingga Islam dapat diterima dengan sangat baik oleh masyarakat Indonesia dan menjadi jalan hidup bagi mayoritas penduduk negeri ini.
Masjid Kristal, Kuala Terengganu, Malaysia
Tak lengkap rasanya jika telah mengunjungi Taman Tamadun Islam tanpa melawat ke Masjid Kristal yang terletak tak jauh dari lokasi Taman Tamadun Islam dan masih terdapat dalam satu area, yakni berada di Pulau Wan Man. Masjid ini diberi nama Masjid Kristal, karena memang banyak elemen di dalam bangunan masjid ini yang berasal dari kristal dan jika malam hari tiba, maka sinar yang dihasilkan dari pantulan kristal konon akan memancarkan cahaya yang sangat indah ditambah lagi dengan permainan lampu warna-warni yang menghiasi seluruh bagian masjid.
Masjid Kristal ini sendiri menurut catatan yang saya dapat mulai dikerjakan pada tahun 2006 dan selesai pada tahun 2008. Sejak diresmikan oleh Yang Dipertuan Agung kala itu, yakni Sultan Mizan Zainal Abidin pada 8 Februari 2008, masjid yang terbuat dari material baja, kaca dan kristal ini menjadi salah satu masjid terindah yang ada di Malaysia dan menjadi ikon bagi wilayah Negeri Terengganu. Masjid ini memiliki empat minaret dan mampu menampung 1.500 orang jama’ah dalam setiap kali waktu ibadah sholat diselenggarakan.
Kesempatan mengunjungi masjid ini saya isi dengan menunaikan ibadah sholat fardhu jama’ qashr Dzuhur dan Ashr. Setelah itu tak lupa pula saya memanjatkan do’a di masjid yang cukup membuat saya terkesima sejenak pada saat baru tiba di sini. Meskipun di luar hujan, namun tak menyurutkan langkah saya untuk mengabadikan beberapa foto hingga akhirnya saya memutuskan pulang karena merasa kasihan pula dnegan supir taksi saya yang telah sabar dan setia menunggu saya di teras masjid. Sungguh pengalaman yang sulit untuk dilupakan.
How to Get There
Tidak ada maskapai penerbangan yang membuka langsung rute Jakarta-Kuala Terengganu. Untuk bisa sampai kesana, dapat terlebih dahulu menuju ke Kuala Lumpur dengan pilihan maskapai penerbangan yang cukup banyak melayani rute ini, kemudian dapat menggunakan maskapai lokal seperti Malaysia Airlines, Air Asia serta Firefly selama kurang lebih 50 menit atau dapat pula ditempuh dengan menggunakan bus selama lima hingga enam jam.
Visa
WN Indonesia tidak memerlukan visa kunjungan untuk dapat masuk ke Malaysia selama 30 hari.
Akomodasi
Ada cukup banyak pilihan penginapan yang ditawarkan di Kota Kuala Terengganu, namun untuk saat ini Primula Beach Resort Hotel adalah hotel bintang 4 terbaik yang ada di kota ini dan berjarak 15 menit dari objek wisata Taman Tamadun Islam yang terletak di Pulau Wan Man. Harga kamar hotel ini sekitar 290 Ringgit Malaysia.
Transportasi Lokal
Akses transportasi dalam kota cukup baik. Kita dapat memanfaatkan taksi (walaupun tanpa argo, sehingga mesti bijak menawar) serta bus dalam kota yang melayani hampir di seluruh wilayah kota.
Makanan Khas
Salah satu makanan khas dari Negara Bagian Terengganu Darul Iman adalah Nasi Dagang yang cukup memanjakan lidah.
Ada pula kelupuk lekor serta berbagai makanan laut yang diracik khas dengan bumbu dan citaraseea lokal.