Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

Mengemas Potensi Kota Medan dengan City Branding

Oleh: Edrida Pulungan SE., S.Pd., MHi. Sudah tau kota Medan”. Itulah Bahasa kata-kata yang terbaca jelas di bagian belakang kaus khas Medan yang dipakai se­orang anak muda di sudut bandara Kuala­namu Airport yang sempat saya lihat bulan lalu dalam perjalanan soft launching buku saya menuju Brunai Darussalam, salah satu kota ASEAN yang termasuk nyaman, bersih dan indah. Pemandangan tersebut tentu menarik dan melahirkan inspirasi tentang branding suatu kota sebagai promosi berjalan tanpa kita sadari. Memang setiap kota selalu punya khas dan kita tentu senang jika bisa mengenal kota-kota di Indonesia yang semakin berlomba dan bergeliat menunjukkan kekhasan dan jati dirinya agar tumbuh sebagai kota yang maju, sejahtera, kreatif, berbudaya serta humanis.

Nah Kota Medan adalah kota pertama yang akan saya ulas karena berada diujung Sumatera dan saya hampir menghabiskan sepuluh tahun tinggal di kota ini saat menempuh pendidikan di dua kampus negeri ternama di Medan yakni kampus Universitas Sumatera Utara dan Kampus Universitas Negeri Medan. Medan dikenal juga sebagai Tanah Deli dimana budaya masyarakat Melayu berakar dan tumbuh. Medan juga termasuk kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya.

City branding dipahami sebagai sarana baik untuk mencapai keunggulan kompetitif dalam rangka meningkatkan investasi ma­suk dan pariwisata, dan juga untuk mencapai pembangunan masyarakat, memper­kuat identitas lokal dan identifikasi warga dengan kota sekitar.

Pembangunan kota memang tidak melulu hanya membangun fisik dan infrastruktur serta pencitraan yang baik. Namun juga mem­bangun masyarakat yang ada didalam­nya dengan perubahan paradigma kesadaran sebagai penghuni kota dan bagian dari ma­syarakat yang berperan serta dan turut ber­tanggung jawab memelihara dan men­jaga kotanya.

Tren yang ada saat ini adalah setiap dae­rah dan kota bersaing menonjolkan identi­tasnya, mengemas potensi daerah yang dimiliki sedemikian rupa sehingga berbeda dari kompetitornya. Hal ini sejalan dengan amanatUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yaitu meningkat­kan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Amanat dari peraturan tersebut erat kaitan­nya dengan marketing atau pemasaran dan semakin didukung dengan perkembangan entrepreneurial city.

Tentu saja komponen triple helix antara masyarakat, swasta dan pemerintah harus bisa berjalan beriringan bersama. Sejenak kita harus merasakan imajinasi sosiologis dalam suatu kota dengan penghuni didalam­nya dan membaca kembali kebutuhan masyarakat, wajah serta tubuh kota sebagai rumah yang meraka huni untuk tinggal, bekerja dan mengaktua­lisasikan karya.

Lalu apakah yang menarik dari Kota Medan? Inilah beberapa sisi-sisi pesona kota Medan yang bisa dijadikan acuan menge­mas kota dengan city branding;

Kota dengan Warisan Arsitektur Bersejarah

Perjalanan terbentuknya Kota Medan memiliki nilai perjuangan dan perkem­ba­ngan sosial budaya masyarakat dengan ber­bagai peninggalan berupa artefak, bangu­nan yang mengandung karakter khas lokal ber­nilai sejarah serta nilai pengetahuan yang tinggi baik dari ciri khas arsitektural yang sangat berguna dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kajian sejarah maupun pertumbuhan perekonomian Kota Medan.

Berdasarkan buku Deli: In Woord en Beeld ditulis oleh N. ten Cate menjelaskan Kota Medan telah menjadi kota perda­gangan yang indah dan jaya dengan sebu­tan“Parijs van Sumatera”. Sisa-sisa dari wujud nyata julukan tersebut masih terekam dalam wujud fisik bangunan-bangunan yang berdiri kokoh hingga kini dan telah berumur lebih dari setengah abad bahkan beberapa bangunan telah berumur lebih dari seratus tahun. Medan adalah kota yang kaya dengan hasil pertanian dan perkebunan. Hal itu bisa dilihat dari berbagai sisa peninggalan perusahaan perkebunan yang masih berdiri dan tersisa. Bangunan-bangunan tersebut terekam bersama sejarah perkembangan Kota Medan, meskipun sebagian dari ba­ngunan-bangunan tersebut telah diro­bohkan dan musnah dengan cerita yang tidak bisa lagi kita unggah. Tinggal kena­ngan, kota bergeliat dan kehilangan jati dirinya.

