Faktor Hebat Generasi Sahabat

Oleh: Islahuddin Panggabean. Ada suatu fenomena yang unik dan menarik yang pantas dijadikan perhatian dan bahan pikiran bersama untuk kaum muslimin saat ini. Fenomena itu ialah bahwa jika dilihat dan dipikirkan bahwasanya saat ini jarang sekali ada generasi yang hebat minimal mendekati generasi sahabat Nabi. Memang tercatat dalam sejarah bahwa Islam pernah melahirkan suatu generasi menakjubkan yakni generasi sahabat Nabi. Yakni generasi pilihan dalam sepanjang sejarah Islam ataupun Manusia. Di mana orang-orang besar dan mulia berkumpul di satu generasi. Allah Yang Maha Bijaksana lah yang memilih generasi terbaik itu.

Bila dibandingkan dengan kea­daan ummat sekarang, yakni dengan banyaknya pesantren, Universitas maupun Lembaga-lembaga Islam lainnya, harusnya potensi untuk menciptakan suatu generasi yang minimal berkehendak (mau) untuk menyamai generasi sahabat ada dan sangat besar. Ini lah fenomena unik yang patut dipikrkan bersama.

Jika melihat dari sumber “Keber-Islaman” ummat hari ini dengan generasi sahabat, tidak ada yang berbeda. Al-Quran yang merupakan kalam Allah yang terjaga masih ada di tangan ummat saat ini. Persis, tidak ada secuil pun perubahan dengan yang ada pada generasi terdahulu. Begitu juga Hadist, Kisah atau Siroh Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam , masih ada dan terang. Yang tidak ada hanyalah fisik Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam saja.

 Hal itu tak dapat dijadikan alasan, karena Islam merupakan rahmatan lil ‘alamin bukan rahmat lil kaum ketika Nabi hidup saja. Ummat bisa mengambil hikmah dari momen kematian Rasulullah , saat Abu Bakar mengungkapkan bahwa Islam tidak­lah ‘habis’ ketika Nabi meninggal dunia. Karena Yang Disembah hanyalah Allah. Nah, tentunya ada beberapa faktor kunci, apa yang dapat melahirkan generasi hebat seperti generasi sahabat yang diung­kap oleh Sayyid Quthb dalam kitab­nya Ma’alim fi Thoriq, antara lain

Faktor Pertama , sumber rujukan utama generasi itu ialah Al-Quran.

Generasi sahabat lahir bukan pada saat tidak ada peradaban, budaya dan sebagainya. Ketika itu terdapat peradaban Romawi dan budayanya,ada peradaban Yunani dengan filsafat dan seninya, ada Persia dan peradaban-peradaban lain seperti India dan Cina. Namun Rasulullah saw. dalam membentuk, mengkader generasi sahabat dengan ‘mensterilkan’ mereka dari sumber lain dan merujuk utama kepada al-Quran. Ini terlihat dari peristiwa ketika Rasulullah saw marah kala Umar bin Khattab ingin mengambil rujukan utama dari sumber lain.

Ini tak berarti Islam itu eksklusif. Apalagi seakan mengharamkan mengambil hikmah dari orang lain. Namun, masalah rujukan utama haruslah digunakan al-Quran. Karena dalam al-Quran terkandung manhaj Ilahi yang akan membentuk generasi yang bersih hatinya, akalnya, dan jiwanya dari segala pengaruh lain.

Kalau kita menilik saat ini, sumber rujukan utama ummat Islam sudah bercampur dengan filsafat Yunani, logika mereka, legenda Persia, Israiliyat Yahudi dsb, Dalam menafsirkan al-Quran menggunakan cara Yahudi dsn.. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ‘output’ dari ummat Islam saat ini berbeda. Hal ini disebabkan jauhnya Ummat dengan al-Quran itu sendiri dan Sunnah sebagai satu penjelas darinya.

