Kasih Ibu Mengalir Bagaikan Air ke Telaga Bening

Oleh: Hotma D.L. Tobing

Mengapa kita tidak bisa melupakan ibunda tercinta? Karena setiap kita pasti sadar, bahwa ibunda telah memberikan kasih tiada henti kepada kita anak-anaknya. Ketika kita masih berada dalam rahimnya selama lebih kurang sembilan bulan. Syahdan kita pun selalu berada dalam pangkuannya. Kita diutamakan dan diistimewakan dalam denyut  kehidupan hingga kita menjadi dewasa.

Menyebut Ibunda Berbeda-beda

Setiap orang menyebut ibu dalam lafal yang berbeda di berbagai tempat. Ada yang menyebut mama, mamie, ibu, inang, bunda, bundo, omak dan lain-lain. Ada yang menyebut oku san. Di keluarga saya,  sebutannya berbeda pula. Saya dan abang saya menyebut inong. Kakak saya nomor 4 menyebut uma. Teman saya Banda yang tinggal di Kruenggeukueh-Lho Seumawe memanggilnya emak. Teman saya Amani Faek putri Mesir yang pernah menjadi sahabatku, menyebut ummi. Sahabatku Noorhasanah binti Kusnin, asli kelahiran Perak yang tinggal di Kuala Lumpur menyebut ibunya : bonda. Bagaimana anda memanggil ibunda tercinta? Anda mungkin menyebutnya berbeda atau sama dengan yang saya sebutkan.  

Masihkah kita ingat, ketika kita duduk di bangku taman kanak-kanak sering kita diajak para ibu guru untuk menyanyikan lagu tersebut sebagai wujud cinta kasih kita terhadap seorang ibu yang melahirkan kita ke dunia. Ibu merupakan sosok yang sangat kita cintai dan kita hormati. Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah. Terkadang kita sebagai anak sering menyakiti secara tidak sengaja baik secara lisan maupun perbuatan. Di era globalisasi kini juga unik. Disamping banyak insan menyayangi ibunya, malah ada juga yang membenci ibu yang melahirkannya bahkan memenjarakannya. Entah dengan memasung ibunya dengan seabrek kegiatan sehingga ibunya tidak bisa pergi kemana-mana? Sehingga sang ibu mengurusi semua tetek bengek bahkan lebih berat dari pekerjaan pembantu. Sementara kita orang dewasa  asik dengan keasikannya dan sibuk dengan kesibukannya. Bahkan ada juga yang mengadukan ibunya ke pengadilan dan akhirnya dipenjarakan.

Lalu  seberapa dalamkah cinta ibu kepada anak-anaknya? Seberapa dalamkah cinta ibu kita kepada kita? Masing-masing kita pasti merasakannya. Kalau ada insan lain yang bertanya, mungkin anda akan menceritakannya sejam, sehari atau semalam. Beruntunglah kalau kita mendapatkan kasih sayang dari ibu tercinta. Kalau tidak, bagaimana pula? Sebab ternyata tidak semua orang dapat merasakan ketulusan kasih ibunya. Dalam pertemuan saya (sebagai “paniroi” remaja) dengan beberapa remaja di lingkungan gereja melaporkan  bahwa tidak  semua mereka merasakan kasih sayang dari ibu mereka. Para Ibu sibuk terus dari pagi sampai sore bahkan malam. Hari libur juga ayah dan ibunya sibuk di “paguyuban”. Sebaliknya Fitri, teman saya sekantor memaparkan, bahwa sebelum tidur, dia senantiasa bercerita dan atau mendongeng kepada anak-anaknya. Sebelum tidur mereka berdoa bersama. Saya yakin anak-anaknya akan bertumbuh berkembang menjadi anak yang saleh dan soleha.

Dalam bukunya Iris Krasnow bertajuk Whoever  You Are, I Love You, Mom, terbitan PT. Serambi Ilmu Semesta, terjemahan Rahamani Astuti yang telah dicetak ulang sampai enam kali, saya membaca kisah dari 116 anak perempuan terhadap ibu mereka. Di sini diceritakan tentang ibu yang menyayangi ibunya, ibu yang membenci ibunya, Merengkuh Ibu TERcinta, Menikmati Masa Tua Bersama-sama. Hubungan antara  anak perempuan dewasa dan  ibunya memang unik, apalagi sang anak sudah berkeluarga. Cerita-cerita di setiap halaman buku ini murni, mencengangkan dan benar-benar terjadi. Buku ini memuat banyak cerita penuh cinta, seperti Juanita seorang anak perempuan di usia enam puluhan yang tidak pernah  meninggalkan rumah ibunya, menjadi perawatnya sampai sang ibu meninggal karena penyakit Alzheimer’s. Itu baru satu cerita. Masih banyak lainnya. Penulis  Iris Krasnow menantang setiap anak perempuan setengah baya yang masih marah kepada ibunya untuk mempertimbangkan ini : Apa gunanya kebencian masa lalu untuk  ibu Anda,  anak anak Anda, untuk  pasangan atau untuk  orang lain yang Anda kenal?