Beberapa bangunan peninggalan masa lalu yang kental dengan kekayaan budaya dan arsitektur bangunan bersejarah diantara­nya Gedung Kantor Pos, Gedung London Sumatera (Lonsum), Masjid Raya Al Mashun, Masjid Raya Al Osmani, Tjong A Fie Mansion, Istana Maimun, Menara Tirtanadi, Gereja Katedral Santa Maria, Gereja Immanuel, Kuil Shri Mariamman, RS Pirngadi, RE Elisabeth, Museum ABRI, RS Pirngadi, Vihara Gunung Timur, Museum Negeri Medan, Inna Dharma Deli Hotel, RS Tembakau Deli.

Jika mampir ke Medan maka bisa mengun­jungi tempat–tempat ini, banyak bangunan bersejarah yang dibangun di masa kolonial Belanda. Permasalahan yang ke­mu­dian mun­cul adalah kondisi bangunan dan kawasan bersejarah baik secara kuanti­tas maupun kua­litas semakin menurun ditin­jau dari segi arsi­tektur, segi konstruksi serta segi fungsi bangu­nan karena adanya tekanan nilai ekonomis yang mendorong terjadinya alih fungsi.

Sebagai contoh yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia dengan mengemas Kota Sejarah George Town di Penang sebagai “the city of living culture”, contoh city brand yang fokus menjadikan kota itu kota bersejarah dan sebagai destinasi wisata.

Tentu Medan juga kota yang kaya akan heritage berupa bangunan bernilai sejarah yang berpotensi menarik wisatawan justru tidak terkelola dengan baik. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, bangunan bernilai sejarah telah beralih fungsi atau bahkan dihancurkan. Padahal menurut Kearns dan Philo (1993), kemungkinan promosi sebagai bagian dari pemasaran daerah juga bisa dilakukan melalui seni, festival dan daya tarik kebudayaan. Baik festival musik, sastra, kuliner, fashion dan lain sebagainya.

Saya terinspirasi kelak di Medan akan diadakan festival Writers dan Readers yang bertujuan mengembangkan literasi budaya yang mampu mengangkat sastra dan budaya di Medan seperti yang telah berhasil dilaksa­nakan di Ubud (Bali) dan Makassar yang mengundang simpati banyak masya­rakat lokal dan internasional sehingga lebih mengenal kota tersebut. Bukankah kita memiliki banyak sastrawan dari Sumatera Utara seperti Chairil Anwar, Sutan Takdir Alisyahbana, Armin Pane, Sanusi Pane dan sastrawan lainnya.

Medan juga bisa jadi kota kreatif dan menghangatkan kembali khazanah sastra dan budaya lokal dengan rebranding seperti yang pernah terjadi di Inggris dimana “city of Bradford”di Inggris berhasil dengan rebranding dengan mengubah image dari sebuah kota industri yang kotor dan tua melalui kekayaan heritage yang dikombi­nasikan dengan ide-ide baru dan kreativitas (Trueman et al. , 2004)

Namun jika Kota Medan ingin mela­kukan rebranding seperti apa yang dilaku­kan oleh city of Bradford melalui peman­faatan heritage bukanlah perkara mudah. Penyebabnya adalah sesuai dengan apa yangdikatakan oleh Hatz dan Schultz (2001), bahwa penciptaan brand sebuah kotaakan sangat sulit karena merujuk pada interaksi tiga variabel yaitu visi, budaya dan image yang perlu disejajarkan dalam rangka menciptakan brand yang kuat.Akan tetapi kota dengan sebuah new brand yang terintegrasi dengan baik dengan semua potensi dan kekhasan kota yang alamiah maupun yang sengaja diciptakan untuk membuat suatu heritage.

Kota Bisnis, Perdagangan dan Investasi

Kota Medan merupakan kota perdaga­ngan dan hubungan penerbangan interna­sional terpentingyang menghubungkan kota-kota di Pulau Sumatera ke negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand, sehingga bukan sesuatu yang berlebihan jika menyebutkan kota ini sebagai pintu gerbang Indonesia di bagian barat yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian utara. Kota Medan adalah kota multietnis yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara.

Medan memiliki peran penting dalam konstelasi ekonomi Pulau Sumatera. Karena sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Kota Medan mengalami dinamika pesat yang ditandai dengan pertambahan pendu­duk yang tinggi serta laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Menurut data BPS, Kota Medan memiliki laju pertum­buhan ekonomi dengan tren positif dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2007–2011), berdasar harga konstan tahun 2000 rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Medan sebesar 6.865 persen, di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun yang sama yaitu sebesar 6.29 persen. Sebuah prestasi pada sektor ekonomi yang cukup memba­nggakan. Dalam hal peran suatu sektor dalam menunjang perekonomian daerah di Kota Medan dapatdilihat dari data PDRB menurut lapangan usaha.