Faktor Kedua, yakni Generasi Hebat Sahabat membaca al-Quran/ belajar Islam bukan untuk sekadar ingin tahu dan sekadar membaca, atau menambah ‘gelar’ atau kepin­taran. Namun, mereka mempelajari untuk mengamalkan demi perbaikan hidup pribadi, masyarakat dan sebagainya.

Mereka ibarat tentara di medan perang yang menerima ‘perintah harian’ yang segera dilaksanakan demi kemenangan. Dalam hadist Ibnu Masud terlihat bahwa para sahabat cukup mempelajari al-Qur’an sepuluh ayat pada setiap kesempatan dan beralih ke selan­jutnya setelah melakasanakan isinya. Rasa untuk menerima perintah dan mengerjakan inilah yang jarang diterapkan oleh Ummat Islam saat ini. al-Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur juga menyiratkan secara jelas bahwa ajaran Islam begitu realistis dan solutif. Ketika ada suatu problem maka turun ayat. Inilah sinyal bahwa konsep Islam ialah ilmu dan amal. Konsep mem­pelajari untuk dilaksanakan dan dia­malkan inilah yang juga meru­pakan faktor pendukung generasi hebat.

Ini bukan berarti menafikan keuta­maan ilmu dan pemiliknya , karena Ilmu dan pemiliknya memili­ki tempat mulia dalam Islam. Namun, yang menjadi tekanan ialah bahwa ilmu yang sudah didapat hendaknya berpengaruh terhadap amal. Kalau ditilik bagaimana kaum kafir (orien­talis) juga mempelajari Islam bahkan tak jarang para orientalis lebih tahu akan suatu hukum Islam daripada kaum muslimin sendiri.

Akan tetapi, kaum orientalis tidaklah ‘menga­malkannya’ dengan masuk Islam , niat mereka hanya tahu untuk dicari kesempatan untuk membuat isu tidak benar tentang Islam.

Faktor Ketiga, pada generasi ter­dahulu, ketika mereka masuk Islam, akan melepaskan seluruh kejahilian masa lalunya dan memulai era baru. Jika suatu saat mereka terperdaya oleh nafsu atau kembali melakukan kebiasaan dahulu, maka saat itu mereka langsung merasa berdosa dan bersalah. Lalu mereka pun menyu­cikan diri dan berusaha berjalan sesuai dengan petunjuk al-Quran.

Ada pemutusan emosional secara total antara masa lalu kejahiliannya seorang muslim dan masa kini keislamannya. Namun, bukan berarti tidak bermuamalah, karena hal ini tentunya berbeda. Mereka mele­paskan kaitan dari situasi dan kondisi jahiliah, tradisinya, pola panda­ngannya, kebiasaannya dan ikatan-ikatannya untuk kemudian memulai hidup baru bersama Islam.

Pola Perkaderan

Oleh karena itu, dalam ‘perka­deran’ setiap pribadi muslim , hendaknya kembali kepada sumber murni ialah al-Quran tanpa tercemar dengan sumber lain seperti filsafat Yunani, Israiliyat Yahudi dan sebagainya. Selain itu, hendaknya dibangun kembali rasa serta sikap menerima untuk dilaksanakan dan diamalkan bukan sekedar tahu. Karena dengan mengamalkan akan dirasakan sendiri keindahan-keinda­hannya dan juga sebagai ‘magnet’ bagi ilmu yang belum dipelajari. Kemudian, seharusnya berusaha membersihkan diri dari tekanan masyarakat jahiliah, pola pandang, tradisi, dan jahiliah-jahiliah lainnya.

Perkaderan akan melahirkan keluaran. Input dan proses akan mela­hirkan ouput. Dan semoga proses perkaderan ummat saat ini dapat mengeluarkan generasi yang hebat minimal mendekati generasi sahabat melalui faktor-faktor hebat dari generasi hebat yang diungkap­kan oleh Sayyid Quthb di atas. Aamiin. Wallahu musta’an.

()

Baca Juga

Rekomendasi