Jalan Panjang Penyembuhan Saraf Terjepit di Leher

Oleh: dr. Ayu Wulandari

Sejak tujuh tahun yang lalu, Putri (bukan nama sebenarnya) merasakan adanya beban berat pada tengkuknya. Keluhan tersebut dirasakan hingga kepala bagian belakang. Tetapi, pada beberapa kesempatan, keluhan tersebut juga dirasakan hingga kedua pundaknya, terutama sisi kiri. Beberapa temannya sering mengatakan, itu akibat tekanan darah tinggi, atau kelebihan kadar kolesterol dalam darahnya.

Putri berobat ke dokter dan setelah dilakukan pemeriksaan, tampak hasil tekanan darah Putri tidak tinggi, demikian pula dengan kadar kolesterol dalam darahnya, yang juga normal-normal saja. Berpindah dari satu dokter ke dokter lain. Putri juga mendatangi “orang-orang pintar”, namun hasilnya tidak maksimal. “Dua tiga hari enak, terus kambuh lagi”, katanya. Obat-obatnya banyak dan beragam. Begitu lamanya Putri mengkonsumsi obat-obatan, hingga kini ia sering merasa sakit pada lambungnya.

Beberapa dokter menganjurkannya untuk tidur diatas papan, hal inipun telah dilakoninya sejak tiga tahun terakhir. Bahkan, ketika akan dilamar, Putri minta suaminya untuk siap tidur diatas papan seperti dirinya.

Hari demi hari berlalu, kesembuhan yang diharapkan tidak juga datang. Malah sekarang ini, kedua pundaknya terasa lebih berat, kebas dirasakan hingga kedua lengan dan tangannya. Putri sering terbangun tengah malam, karena rasa kebas pada lengan dan tangannya, seperti darah yang tidak mengalir pada anggota tubuh Putri tersebut. Beberapa waktu Putri harus tidur dengan menjadikan tangan dan lengannya sebagai bantal. Pernah terjadi, suatu ketika Putri merasa tidak bertenaga, dia oyong dan hampir terjatuh. Tapi yang terberat adalah ketika Putri mulai kesulitan dan merasa nyeri untuk mengangkat tangannya pada posisi tertentu. “Aduh, kalau selesai buang air besar, mau nangis rasanya. Menggerakkan tangan untuk bersuci (membersihkan dubur), sulit sekali dan nyeri banget”, demikian ungkapnya.

Beberapa kesempatan, Putri mengeluhkan tentang penyakitnya ini kepada teman-temannya. Teman-temannya merasa aneh, karena sekilas Putri kelihatan baik-baik saja. Beberapa dari mereka bahkan menyarankan Putri untuk ke Psikolog atau Psikiater, karena dikhawatirkan Putri stress dikarenakan beban kerja yang terlalu berat. Putri mengikuti anjuran tersebut, tapi tetap saja tidak ada perbaikan terhadap penyakitnya. Beban kerja yang lebih ringan dari sebelumnya, malah membuat Putri jenuh dan tidak menemukan kesembuhannya. Putri mulai putus asa, ia hanya berserah diri kepada Allah Yang Maha Kuasa, “Ah, ini mungkin sudah takdirku”, demikian katanya lirih.

Hari itu seperti biasa, Putri bekerja dikantor perusahaan perbankan yang cukup baik dinegara ini. Pada saat makan siang, dalam kondisi tengkuk dan pundaknya yang semakin berat, disertai nyeri kepala bagian belakang, ia mendengar temannya sedang membicarakan istri seorang karyawan yang baru sembuh dari penyakitnya. Gejalanya hampir mirip dengannya, tetapi keluhannya hanya sebatas punggung dan kaki saja. Putri sempat menanyakan di mana istri sang teman berobat, dan ia sempat berdiskusi dengan teman kerjanya yang lain, “Tidak ada salahnya mencoba, siapa tahu ada jalan keluar”, demikian ungkap temannya. Di tengah keraguannya ia menghubungi klinik spesialis tersebut, membuat janji temu dengan dokter yang dimaksud.

Sore itu sepulang kerja, bersama suami Putri bergegas ke klinik spesialis tersebut. Bertemu dengan dokter yang dimaksud , hampir 15 menit pertama Putri menumpahkan segala kekesalannya tentang penyakit yang tidak kunjung sembuh. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter menganjurkan Putri untuk melakukan satu pemeriksaan radiologi tambahan. Putri mengeluarkan berkas pemeriksaan radiologi yang telah dilakukannya, untuk menunjukkan bahwa ia sudah melakukan banyak pemeriksaan radiologi sebelumnya. Tetapi dengan tersenyum dokter itu menjawab tegas “Ibu, pemeriksaan yang akan kita lakukan berbeda dengan yang ibu sudah lakukan, kita mau MRI Cervical, dan ibu belum pernah lakukan itu.”

Pada pertemuan berikutnya, dengan membawa hasil radiologi yang dimintakan oleh dokter, diagnosa dari penyakit yang diderita Putri sudah dapat ditegakkan. Hasil wawancara tentang keluhan, pemeriksaan fisik, ditunjang oleh pemeriksaan radiologi, dokter mendiagnosa Putri menderita suatu penekanan saraf pada lehernya, dalam istilah medis disebut Cervical Spondylosis.

