Oleh: Hodland John Tiar Hutapea. Oleh masyarakat dunia, tanggal 14 Februari telah ditahbiskan sebagai puncak perayaan Hari Kasih Sayang atau Valentine's Day. Hari yang identik dengan hari yang penuh dengan cinta dan kasih sayang ini telah menjadi tradisi yang selalu dirayakan oleh sebagian besar manusia penghuni Bumi ini.
Perayaan Valentine's Day, terutama oleh kaum muda remaja, dijadikan momen yang sangat spesial untuk mereka melabuhkan cintanya kepada sang dambaan hati. Valentine's Day adalah saat yang tepat untuk mengayun perasaan menuju persinggahan cinta kepada kekasih yang sekian lama diidamkan.
Hari Kasih Sayang merupakan kesempatan bagi kita untuk menebar rasa kasih dan sayang kepada orang-orang yang telah mengisi kehidupan kita. Ada banyak cara untuk mengungkapkannya, seperti dengan kata-kata mutiara, memberikan hadiah berupa cokelat, bunga mawar, boneka, ucapan kartu berbentuk hati, parfum beraroma lembut dan sebagainya.
Memberikan hadiah spesial kepada pasangannya di Hari Kasih Sayang, sesungguhnya bukan hanya milik sepasang kekasih yang sedang merajut benang-benang asmara. Valentine's Day juga merupakan wujud kasih sayang antara orangtua kepada anaknya, antara anak kepada orangtuanya, antara suami kepada istrinya atau sebaliknya, antara murid kepada gurunya, pun antara sesama teman.
Untuk melengkapi keseruan perayaan Valentine's Day, ada baiknya kita telusuri asal-usul, sejarah, dan mitos seputar Valentine's Day yang berkembang di beberapa negara.
Yunani
Banyak ahli sejarah meyakini bahwa titik awal Valentine's Day berasal dari era Yunani Kuno. Menurut kalender Yunani Kuno, pada pertengahan bulan Februari ditetapkan sebagai hari penghormatan terhadap pernikahan dewa bangsa Yunani, yakni Dewa Zeus dengan Hera. Pada pertengahan bulan Februari oleh bangsa Yunani dahulu selalu diadakan pesta pora untuk memeriahkan hari kasih sayang para dewa mereka. Wujud hari kasih sayang para dewa itu kini berubah menjadi hari kasih sayang antarsepasang kekasih yang sedang kasmaran.
Roma
Pada abad ke-3 di Kota Roma hiduplah seorang pendeta bernama Santo Valentine. Kala itu Roma dipimpin oleh Kaisar Claudius yang terkenal sangat kejam. Kaisar Claudius sangat berambisi memiliki pasukan militer yang besar dan menginginkan semua pria di kerajaannya bergabung di dalamnya. Namun ternyata keinginannya ditentang oleh banyak pria di Roma. Mereka enggan terlibat peperangan. Mereka tak ingin meninggalkan pasangan hidupnya, pun anak-anak dan keluarganya.
Kaisar Claudius sangat marah atas penentangan sebagian besar pria di kota itu. Ia lalu melancarkan ide untuk melarang adanya pernikahan di Kota Roma. Banyak pasangan muda yang saat itu sedang dilanda cinta menganggap keputusan itu sebagai tidak masuk akal dan melanggar hak kemanusiaan yang paling hakiki.
Santo Valentine adalah salah seorang yang paling menentang keputusan Kaisar Claudius tersebut. St Valentine tetap melaksanakan tugasnya sebagai pendeta. Tanpa rasa takut sedikit pun ia tetap menikahkan para pasangan yang tengah jatuh cinta. Aksi sang pendeta kemudian diketahui oleh Kaisar dan segera memberinya peringatan keras. Namun, meski secara rahasia, diam-diam St Valentine tetap memberi pemberkatan pernikahan kepada pengantin di sebuah kapel kecil yang hanya diterangi cahaya lilin.
