Dualisme Demokrasi Indonesia

Oleh: Marzuki Sagala

“Demokrasi dapat mengurangi kemiskinan. Pernyataan ini akan terbukti jika pihak legislatif menyuarakan hak-hak orang miskin dan kemudian pihak eksekutif melaksanakan program-program yang efektif untuk mengurangi kemiskinan”.

(Amartya Sen.1933 penerima nobel bidang ekonomi)

Demokrasi menjadi salah satu sistem politik yang paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjalankan sistem politik demokrasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, dan demokrasi ini dijalankan melalui proses yaitu Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Sejak dilaksanakan nya tahun 2005 dan dengan dibentuknya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pelaksana pilkada langsung memang belum mengalami perubahan dalam peningkatan kesejahtraan masyarakat, justru yang terjadi banyaknya permasalahan-permasalahan baru yang dihadapi dalam mewujudkan budaya demokrasi dan setelah dilakukanya perubahan atas undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang digantikan dengan Undang-undang no 12 tahun 2008 tidak juga memecahkan masalah mengenai permasalahan dalam menentukan kepala daerah. Hal ini lah yang menjadi permasalahan demokrasi dalam negara ini mengingat. Pertama, masih kurang efektifnya peranan partai politik dalam melakukan rekrutmen, penelitian dan pendidikan politik baik pada parpol maupun masyarakat sehingga menimbulkan permasalahan bagi perwujudan demokrasi sesungguhnya. 

Kedua, masih kurang dewasanya masyarakat dalam menentukan nasib daerahnya melalui peminpinnya. Ketiga, masyarakat tidak percaya lagi kepada janji yang diberikan oleh para calon kepala daerah sehingga benyak terjadinya apatisme ditengah-tengah masyarakat sehingga menimbulkan golput.

Sejak berlakunya Undang-undang 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan kepala daerah atau yang disingkat dengan Pilkada dan pertama kali diselenggarakan 1 Juni 2005 di Kutai Karta Negara dan pada tahun 2005 telah berlangsung Pilkada di 207 kabupatan/kota dan 7 Provinsi. Sementara Pemilihan Kepela Daerah dalam Undang –Undang diatur dalam pasal 56 ayat (1) undang-undang no 32 tahun 2004 yang menyebutkan kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokrasi berdasarkan asa langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (2) dan pasangan diajukan oleh partai poltik.

Polemik Demokrasi Indonesia

Dalam perkembangan sejarah demokrasi, sistem demokrasi yang kita miliki sampai sekarang masih terdapat berbagai kekurangan dan kendala dalam penerapan dan realisasinya dikarnakan. Pertama, dimulai dari demokrasi parlemen Pada tahun 1945-1959, masa demokrasi parlementer yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai politik. 

Kelemahan demokrasi parlementer adalah memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR. Akibatnya persatuan bangsa yang digalang selama perjuangan melawan penjajah menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif untuk mengisi kemerdekaan.

Kedua, Pada massa demokrasi terpimpin tahun 1959-1965, yang telah menyimpang dari demokrasi konstiusional. Masa ini, ditandai dengan dominasi persiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh komunis dan mulai menguatnya peran ABRI sebagai kekutan sosial politik.

Ketiga, Pada tahun 1965-1988, masa demokrasi Pancasila Orde Baru, merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensiil. Landasan formal periode ini adalah Pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di masa demokrasi terpimpin. Namun, selam perkembangannya peran presiden semakin dominan sehingga melahirkan pemerintahan otoriter dan tumbuhnya budaya KKN dan 

Keempat, Periode 1999 – sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi, berakar pada kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara. Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol, sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas baru. Disamping itu, periode ini juga ditandai dengan adanya perubahan UUD 1945 dengan tujuan untuk melakukan demokratisasi di Indonesia namun demokrarasi ini juga mengalami kendala dimana Pilkada secara langsung oleh rakyat telah berjalan sampai saat ini dan memiliki banyak permasalah dalam mewujudkan harapan demokrasi. 

Masalah dan kendala diantaranya money poltics, konflik sosial antara pendukung, penyalahgunaan wewenang, banyaknya sengketa Pilkada, banyaknya anggaran yang habis dalam Pilkada . Pada awalnya Pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD dan bertanggung jawab kepada DPRD tetapi tidak terlaksana sesuai dengan keinginan masyarakat ditambah sumber daya belum siap untuk melaksanakannya karena stabilitas politik dan ekonomi Indonesia pada saat itu.

Demokrasi Pancasila 

Atau Demokrasi Liberal 

Pancasila sebagai dasar negara (staats fundamental norm), dimana Pancasila merupakan pokok-pokok utama dalam pembentukan , penataan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan negara berdasarkan Pancasila, asas yang mendasari hati dan pikiran dalam menjalankan fungsi pemerintahan maupun perilaku masyarakat dalam bernegara didalam sila keempat memuat “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” ini kemudian dituangkan kedalam pemikiran-pemikiran dalam UUD 1945 dengan mencantumkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang mengatakan kedaulatan berada ditangan rakyat yang dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar. Pasal 1 ayat (2) ini merupakan hakikat dari pada demokrasi yang memberi kedaulatan sepenuhnya ditangan rakyat tetapi memberikan pembatasan dengan adanya kata “dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar”. 

Pelaksanaan kedaulatan Rakyat sepenuhnya yang dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar tersebut hanya di diimplementasikan dalam Pasal 6 A ayat (7) yang mengatakan presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat. Kemudian didalam pasal 18 ayat (4) gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemrintahan dipilih secara demokratis. 

Dengan terbentuknya UU No 32 Tahun 2003 telah mengatakan secara tegas bahwa Pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung dan tetap menghormati daerah istimewa yang melakukan pemilihan dengan kearifan lokal daerah masing-masing melihat ketentuan Pasal 18 B ayat (1) yang mengatakan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan pemerintahan khusus atau bersifat keistimewaan yang diatur dengan undang-undang. 

Apakah pemilihan kepala daerah secara demokratis. Yang mengartikan dapat diplih secara lansung atau tidak langsung dan ditunjuk, yang di muat dalam Pasal 18 ayat (4) merupakan perwujutan dan penghormatan kepada daerah khusus yang melakukan pemilihan kepala daerah secara kearifan lokal atau budaya seperti dalam Pasal 18 B yang pada hakikatnya supaya tidak bertentangan dalam satu peraturan UUD 45 atau untuk menjaga kesatuan dan keutuhan UUD 45 terhadap demokrasi?.

Dan apabila kita lakukan kajian dengan “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”. Dalam konteks pancasila berbeda-beda tetapi satu (bhineka tunggal ika) maka Pilkada kita juga mempunyai corak warna yang berbeda ada yang secara langsung dan ada yang perwakilan dan ada yang ditunjuk. 

Itulah mungkin hikmat dibalik kebijaksanaan dalam permusyaratan/perwakilan dalam konteks bangsa Indonesia yang pluralistik untuk menyesuaikan frasa “demokrasi” dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 45.

Mungkin pernyataan Amatyan Sen (1933) bisa membuktikan sistem demokrasi apa yang dipakai dan pencapaian yang dihasilkan dari sistem demokrasi tersebut seperti apa sesungguhnya?. Jika pada sistem demokrasi hanya berorentasi terhadap sistem yang mengacu pada presedur dari pada demokrasi tanpa suatu pencapaian, maka demokrasi tersebut perlu untuk kita koreksi lebih baik lagi karena demokrasi adalah sistem bukan merupakan tujuan. ***

Penulis Mahasiswa FH-UHN, Anggota DPC PERMAHI Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi