Oleh: Fitri Haryani Nasution
Ibu punya taman bunga anggrek yang sangat indah. Setiap sore ibu selalu menyiram taman bunganya dan setiap hari ibu selalu merawatnya. Ibu selalu mengajakku merawat bunga anggrek itu, dan aku juga senang bisa merawat bunga-bunga anggrek ibu.
Kata ibu anggrek adalah bunga yang sangat cantik, dan anggrek adalah bunga yang terkenal sampai keluar negeri. Indonesia sering mengirim bunga anggrek ke luar negeri, dan anggrek adalah salah satu komoditas bunga yang menjadi andalan Indonesia.
Taman bunga ibu ada di depan rumah. Dengan hanya dibatasi pagar kayu sebelum langsung berhadapan ke jalan. Namun taman bunga itu sekelilingnya dibuat tenda-tenda bergerigi hitam dan juga ada sebuah pintu dibuat disampingnya. Setiap malam ibu tidak pernah lupa menggembok pintu itu agar tidak ada pencuri atau siapapun yang bisa masuk ke dalamnya.
Namun hari ini rumah kami geger oleh teriakan ibu di pagi hari. Ternyata ada banyak bunga anggrek ibu yang hilang. Pintu taman bunga itu terlihat rusak di engselnya dan gemboknya hilang entah kemana. Ibu berdiri mematung melihat taman bunganya yang porak poranda. Ada sebagian jenis anggrek yang hilang, dan sebagiannya lagi pot nya rusak dan tanahnya berserakan di mana-mana. Bunga-bunga yang tinggal hanyalah bunga anggrek jenis biasa, dan jenis bunga anggrek yang mahal-mahal lah yang diambil oleh si pencuri.
"Oh tidak. Siapa yang mencuri di taman bungaku..?" ucap ibu. Aku dan ayah langsung menghampiri ibu.
"Siapa yang berani melakukan ini?" ucap ayah gusar.
Ibu kelihatan sangat sedih.
"Bagaimana ini? Bunga yang kurawat selama ini rusak semua. Kalau dia mau mencuri kenapa harus bunga yang dia curi? Kenapa tidak rumah orang-orang kaya saja yang dia curi!" ucap ibu.
"Sudahlah ibu.. ini semua sudah terjadi. Kita bersihkan saja tempat ini dan kalau ibu mau kita laporkan ke polisi.."
"Tidak usah pa. Tidak usah sampai ke polisi" ucap ibu pasrah.
Namun mataku tiba-tiba tertuju pada sebuah topi kecil disudut meja tempat pot bunga anggrek yang hilang diletakkan.
"Ibu, ayah. Itu ada topi" ucapku. Ayah langsung mengambilnya dan melihatkannya pada kami. Topi itu warnanya hitam semua dan ada lambang merah putih didepannya. Dan aku tahu itu milik siapa! Hanya ada satu orang yang selalu memakai topi itu.
"Ayah aku tahu! Itu kan topi milik Pak Jalal!" ucapku
"Pak Jalal tetangga sebelah kita?" tanya ayah
"Iya!" ucapku.
"Kenapa Pak Jalal tega berbuat seperti ini?" ayah menggerutu. Ayah terlihat marah dan ia langsung pergi kerumah Pak Jalal. Aku ketakutan juga melihat ayah sedang marah.
Aku takut ayah berbuat sesuatu pada Pak Jalal. Aku jadi menyesal berkata topi itu milik Pak Jalal, padahal kan belum tentu ia pelakunya. Dengan cepat ayah mengetuk rumah Pak Jalal dan ternyata Pak Jalal ada di sana.
"Kenapa kau mencuri bunga anggrek di taman bunga istriku?" tanya ayah langsung. Pak Jalal kelihatan panik.
"Sabar dulu pak. Bukan saya yang mencurinya"
"Ini topimu!" bantah ayah langsung.
"Itulah yang mau saya jelaskan. Semalam saya mendengar suara gresek-gresek di taman bunga istri bapak. Saya lalu keluar dan mendapati ada pencuri sedang beraksi disana. Saya langsung menangkapnya dan ia memohon pada saya agar tidak dilapor ke polisi.
Kini ia ada di rumah saya, bapak bisa lihat siapa pencurinya. Masalah topi itu saya baru ingat kalau ternyata topi saya tinggal di sana. Tapi bukan saya pelakunya". Mendengar penjelasan Pak Jalal ayah langsung meminta maaf atas perilaku kasarnya.
Kami semua lalu mendapat pelajaran agar tidak boleh tergesa-gesa menuduh seseorang. Tidak boleh mengambil keputusan terlalu cepat. Karena bisa jadi orang yang kita tuduh bukanlah pelakunya. Aku juga jadi meminta maaf pada Pak Jalal. Kami menjumpai penjahat itu dan memaafkannya. Namun kami menasehatinya agar tidak lagi mencuri dan ayah memberinya pekerjaan sebagai tukang kebun di taman bunga ibu. ***