Dikelilingi Lautan

RI Hanya Punya 2 Alat Deteksi Tsunami

Jakarta, (Analisa). Pemerintah telah memasang 10 unit alat deteksi tsunami bernama buoy di berbagai perairan di Indonesia. Sayangnya alat yang dipasang sejak tahun 2007 tersebut kini banyak yang rusak.

"Yang masih existing sekarang tinggal dua," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya dalam konferensi pers di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (24/11/2014).

Dua unit buoy yang masih berfungsi tersebut terletak di Lautan Hindia dan di sekitar Mentawai. Tujuh unit lainnya masih berada di tengah lautan, namun kondisinya rusak sehingga tak dapat memberikan informasi deteksi dini tsunami.

"Kebanyakan kerusakan alat itu karena aksi vandalisme," ucap Andi.

Sementara menurut Wakil Menristek dan Dikti bidang Pemberdayaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pariatmono, kebutuhan buoy di seluruh Indonesia minimal 23 unit. Sebab Indonesia di kelilingi lautan dan terdiri dari berbagai lempeng bumi yang berpotensi terjadi tsunami sewaktu-waktu.

Namun Pariatmono menjelaskan, buoy bukan merupakan satu-satunya alat deteksi tsunami. Sehingga masyarakat tak perlu terlampau khawatir dengan ketiadaan buoy ini.

"Misalnya orang sakit, dites darah agar tahu penyakitnya. Memang hasil tes lebih valid, tapi itu bukan satu-satunya cara mendeteksi penyakit kan? Dokter bisa memeriksa melalui stetoskop," katanya memberikan analogi peran buoy dalam mendeteksi tsunami.

Hal tersebut, menurut Pariatmono, terbukti dari sistem deteksi tsunami yang dimiliki BMKG saat ini. Meski hanya dua buoy yang berfungsi, sistem Indonesia Tsunami Early Warning Systems (InaTEWS) milik BMKG dapat mendeteksi ada atau tidaknya tsunami pascagempa dalam waktu lima menit. Hanya saja, jika seluruh buoy berfungsi, pendeteksian tsunami akan jauh lebih cepat.

Pariatmono menjelaskan, gempa tektonik yang terjadi karena benturan antar lempeng dapat menimbulkan berbagai dampak. Di antaranya pergeseran lempeng maju dan mundur, lempeng saling menjauh atau lempeng saling berhimpit tindih-menindih.

"Nah yang menyebabkan tsunami itu ketika lempengnya saling tindih, yang satunya di bawah dan yang satunya di atas," terang Pariatmono.

Di situlah seharusnya peran buoy dalam memberikan informasi yang diterima dalam sistem InaTEWS di BMKG. Dengan adanya kerusakan tersebut, pemerintah harus melakukan perbaikan alat seharga miliaran rupiah itu.

"Itu akan diperbaiki jika anggarannya memungkinkan," kata Andi sambil tersenyum melirik Menristek dan Dikti, M Nasir yang juga hadir dalam acara tersebut.

Nasir menyatakan akan mengusahakan dana untuk perbaikan alat yang cukup vital itu melalui penghematan anggaran di sektor lain, seperti dalam pengadaan rapat.

"Kita akan usahakan (pencairan dana perbaikan buoy). Contohnya seperti saat ini, BMKG mengadakan konferensi internasional di kantornya. Ini kan sudah cukup menghemat. Penghematan dananya dapat kita alokasikan ke situ," tutur Nasir. (dtc)

()

Baca Juga

Rekomendasi