Budidaya tanaman sawit tidak selalu berbuah manis. Pasalnya, tanaman ini juga mulai terserang penyakit busuk pangkal batang (BPB) atau Ganoderma merupakan penyakit yang sulit dideteksi sejak dini. Ketika angin berhembus dan hujan turun atau pada saat penyemprotan cairan apapun, sebagian mikroba pathogen yang hinggap pada bagian tanaman yang terdapat di atas tanah dapat lepas dan jatuh ke tanah.
Mikroba tersebut tentu dapat juga mengakibatkan pembusukan pada perakaran tanaman. Penanggulangan masalah ini mulai dari tindakan pencegahan hingga pembasmian ganoderma telah banyak dilakukan, namun sampai saat ini belum terselesaikan.
Malahan jamur tersebut telah menyerang bagian atas pohon dan mengakibatkan pembusukan pangkal batang atas dan juga ke tanaman di sebelahnya. Hal ini dapat dipacu oleh aliran air, hembusan angin dan serangga ataupun hewan lain, bahkan manusia yang hinggap di tanah tersebut dapat menyebarkan penyakit ini. Bahkan kini tanaman muda yang belum menghasilkan beserta bibitannya pun telah mengalami nasib yang sama. Gejala awal tanaman terserang jamur ini sulit diketahui. Ada yang terlihat tubuh buah jamur, ada juga yang tak kelihatan.
Menurut pakar enzim Andy Wahab, biasanya setelah terserang parah, barulah muncul gejalanya. Malah tanaman yang terlihat sehat pun bisa tumbang, karena akarnya telah rusak terserang Ganoderma.
“Biasanya bagian dalam batang yang terserang dapat diketahui melalui suara ketukan pada batang tanaman. Serangan jamur ini merupakan serangan yang mematikan, walaupun mati pelan-pelan. Jika hal ini tidak diatasi, maka akan menjadi bencana nasional, karena perkebunan kelapa sawit adalah penyumbang devisa kedua terbesar setelah migas.” papar Andy Wahab.
Jamur ini sudah hidup sejak dahulu kala di hutan-hutan dan merupakan penghuni asli yang di Asia, bahkan telah dimanfaatkan nenek moyang kita sebagai obat-obatan tradisional. Sedangkan tanaman kelapa sawit merupakan pendatang yang baru sekitar awal abad ke-20 masuk ke Indonesia dari Afrika negara asalnya. Di hutan belantara sampai saat ini Ganoderma hidup bersama dengan beranekaragam jenis tumbuhan tanpa adanya masalah. Namun kini perkebunan kelapa sawit yang terawat pun malah timbul permasalahan.
Tanpa disadari pembukaan hutan dan mengubahnya menjadi lahan perkebunan, telah mengganggu habitat Ganoderma. Melalui penebangan pepohonan, meracun ataupun membakar, sebagian ganoderma akan terbunuh, sedangkan sebagian lagi bertahan hidup dan berkembangbiak. Tentu yang masih hidup harus berjuang untuk memperoleh makanan.
Awalnya ganoderma mengkonsumsi bagian tanaman kelapa sawit yang ditanam di lahan tersebut, misalnya perakaran ataupun pangkal batang bawah. Ternyata perkebunan kelapa sawit memiliki iklim dan makanan yang sesuai untuk kehidupan dan perkembangbiakannya. Menghadapi serangan ini tanaman membentuk pertahanan diri. Apabila pertahanan kurang memadai, tentu tanaman menjadi rusak.
Merasa dirugikan, manusia pun ikut mencampuri urusan pertikaian antara tanaman dan ganoderma tanpa mengetahui jelas, siapa yang terlebih dahulu menyerang dan siapa pula yang terserang. Hingga kini menanggulangi masalah ini biasa dilakukan pembasmian ganoderma secara kimiawi dengan fungisida, ada juga yang menerapkan sistem agensi-hayati dengan mikroorganisme.
Karena sistem agensi-hayati dianggap butuh waktu lama dan rumit, manusia lebih memilih pemakaian fungisida yang dianggap cepat dan mudah. Akhirnya perlakuan dengan pestisida ini sia-sia dan hanya menghabiskan uang yang sangat banyak. Selain itu tanah perkebunan pun tercemar dan tanaman kelapa sawitnya pun mati. Umumnya penanaman ulang (replanting) pada tanah yang sama juga mengalami masalah yang sama.
Mikroorganisme
Tantangan ini ternyata telah membangkitkan semangat para peneliti dari berbagai pihak untuk beralih ke sistem agensi-hayati. Kini manusia mulai sadar dan lebih memilih penerapan sistem hayati ini. Dari sejumlah mikroorganisme, ternyata jamur Tricoderma lah yang paling sering digunakan untuk mengatasi ganoderma. Ada yang mengharapkan perkembangbiakan Tricoderma yang lebih pesat, sehingga Tricoderma menang bers aing merebut tempat dari Ganoderma. Ada juga yang mengharapkan Tricoderma menghasilkan racun (toxin) yang mampu mematikan dan menghancurkan Ganoderma. Rupanya perjalanan paham sistem hayati ini juga bukan mulus. Ada yang mengeluh gagal total, ada juga yang berhasil namun kurang memuaskan.
Ketidakpuasan sistem tersebut dapat dijawab berbagai penelitian. Seperti aplikasi pupuk organik, misalnya pupuk kandang ataupun kompos yang mengandung agensi-hayati/mikroorganisme pengurai (seperti jamur, bakteri, ragi), demikian juga dengan Tricoderma yang merupakan mikroba pengurai bahan organik.
Sebagian bahan organiknya dapat diurai dan dikonsumsi mikroba ini untuk melanjutkan kehidupannya serta meneruskan perkembangbiakannya. Sedangkan sisa bahan organik yang tidak terurai bermanfaat untuk memperbaiki struktur tanah (agar tanah tidak mengeras). Yang anorganik merupakan unsur hara mineral yang dikonsumsi tanaman.
Terkontaminasi
Namun pada zaman sekarang ini umumnya tanah pertanian telah terkontaminasi residu dari berbagai bahan aktif pestisida dan bahkan mungkin telah berubah menjadi metabolit yang belum dikenal. Dibanding dengan bahan aktifnya tingkat bahaya metabolit yang terbentuk bisa berkurang dan bisa juga jauh lebih berbahaya.
Dalam kondisi terkontaminasi tentu sebagian mikroba pengurai yang menguntungkan pun akan terbunuh, mikroba yang tidak terbunuh tentu akan mempertahankan hidupnya dan berkembangbiak. Sebagian mikroba yang masih hidup tentu terus mengkonsumsi bahan organik tanah yang terkontaminasi pestisida. Sementara sebagian lagi ikut Ganoderma mengurai bagian tanaman, seperti perakaran ataupun pangkal batang. Mikroba ini dijuluki hama resisten/kebal terhadap pestisida.
Apabila kecepatan pembusukan pada perakaran muda atau bagian pangkal batang atau bagian dalam tanaman yang terurai melebihi kecepatan pertumbuhan ataupun pergantian selnya yang rusak, maka terjadilah pembusukan akar yang dapat menyebabkan tanaman tumbang ataupun mati layu. (Anthony Limtan)