Hingga suatu malam, St Valentine tertangkap basah tengah memberkati salah satu pasangan. Dia ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Kaisar Claudius memutuskan St Valentine harus dihukum mati dengan cara dipenggal kepalanya.
Selama menjalani masa tahanan di penjara, St Valentine banyak mendapat dukungan dari warga Kota Roma. Silih berganti masyarakat Roma mengunjunginya di penjara untuk memberi dukungan atas aksinya tersebut. Sebagian dari mereka melemparkan setangkai bunga mawar dan secarik kertas berisi dukungan di jendela penjara di mana St Valentine ditahan.
Salah seorang yang mendukung aksi sang pendeta adalah putri penjaga penjara sendiri. Sang ayah mengizinkan putrinya untuk mengunjungi St Valentine. Mereka kerap terlibat perbincangan hangat. Sang gadis secara perlahan menumbuhkan kembali semangat si pendeta. Sang gadis sangat setuju dan mendukung semua langkah yang telah dilakukan St Valentine dan menganggapnya sebagai langkah yang benar.
Tanggal 14 Februari adalah hari pelaksanaan hukuman terhadap St Valentine. Pada hari itu St Valentine menyempatkan diri menuliskan sebuah pesan untuk gadis putri sipir. Di akhir pesannya, dia menuliskan: Dengan Cinta dari Valentinemu. Pesan itulah yang kemudian mengubah segalanya dan dikenang sebagai Hari Kasih Sayang. Orang-orang yang merayakan hari itu adalah untuk mengingat St Valentine sebagai sosok pejuang cinta, sementara sosok Kaisar Claudius dikenang sebagai orang yang mengharamkan cinta.
Irlandia
Ensiklopedi Katolik menyebutkan bahwa nama Valentinus diduga merujuk pada nama tiga orang santo atau orang kudus yang mati martir. Ketiganya berasal dari tiga tempat berbeda yaitu seorang pastur di Roma, sorang uskup di Interamna, dan seorang martir di Provinsi Romawi di Afrika.
Meski tak diketahui secara jelas hubungan ketiga martir tersebut dengan perayaan Hari Kasih Sayang, namun oleh Paus Gelasius I, pada tahun 496, tanggal 14 Februari ditetapkan sebagai Valentine's Day untuk menghormati seorang martir bernama Valentinus. Sisa-sisa kerangka Valentinus kemudian digali dan ditaruh di dalam peti yang terbuat dari emas. Peti emas berisi kerangka Valentinus tersebut oleh Paus Gregorius XVI pada 1836 dikirim ke gereja Whitefriar Sintreet Carmelite Church di Dublin, Irlandia.
Hingga sekarang, setiap tahun pada perayaan Hari Kasih Sayang, banyak wisatawan yang berkunjung ke gereja ini. Peti dari emas itu kemudian diarak dalam sebuah prosesi dan dibawa ke altar tinggi. Pada hari itu juga diadakan misa khusus yang dipersembahkan khusus kepada para muda-mudi dan para pasangan yang sedang menjalin hubungan cinta.
Inggris
Agak berbeda dengan Inggris, catatan pertama dihubungkannya hari raya Santo Valentinus dengan cinta romantis adalah pada abad ke-14. Pada masa itu dipercayai bahwa 14 Februari adalah hari ketika burung-burung mencari pasangan untuk kawin. Kepercayaan itu ditulis pada karya sastrawan Inggris Pertengahan bernama Geoffrey Chaucer. Ia menulis sebuah buku cerita bertajuk Parlement of Foules (Percakapan Burung-burung).
Di buku itu dikisahkan kebiasaan para pasangan yang sedang dimabuk asmara untuk bertukaran catatan pada hari Valentine dan memanggil para pasangannya sebagai “My Valentine”. Catatan ini kemudian diperkuat dengan temuan sebuah kartu ucapan Valentine yang berasal dari abad ke-14 dan kini menjadi koleksi naskah British Library di London.
* bs/Januari 2014