Oleh: Roy Martin Simamora. Seorang Jepang pernah bilang “Tunjukkan pada saya lalu lintas sebuah negeri, maka saya bisa mengetahui bagaimana keadaan keseluruhan negeri itu!” Kalau lalu lintasnya tertib, bisa dipastikan baik segala hal di negeri itu. sebaliknya, kalau amburadul, itu jugalah isi negeri itu.”
Kalimat diatas adalah suatu contoh penggambaran situasi berlalu lintas sebuah negara. Sadar atau tidak sadar, perilaku berlalu lintas adalah cerminan dari budaya masyarakat, kalau buruk cara berlalu lintas maka buruklah kepribadian seseorang dan secara kolektif keburukan menggambarkan budaya bangsa. Ada banyak rambu-rambu yang memberi himbauan saat berkendara, seperti: “Berhenti dibelakang garis”, “Gunakan lajur kanan untuk mendahului”, “Patuhilah rambu-rambu lalu lintas” dan masih banyak lagi kata-kata nasihat yang ditujukan kepada para pengendara dijalan raya. Kata-kata nasihat tersebut jika diresapi maknanya sangat menggugah hati dan dapat menimbulkan kesadaran dalam diri setiap orang yang melintas dan membacanya.
Akan tetapi, bahasa-bahasa himbauan yang sederhana dan penuh makna menyuruh pengendara agar senantiasa berhati-hati dan tertib berkendara cuma sekedar dibaca tanpa dipahami maknanya. Maka ketidakpatuhan cenderung melekat kuat dalam diri setiap orang. Perilaku mengabaikan rambu-rambu lalu lintas ini merupakan sifat tak tahu malu dan tak mau tahu, atau memang rasa malu itu sudah tidak ada lagi. ketidakpatuhan terhadap rambu-rambu lalu lintas harus dibayar mahal dengan terjadinya kemacetan dan kecelakaan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Penyakit Akut
Pemandangan sehari-hari yang menunjukkan betapa belum terdidiknya sebagian besar masyarakat kita adalah suasana lalu lintas di jalan-jalan raya. Kota Medan dengan segudang permasalahan lalu lintas bukan lagi persoalan yang jarang didengar. Pun melanggar rambu-rambu lalu lintas sudah menjadi langganan bahkan menjadi penyakit akut yang sulit disembuhkan.
Ada sebuah kejadian yang membuat saya terheran-heran sekaligus geleng-geleng kepala. Tepatnya ketika saya sedang berhenti dilampu merah. Keheranan saya bukan karena saya takjup akan ketertiban para pengendara kendaraan dijalanan. Melainkan saya heran melihat perilaku beberapa pengendara, baik sepeda motor, mobil pribadi, angkutan umum, becak motor serta kendaraan yang lain sangat ‘gemar melawan’ rambu-rambu lalu lintas. Apalagi saat itu para pengendara kendaraan berhadapan dengan lampu lalu lintas. Namun, bukannya mematuhi aturan malah tetap saja menerobosnya. Para pengendara kendaraan cuma menjadikan rambu-rambu lalu lintas, khususnya lampu merah sebagai hiasan atau simbol semata bukan sebuah ketentuan yang harus dipatuhi.
Saya juga menemui banyak perempatan atau persimpangan jalan di kota Medan, seperti simpang Selamat Ketaren, Simpang Aksara, Jalan AH Nasution, Jalan Gajah Mada yang berdiri tegak lampu lalu lintas untuk mengatur laju lalu lintas. Kendati demikian, tak sedikit pengendara kendaraan yang tidak menjadikan hal tersebut sebagai sebuah ketentuan yang harus diikuti bersama, tetapi ketentuan yang harus dilanggar.
Tidak ada lagi pengendara kendaraan yang taat, patuh dan peduli akan rambu-rambu lalu lintas. Seenak perutnya saja melaju kencang tanpa memperdulikan keselamatan sendiri, pengendara yang lain maupun pejalan kaki. Saya melihat lampu lalu lintas yang berdiri tegak dipersimpangan jalan tidak ada gunanya. Lebih baik dicabut saja toh pengendara tetap saja menerobosnya.
Kepatuhan pengendara hanya ketika ada petugas Polantas, memakai helm, aksesoris kendaraan lengkap, tidak terobos lampu merah dan mematuhi rambu-rambu yang ada hanya karena takut ditilang bukan karena kesadaran demi keselamatan diri sendiri dan orang lain. Akibat perilaku tidak patuh itu, kemacetan dan kecelakaan tidak terhindarkan.
Simpang Selamat Ketaren misalnya, lokasi tersebut sangat berdekatan dengan lokasi Perguruan Tinggi Negeri yang mana setiap harinya mahasiswa harus berjibaku melewati lalu lalang kendaraan. Sebagian mahasiswa harus menunggu berjam-jam agar kemacetan cepat berlalu. Sudah menjadi kebiasaan setiap hari disimpang Selamat Ketaren langganan kemacetan yang tidak dapat dihindarkan. Padahal tepat disimpang tersebut berdiri tegak lampu lalu lintas. Pengendara motor, pengendara mobil serta angkutan umum tidak menggubris yang namanya rambu-rambu lalu lintas. Menyerobot, menyalip, kejar-kejaran dijalanan seakan menjadi tontonan tersendiri bagi warga kota Medan. Menerobos lampu merah seenak perutnya. Mau lampu merah atau kuning sama saja. Tetap diterjangnya. Maka tak jarang berbagai kecelakaan menimpa pengendara mobil atau sepeda motor tanpa memikirkan keselamatan diri dan bahkan keselamatan pejalan kaki pun diabaikan.
Tidak cuma itu, disimpang tersebut, kerapkali terjadi kecelakaan. Saya sendiri pernah melihat secara langsung tabrakan angkutan umum dengan pengendara sepeda motor, angkutan umum dengan pejalan kaki saat saya hendak ke kampus. Kejadian itu bermula sebuah angkutan umum melaju kencang menerobos lampu merah. Dari arah berlawanan sebuah sepeda motor juga melaju dengan kencang namun naas bukannya lolos dari maut malah menyebabkan tabrakan yang tidak dapat dielakkan. Akibat tabrakan itu, simpang Selamat Ketaren menjadi macet tak karuan.
Karena macet yang tak kunjung terurai, pengendara berteriak sambil mengumpat pengendara yang lain. Memaksa agar kendaraannya maju. Peristiwa tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi pengendara yang lain agar taat, patuh dan peduli keselamatan.
Selain itu, lampu lalu lintas yang seringkali padam dan tak pernah ada perbaikan dari pihak terkait. Melihat situasi lampu merah yang kadang padam kadang hidup ini, pengendara kendaraan lebih leluasa melaju dijalan raya. Ya, begitulah yang namanya manusia, tidak bisa menahan sabar. Aturan tetaplah aturan, kalau aturan tersebut tidak diindahkan. Yang ada nyawa melayang.
Saya juga melihat perilaku pengendara kendaraan yang sulit diubah adalah ketika memarkirkan kendaraan. Pengendara kendaraan bermotor atau mobil pribadi yang seenak udelnya memarkirkan kendaraannya ditempat-tempat yang sudah diberi tanda larangan parkir atau volume kendaraan yang sudah padat.
Sadar Berlalu Lintas
Sudah 60 tahun lebih kita merdeka, tetapi kata merdeka itu nampaknya masih jauh dari harapan. Suasana lalu lintas di kota Medan yang semakin amburadul merupakan salah satu cerminan dari ’keterbelakangan’ kita. Kesadaran masyarakat kota Medan mematuhi rambu-rambu lintas masih dipertanyakan. Sadar atau tidak sadar banyak pengendara yang melupakan hak pengguna jalan yang lain. Ini membuktikan bahwa masyarakat kota Medan belum bisa menghargai hak orang lain karena keegoisan dan individualis. Ketika berkendara dijalan raya seharusnya memprioritaskan keselamatan bersama. Bagi pengendara cuma dituntut untuk melakukan hal yang sangat sederhana yaitu mentaati aturan lalu lintas.
Ketika mengemudikan kendaraan dijalanan ada baiknya mematuhi rambu-rambu lalu lintas seperti marka jalan dan lampu lalu lintas. Disamping itu, untuk pemko kota Medan dibutuhkan perencanaan yang matang untuk mensinergikan fasilitas pejalan kaki dengan moda transportasi dan fasilitas pendukung lainnya, seperti lampu lalu lintas, tempat parkir dan pemberhentian angkutan umum.
Memang untuk menertibkan seluruh kendaraan di kota Medan ini tidaklah mudah. Dibutuhkan peran serta dan kesadaran dari masyarakat untuk mendukung kerja Dinas Perhubungan Kota Medan serta Satlantas Kota Medan sehingga tercipta suasana yang aman dan nyaman dalam berlalu lintas.***
Penulis adalah Alumni Universitas Negeri Medan, tinggal di Medan