Apalagi kota Medan sudah memiliki bandara internasional Kualanamu Airport (KNIA) dengan luas terminal penumpang yang dibangun di lahan seluas 6,5 hektare dengan fasilitas area komersial seluas 3,5 hektare dengan fasilitas kargo seluas 1,3 hektare. Bandara Internasional Kualanamu memiliki panjang landas pacu 3,75 km yang cocok untuk didarati pesawat sebesar Boeing 747 dan mempunyai 8 garbarata. Walaupun fasilitasnya belum terpasang, bandara ini sanggup didarati oleh pesawat penumpang. Bandara ini mulai beroperasi 25 juli 2013 menggantikan bandara Polonia yang sudah beroperasi selama 85 tahun.

Bandara KNIA sebagai bandara keempat di Indonesia yang bisa didarati Airbus A380 selain Bandar Udara Internasional Hang Nadim, Bandar Udara Internasional Ngurah Rai dan Bandar Udara Internasional Soe­karno-Hatta. Tentu infrastruktur bandara merupakan salah satu akses yang mem­perkuat konektivitas lintas barang dan jasa menuju kota Medan sehingga sektor bisnis dan perdagangan akan semakin menggeliat dan tumbuh.

Pembangunan bandara tersebut ada­lah gerbang membuka diri untuk pintu bisnis, perdagangan dan investasi. Pemerintah yang jeli dan selalu berpikir keras untuk melihat dan memanfaatkan peluang bisnis dan investasi yang muncul dalam upaya memakmurkan dan me­ning­katkan kua­litas hidup masyarakatnya.

City Branding

Secara definisi, City Brand adalah indentitas, symbol, logo, atau merk yang melekat pada suatu daerah. Dalam hal ini pe­merintah daerah harus mampu mem­bangun brand (brand building) untuk da­erahnya, tentu yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang menjadi target daerah tersebut.Oleh karena itu sebuah daerah atau kota membutuhkan brand yang kuat.

Di sektor publik, diakui atau tidak, de­ngan penerapan otonomi daerah dan se­makin nyata serta meluasnya trend glo­balisasi saat ini, daerah pun harus saling be­rebut satu sama lain dalam beberapa hal antara lain Perhatian (attention), Pengaruh (influence), Pasar (market), Tujuan Bisnis & Investasi (business & investment destination), Turis (tourist), Tempat tinggal pen­duduk (residents), Orang-orang ber­bakat (talents), dan Pelaksanaan kegiatan (events).

Kota memang harus berbenah dan memiliki mengenali keunggulannya sendiri, apalagi gerbang Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah hitungan hari me­nuju 2015. Letak Medan yang stra­ta­tegis dengan potensi wisata, konektivitas dan city branding akan menjadi kekuatan kota apalagi ditambah dengan pendekatan pemasaran daerah melalui city branding. Sebuah brand beserta logo yang mewakili karakteristik penduduk yang welcome terhadap pengunjung dan diharapkan mam­pu memberikan manfaat seba­gai­ma­na filosofisnya yaitu menarik kun­ju­ngan wisatawan, nilai investasi atau relokasi pen­duduk untuk tinggal menetap di Ko­ta Medan.

City branding menurut pendapat ber­bagai ahli merupakan tindakan menjual image kota yang telah terbentuk. Setelah kota memiliki image maka branding se­lanjutnya berperan untuk menum­buh­kan, mempengaruhi persepsi orang lain me­nge­nai image kota itu sendiri. Dengan kata lain, upaya menciptakan kota sesuai dengan brand yang dipilih karena city branding berfokus pada menciptakan per­sep­si orang mengenai kota dan mem­ben­tuk kota seperti image yang ditetapkan dengan upaya-upaya tertentu.

Tantangan utama dalam citra kota berada sekitar persoalan bagaimana untuk membentuk suatu ‘payung’ citra kota yang berkoherensi dalam ragam lintas area yang berbeda dari kegiatan dengan beragam target pengguna, namun di saat yang sama membentuk komunikasi citra kota yang sektor-spesifik. Karena setiap kota memiliki kekhasan yang berbeda dengan setiap komponen didalamnya yang berpenetrasi antara satu dan lainnya yang biasanya terefleksikan pada kesan ruang tersebut (Florek et al., 2006).

City branding dapat dikatakan sebagai strategi dari suatu kota atau wilayah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak target pasar mereka, seperti layak­nya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga kota dapat dikenal secara luas baik regional ataupun global. Untuk kon­teks Indonesia, jauh sebelum konsep city branding muncul, sudah banyak kota yang telah memiliki positioning jati diri kuat yang dapat dianggap sebagai cikal bakal sebuah citra (branding). Contohnya Kota Bandung sebagai ‘kota kembang’ atau ‘paris van java’. Kota Yogyakarta di­po­sisikan sebagai ‘kota pelajar’ atau ‘kota bu­­daya’ dan Kota Denpasar sebagai ibu­kota Provinsi Bali sebagai ‘pulau dewata’.

