Jakarta, (Analisa). Di era globalisasi saat ini, dahasa daerah mulai terkikis. Sebagai salah satu budaya bangsa, bahasa daerah harus dilestarikan. Hal ini mengemuka dalam Diskusi Budaya “Menjaring Peran Masyarakat Nias Dalam Pelestarian Budaya Nias” di Museum Pusaka Nias, Gunungsitoli, Nias, Rabu.
“Di antara sekian banyak budaya Nias, Li Niha, yaitu bahasa Nias merupakan salah satu faktor penting di kawasan budaya Nias yang begitu luas,” kata awal Pastor Johannes M. Hammerle, perintis dan pendiri Museum Pusaka Nias.
Menurut Johannes, pemerintah telah memberi peluang kepada bahasa daerah untuk bertahan sebagai bahasa pertama dan bahasa pergaulan intrasuku. Namun demikian, perlu upaya semua pihak untuk turut melestarikan.
“Bahasa daerah adalah identitas budaya masyarakat tertentu. Selain alat komunikasi. Bila ini tak digunakan maka ciri identitas lambat laun akan punah,” tuturnya.
Menurut Johannes, ada indikasi bahwa bahasa Nias sudah diwariskan sejak suku-suku purbakala. “Makin hari makin kuat pengaruh bahasa global mengancam eksistensi bahasa Nias. Yang paling penting untuk mempertahankan bahasa daerah Nias supaya para orangtua mengajarkan bahasa Nias kepada anak-anaknya dan penerbitan buku dalam bahasa Nias,” harapnya.
Bahasanya yang khas dan unik, Nias juga memiliki kekayaan dan keragaman budaya lainnya. Desa-desa tradisional di Pulau Nias, misalnya masih menyimpan sejumlah peninggalan budaya dan para penutur sejarah. “Keragaman budaya Nias adalah kekayaan yang harus dioptimalkan agar terasa manfaatnya. Hal ini perlu diwujudkan menjadi kekuatan riil sehingga mampu menjawab berbagai tantangan kekinian yang ditunjukkan dengan melemahnya ketahanan budaya yang berimplikasi pada menurunnya kebanggaan kita sebagai bangsa,” ujar Johannes.
Walikota Gunungsitoli, Martinus Lase dalam sambutannya menyampaikan keprihatinannya, terhadap hilangnya budaya santun di sebagian anak-anak muda dewasa ini. “Karena perkembangan budaya global, masyarakat makin kehilangan budayanya yang santun, menghargai orangtua, guru, dan lain sebagainya. Bahkan timbul berbagai masalah sosial di antaranya, kesenjangan sosial ekonomi, kerusakan lingkungan hidup, kriminalitas, dan kenakalan remaja,” ungkapnya.
Terkait dengan ketahanan budaya Nias, Martinus berharap, agar masing-masing keluarga Nias, dapat menanamkan nilai-nilai luhur budayanya. “Penanaman nilai-nilai budaya ini diantaranya bisa kita lakukan melalui kegiatan atau acara kesenian berbasis tradisi. Karena budaya itu menunjukkan karaktrer. Mengandung nilai-nilai dan daya kearifan. Sangat khas sesuai dengan keyakinan dan tuntutan hidup dalam upaya mencapai kesejehtaraan bersama,” ujar Martinus. (rel/try)