Melihat hasil foto, sesuai dengan keluhan dan pemeriksaan fisiknya, dokter menyimpulkan penyakit Putri. Suatu penekanan saraf di leher yang dalam istilah medis disebut Cervical Spondylosis. Dokter menjelaskan tentang penyakit tersebut dan memberikan alternatif tindakan yang mungkin dilakukan.

Terapi dengan pengobatan, telah dilakukan Putri cukup lama dan tidak memberikan hasil maksimal. Malah, dari hasil diskusi dengan dokter, Putri telah mengkonsumsi obat-obatan dengan berlebihan, sehingga menimbulkan efek samping di lambungnya yang sering terasa perih.

Putri disarankan untuk melakukan latihan dengan fisioterapi, dan menggunakan cervical collar (penyangga leher). Mencoba selama beberapa minggu, Putri kembali ke dokter dan mempertanyakan pengobatannya, karena ia tidak melihat kemajuan dari terapi ini. Sedangkan Putri merasa penyakitnya semakin berat, sekarang bukan hanya tangan kiri, tapi kedua tangannya terasa sulit dan nyeri untuk melakukan gerakan-gerakan tertentu. Bukan itu saja, kedua tungkai dan kakinya juga mulai berat, dan ia semakin sering merasa kehilangan kekuatan ototnya, hingga oyong dan hampir terjatuh. Akhirnya dokter menggunakan alternatif terakhir dalam melakukan pengobatan terhadap Putri, yaitu pilihan tindakan operasi.

Walaupun menderita dengan penyakitnya, Putri bimbang saat mendengar alternatif operasi yang akan dilakukan oleh dokter. Putri bertanya panjang lebar tentang tindakan operasi yang akan dilakukan, dan dokter menjawab dengan sabar dan jelas, termasuk pada saat Putri bertanya “Banyak orang bilang operasi saraf seperti ini sering menimbulkan kelumpuhan, bagaimana kemungkinannya dengan saya dokter?” Dokter menjawab dengan memberi contoh, “Dahulu, nenek-kakek kita, waktu mau berangkat haji, dilepas satu kampung dengan acara perpisahan yang mengharukan. Karena perjalanannya lama -menggunakan kapal laut- dan banyak yang gugur terserang penyakit. Tetapi sekarang jauh berbeda, perjalanannya jauh lebih singkat -menggunakan pesawat terbang- dan angka mereka yang gugur dalam menunaikan ibadah haji jauh lebih kecil, karena dibantu perkembangan dunia kedokteran yang lebih baik. Jadi bu Putri, tidak perlu cemas, berdo’alah agar tindakan operasinya diberikan kelancaran. Kemungkinan lumpuh itu –dengan perkembangan dunia medis saat ini- sangat kecil.

Putri sedikit lega, walaupun demikian ia meminta waktu untuk berpikir dan berdiskusi dengan keluarga besarnya. Hampir satu minggu berlalu, Putri kembali ke dokter. Ia telah memantapkan tekadnya untuk melakukan tindakan operasi. Dokter menjadwalkan rencana operasinya dua hari kedepan.

Hari ini adalah hari penting buat Putri, tepat pukul 08.00 WIB pagi itu, ia dibawa ke kamar operasi. Oleh beberapa suster dari ruangannya, ia didorong kekamar operasi. Sesekali terngiang di telinganya, kata-kata sanak keluarga pada saat ia berdiskusi “Apa kamu yakin Put, apa tidak mencoba berobat ke Penang dulu”, belum lagi salah satu keluarganya ada yang berpendidikan medis, juga berkata “Putri, aku nggak tahu apa saraf leher itu bisa dioperasi, apa lagi kamu bilang dari depan” Galau berkecamuk dipikirannya. “Ah, ribuan keraguan boleh saja menyerang, tapi aku mau sembuh. Ya Allah tolong aku, mudahkanlah tindakan operasi ini, bantu dokterku untuk melakukannya ya Allah” Putri berdoa dengan berbisik. Tanpa terasa, Putri sampai dikamar operasi. Sang Suami, harus melepas genggaman tangannya, ketika Putri masuk ke ruang persiapan pembiusan. Ketika pembiusan dimulai, Putri masih sempat membayangkan wajah suami, anak dan kedua orang tuanya, sembari melantunkan do’a dengan berbisik.

Tersadar dari lelapnya, Putri melihat sang suami dengan setia menemani. Senyumnya memberi arti banyak buat Putri. Putri mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, ia merasa lebih ringan. “Dokter bilang, jangan banyak gerak dulu, operasinya lancar, tapi Putri masih perlu pakai penyangga leher untuk sementara waktu” demikian tutur sang suami.

Beberapa bulan berlalu, Putri sudah aktif bekerja seperti biasa. Penyangga lehernya sudah lama dipensiunkan. Rasa berat di tengkuk, kepala bagian belakang hingga ke pundaknya, sudah tidak dirasakan lagi. “Alhamdulillah ya Allah, semuanya itu tinggal mimpi buruk yang telah berlalu” demikian bisiknya.

(Penulis adalah Chief Medical Service pada Neurosurgery Spine and Pain Clinic RS Adenin Adenan)

()

Baca Juga

Rekomendasi