Nah Bagaimana dengan Kota Medan? Selama ini yang kita dengar city branding Medan adalah “ Ini Medan Bung” terkesan ada nuansa arogans dan superior, se­olah setiap orang yang datang ke kota ter­sebut seolah harus tahu “budaya” Me­dan jika singgah di kota Medan. Memang Kota Medan secara resmi menggunakan bran­dlogo beserta tag line “This is Me­dan”, sebagai city branding yang bertu­juan menarik minat wisatawan dan inves­tasi di Kota Medan yang dimulai pada bulan Januari 2012. Meskipun belum ada peraturan formal yang dijadikan sebagai dasar hukum dalam menetapkan logo dan tag line tersebut sebagai city branding Kota Medan, namun aktivitas promosi pa­riwisata di Kota Medan menggunakan logo dan tag line tersebut sebagai salah­satu perangkatnya. Namun sebaik­nya ditinjau ulang lagi, Mungkin 2015 tahun yang baik seiring dengan hangatnya sua­sana euphoria masyarakat ekonomi ASEAN. Medan sangat dekat dengan Malaysia, Singapura dan Thailand dan bisa dijadikan destinasi kota jika bisa bersaing dengan kota-kota yang berada di kota beberapa negara ASEAN tersebut.

Untuk itu city branding kota Medan perlu diubah menunjukkan nuansa ramah, humanis dan nyaman. Sebuah city branding harus jujur sehingga communicated identity sesuai dengan actual identity. Artinya merk kota (city branding) harus mam­pu mencerminkan kekhasan, ke­uni­kan dan identitas kota itu sendiri secara alamiah kepada masyarakat dan para pengunjung yang datang ke kota Medan. Disatu sisi Pemerintah Kota juga harus fokus pada keterlibatan stakeholder dan pebaikan lingkungan secara fisik. Karena Kota Medan juga masih perlu dibenahi agar hijau dengan membuat ruang-ruang publik yang terbuka hijau seperti taman-taman kota. Mensosialisasikan hidup ber­sih dan sehat dengan membuang sampah pada tempatnya.

Untuk membangun city branding Kota Medan maka diperlukan suatu peren­ca­naan pembentukan citra yang lebih mendalam untuk mewujudkan city branding yang optimal. Secara umum terdapat tiga karakteristik dalam fase city branding yang sedang berkembang, yaitu subs­tan­si citra, konsumen citra dan bagaimana citra dapat dikonsumsi.

Tiga karakteristik ini perlu diako­mo­dasi oleh perencanaan citra yang kuat. Da­ri tiga tahap sekuensial yang perlu di­pe­nu­­hi untuk menghasilkan brand yang kuat, terdapat tahap yang mendasar yaitu mengidentifikasi elemen pembentuk city branding.

Secara subtansi “Ini Medan Bung” belum mampu mengintegrasikan ciri khas kota yang ramah, humanis dan terbuka. Jadi perlu meninjau ulang kembali city branding kota Medan itu sendiri dengan membuat semacam FGD (Focus Group Discussion) dan mengundang para sejara­wan, budayawan, akademisi, teknokrat un­tuk mendiskusikan dan membahas serta mengkaji ulang city branding kota Medan dan kemudian membentuk tim khusus untuk city branding.

Kedua, harus memahami siapakah kon­sumen dari pencitraan kota, apakah masyarakat kota Medan, wisatawan lokal dan asing, investor, dan lain sebagainya. Sehingga bisa memenuhi kebutuhan dari konsumen tersebut.

Ketiga, bagaimana citra di konsumsi tentu terlihat dari seberapa banyak masya­rakat kota Medan merasa nyaman, puas dan bangga tinggal di Kota Medan. Hal itu juga akan berdampak pada kesadaran ma­syarakat untuk menjaga dan meme­lihara kelestarian dan kebersihan kotanya dan memiliki sikap baru yang tumbuh yak­ni “sadar wisata” (sense of tourism awa­reness). Hal ini sangat berefek kepada pro­mosi wisata di kota Medan yang kelak juga dinikmati oleh masyarakat kota dan dengan sendirinya meningkatkan penda­patan daerah. Bagaimana para masya­ra­kat, pengusaha dan Bapak Walikota Medan tercinta, mari berbenah. Salam inspirasi. ***

Penulis menetap di Jakarta asal Medan, Public Speaker dan Penulis 14 Buku, Mahasiswa S2 Fisip Universitas Indonesia dan staf khusus sekjen DPR RI

()

Baca Juga

Rekomendasi