Memperingati Ibunda di Tanggal nan Berbeda

Kita menyadari peranan ibu yang begitu besar itulah hampir di seluruh penjuru dunia memiliki Mother’s day atau Hari Ibu versinya masing-masing. Di Indonesia sendiri, hari Ibu itu diperingati pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya. Mengapa harus tanggal 22 Desember? Dan dari djamandoeloe.com yang saya kutip,  memaparkan sejarah mengenai hari Ibu yang ada di Indonesia dan juga di beberapa negara lainnya.

Di Indonesia, peringatan ini berawal dari sumpah pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928. Hal tersebut membakar semangat pergerakan wanita Indonesia untuk menyelenggarakan kongres perempuan Indonesia yang pertama di Yogyakarta. Kongres tersebut dilakukan pada 22 Desember 1928 di Gedung Mandala Wanitatama yang terletak di Jalan Letjend Adi Sutjipto atau lebih dikenal sebagai Jalan Solo. Pada dasarnya kongres itu bertujuan kepada peranan wanita pada saat itu, yakni bahwa perempuan bukan hanya sebagai makhluk cantik yang cuma bisa duduk manis namun mampu mengambil bagian dalam pergerakan nasional. Kongres ini berhasil membentuk badan federasi organisasi wanita yang mandiri dengan nama “Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia” disingkat PPPI.

Penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu baru ditetapkan pada saat kongres wanita ke-3 yang diadakan di Bandung pada 22 Desember 1938. Penetapan tanggal ini bertujuan untuk menjaga semangat kebangkitan wanita Indonesia secara terorganisasi. Dan pada tahun 1946 PPPI berubah nama menjadi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), nama tersebut dipakai hingga sekarang.

Presiden Amerika, Woodrow Wilson pun menyatakan bahwa Minggu kedua bulan Mei adalah Hari Ibu yang patut dihormati dan dirayakan untuk menghargai jasa seorang Ibu. Ia pun meresmikan Hari Ibu itu pada tahun 1910 dan mulai diproklamasikan kepada seluruh warganya pada 8 Mei 1914.  Arkian, di Thailand, hari Ibu diperingati setiap tanggal 12 Agustus sebagai penghormatan atas hari kelahiran Ratu Sirikit. Pada hari itu, seluruh rakyat Thailand menaikkan bendera dan menghiasi rumah mereka dengan foto sang Ratu sebagai ungkapan kesetiaan terhadap beliau.

Ibu Kita Dewasa Ini

Hari Ibu merupakan hari dimana kaum perempuan dimanja dan mempunyai kebebasan dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Kongres berikutnya diadakan di Jakarta dan Bandung. Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.

Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Dan Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.

Dewasa  ini seorang ibu tak jarang menjadi tulang punggung keluarga. Banyak para wanita-wanita perkasa diluar sana yang berprofesi sebagai tukang parkir, ojek keliling, tukang becak, bahkan buruh kasar mengangkut barang-barang berat. Bahkan kondektur metro mini di stasiun bus Pasar Inpres Senen. Mereka adalah perempuan-perempuan perkasa. Ada juga wanita-wanita karier yang memiliki anak namun tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Menyiapkan persiapan  bekal sekolah buat anaknya. Ibu adalah karunia dari Tuhan yang sangat luar biasa. Ia bangun kala malam dan menyediakan makanan untuk seisi rumahnya. Ibu kita adalah isteri yang cakap dan siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga daripada permata. Selamat Hari Ibu para wanita-wanita perkasa di seluruh pelosok Nusantara. Terimakasih atas kasih sayangmu terhadap kami anak-anakmu. Mauliate ma inang pangintubu,  di holongmi  na mansai bagas, mabaor songon batang aek. (Terima kasih ibu. Kasihmu tiada henti, mengalir bagaikan air ke telaga bening). ***

()

Baca Juga

Rekomendasi