Banda Aceh, (Analisa). Kota Banda Aceh saat ini mulai memasuki kategori kota metropolitan. Hal itu ditandai munculnya banyak permasalahan, mulai dari kemacetan, PKL yang menjamur, bangunan ruko dan parkir yang semrawut, air bersih, transportasi, penghijauan serta yang tak kalah penting persoalan pelanggaran syariat berupa khalwat atau maksiat.
Walikota Hj.Illiza Saaduddin Djamal mengungkapkan, permasalahan yang dialami Pemko Banda Aceh saat ini cukup kompleks dan perlu solusi yang komprehensif dari para pakar. Banda Aceh saat ini menjadi salah satu kota tidak pernah tidur.
Hal ini bisa dilihat dari banyaknya elemen warga dan tingkat umur dapat menikmati sajian internet di warkop-warkop selama 24 jam. Akibatnya, tidak sedikit remaja dan mahasiswa yang melanggar syariat.
“Mengatasi berbagai masalah tersebut Pemko merasa perlu melakukan komunikasi efektif dengan rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) beserta civitas akademikanya guna memperoleh formula efektif bagi solusinya,” ujar Illiza didampingi Rektor Unsyiah, Prof.Dr.Ir. Samsul Rizal, M.Eng beserta seluruh civitas akademika di ruang Senat Biro Rektor Unsyiah, Senin (20/10).
Walikota mengatakan, Pemko punya kepentingan besar pada seluruh universitas yang ada di Kota Banda Aceh terutama Unsyiah. Karena menyangkut sosialisasi visi kota madani perlu komunikasi yang komprehensif dengan pihak kampus. Karena itu, ia menganggap perilaku manusia tertinggi berada di universitas.
Walikota menjelaskan, berbagai penertiban di seputaran kampus telah dilakukan, mulai dari persoalan pelanggaran syariat, rumah kos, reusam gampong, kebersihan lingkungan, ketertiban kampus, dan problem lainnya. “Secara etika dan estetika, kampus itu haruslah indah dan tertib serta menjadi contoh kemadanian,” ujar Illiza.
Untuk itu, walikota meminta kerja sama dan dukungan dari pihak rektor dan civitas akademika Unsyiah guna mengatasi masalah tersebut. Diharapkan pertemuan yang dilakukan bermakna dan bermanfaat, sehingga komunikasi dan koordinasi menjadi lebih baik ke depan. “Kota Banda Aceh milik kita bersama, persoalan yang dialami juga persoalan kita bersama. Untuk itu saran dan masukan dari akademisi dan profesional sangat kita butuhkan,” katanya.
Koordinasi
Rektor Unsyiah, Samsul Rizal menjelaskan, tujuan pihaknya mengundang walikota beserta para pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melakukan koordinasi dan menjalin kerja sama antara Unsyiah dengan Pemko Banda Aceh dalam hal penataan dan pemeliharaan kebersihan kampus serta membahas persoalan lainnya.
Diakui, masalah yang dialami mahasiswa adalah soal kemacetan di jembatan Lamnyong terutama pada jam sibuk. Untuk itu, pihaknya beserta seluruh civitas akademika yang terdiri atas para ahli dan profesional siap bekerjasama memberikan saran, masukan, dan alternatif solusi tentang kemacetan serta membantu permasalahan lainnya yang dihadapi Pemko Banda Aceh.
Dr.Sofyan selaku ahli transportasi Unsyiah mengatakan, kemacetan di jembatan Lamnyong dapat diatasi dengan berbagai solusi, seperti pelebaran jembatan, pembentukan jalur subway dan pembangunan jembatan baru.
Selain itu, dibahas pula wacana sarana transportasi umum Trans Kutaraja, yang diproyeksikan akan mengatasi kemacetan arus lalulintas kota. Selanjutnya dibicarakan soal parkir kendaraan yang semrawut, wacana labi-labi akan masuk ke gampong-gampong, serta berbagai permasalahan kompleks lainnya.
Sofyan menjelaskan, secara ilmu transportasi, pendapatan Kota Banda Aceh setiap tahun menguap sekitar Rp 200 miliar. Uang tersebut terbuang akibat kemacetan berupa kehilangan waktu dan biaya operasional kendaraan akibat macet. Karenanya perlu dibangun jembatan lain dan jalan lingkar seiring terus bertambahnya jumlah kendaraan. Di akhir pertemuan, kedua belah pihak sepakat membentuk tim task force yang bertugas membahas langkah-langkah mendasar dalam mengatasi berbagai persoalan tersebut. (irn/mhd)