Waspada, Sumut Juga Rawan Gempa

Oleh: Dimas Salomo Sianipar. Banyak bencana sedang terjadi di negeri kita. Erupsi gunung Sinabung yang paling dekat dengan kita saja rasanya sudah cukup membuat masyarakat menderita. Tetapi kemarin negeri kita ketambahan satu bencana lagi. Bumi kita bergetar. Getarannya sangat terasa hingga menyebabkan ratusan rumah di Jawa Tengah ambruk. Otoritas pemantau kegempaan melaporkan bahwa telah terjadi gempa tektonik pada Sabtu, 25 Januari 2014 pukul 12:14:20 WIB dengan kekuatan 6.2 Skala Richter. Pusat gempa ini berada di koordinat 8.22 LS, 109.22 BT dengan kedalaman 79 km.

 

Hampir seluruh masyarakat di wilayah Pulau Jawa dapat merasakannya dikarenakan gempa ini memiliki spektrum getar yang luas. Banyak orang di ITC Senayan Jakarta yang berjarak sekitar 370 km dari episenter gempa masih merasakan pada skala II MMI (Modified Mercally Intensity). Syukurlah gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami. Gempa ini tak memenuhi kriteria gempa pembangkit tsunami (tsunamigenic earthquake). Kalau saja kekuatannya sedikit lebih besar (di atas 6.5 Skala Richter) dan pusat gempa di bawah laut pada kedalaman dangkal (kurang dari 70 km) habislah pesisir selatan pulau Jawa disapu tsunami.

Kejadian gempabumi tektonik ini mengingatkan kita agar semakin waspada terhadap potensi bahaya bencana gempa secara khusus di wilayah Sumatera. Wilayah Sumatera bagian utara khususnya lagi, terkategori wilayah dengan tingkat kegempaan yang tinggi. Hampir setiap tahun terjadi gempa besar di perairan barat Sumatera. Tragedi gempa dan tsunami 26 Desember 2004 yang menewaskan hampir seperempat juta orang merupakan salah satu contohnya. Karena itu, kita dituntut menjadi masyarakat yang tanggap bencana.

Potensi Gempa di Sumatera Utara

Gempabumi tektonik merupakan peristiwa bergoncangnya permukaan tanah akibat pelepasan energi secara tiba-tiba oleh kulit bumi yang patah untuk kembali ke keadaan semula. Akibat adanya arus konveksi di inti bumi bagian luar (outer core), lempeng tektonik yang mengapung dan terpecah masing-masing bergerak dengan arah dan kecepatan berbeda-beda. Bila dua lempeng bertumbukan maka pada daerah batas antara dua lempeng tersebut akan terjadi tegangan. Batuan-batuan pada lempeng saling memberi gaya dan mengakumulasikan energi regangan.

Pada saat daya dukung elastis (kekuatan) batuan tersebut telah dilampaui maka akan terjadi patahan dan secara tiba-tiba melepaskan energi yang telah terakumulasi sehingga terjadi perambatan gelombang gempa yang membuat tanah di permukaan bumi menjadi bergetar yang disebut gempabumi tektonik. Akumulasi energi ini dapat terjadi pada daerah ketiga jenis batas pertemuan lempeng tektonik, yaitu zona konvergen (mendekat), zona divergen (menjauh), zona sesar mendatar dan juga pada daerah sesar lokal.

Di wilayah Sumatera Utara, potensi ini bersumber dari zona subduksi di sebelah barat pulau Sumatera yaitu zona pertemuan lempeng samudera (oceanic plate) yang dinamakan lempeng Indo-Australia dengan lempeng benua (continental plate) yang dinamakan lempeng Eurasia tempat pulau Sumatera berada. Pada zona ini, lempeng Indo-Australia menyusup ke bawah lempeng Eurasia dengan sudut penunjaman sekitar 25o arah dari utara ke selatan, menunjam sejauh sekitar 180 Km. Di belakang jalur penunjaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatik dan gunungapi di sepanjang Sumatera serta berbagai cekungan pengendapan. Kantung magma Sinabung yang sekarang sedang erupsi merupakan manifestasi dari peleburan lempeng tektonik di zona subduksi. Zona subduksi ini merupakan zona yang sangat produktif menghasilkan gempa bumi tektonik yang dangkal sampai menengah dan berpotensi menimbulkan tsunami karena letaknya di dasar laut.

Selain zona subduksi, terjadinya gempabumi tektonik di wilayah Sumatera Utara juga berasosiasi dengan sesar lokal yaitu keberadaan patahan (sesar) besar Sumatera yang terdiri atas 19 segmen. Kecepatan gerak sesar antara 0,9-4,0 cm per tahun, pada umumnya kecepatan di bagian utara lebih besar dibanding di bagian selatan. Beberapa gempa dangkal dan merusak terjadi di segmen-segmen ini. Contohnya gempa Tarutung tahun 2011 yang berasosiasi dengan aktifitas segmen Toru.

Sejarah kegempaan di wilayah Sumatera Utara menunjukkan bahwa daerah ini memiliki tingkat seismisitas yang tinggi. Untuk itu diperlukan manajemen kebencanaan gempabumi yang baik untuk mengurangi dampak/kerugian yang ditimbulkan akibat gempabumi. Indeks Rawan Bencana 2011 yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menempatkan Sumatera Utara pada urutan 7 sesudah Aceh (urut 5) dan Sumatera Barat (urut 6) dengan kategori tinggi.

Manajemen Kebencanaan

Sebagai masyarakat Sumatera Utara yang tinggal di daerah yang rawan gempabumi, ada baiknya kita semakin sadar akan perlunya kesiapsiagaaan menghadapi bencana gempa yang belum bisa diprediksi kapan dan dimana tepatnya akan terjadi.

Manajemen kebencanaan pra-bencana yang meliputi mitigasi bencana gempabumi harus semakin diperhatikan pemerintah daerah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bekerja sama dengan instansi-instansi terkait. Adapun mitigasi bencana gempabumi ini meliputi : 1) Memperkuat kesiapsiagaan masyarakat melalui sosialisasi-sosialisasi, 2) Menyempurnakan sistem peringatan dini yang ada (sistem monitoring, analisa dan diseminasi informasi gempa), 3) Memperkuat peraturan yang mengharuskan pembangunan gedung yang tahan gempa (memperhatikan building code), 4) Menyiapkan jalur evakuasi, tempat perlindungan, dan logistik kebencanaan, serta 5) menyiapkan anggaran untuk tanggap darurat, pemulihan/rehabilitasi serta rekonstruksi pasca bencana gempabumi.

Setahun belakangan ini memang gempa tektonik besar sedikit jarang di wilayah kita. Tetapi hal ini jangan mengurangi kewaspadaan kita. Gempabumi merupakan manifestasi dari pengumpulan energi di dalam bumi. Kalau tahun lalu sedikit gempabumi besar yang merusak, berarti bumi di bawah tempat kita berpijak sedang mengakumulasikan energi. Energi ini suatu saat bisa pecah menjadi gempabumi yang besar, entah kapan, bisa saja di tahun 2014 ini, atau tahun depan atau di tahun-tahun berikutnya. Ada baiknya kita tetap waspada. Gempabumi tidak membunuh. Yang membunuh yaitu bangunan tempat kita berada yang tidak dibangun sesuai dengan kriteria bangunan tahan gempa. Akibatnya ketika terjadi gempabumi, kita menjadi korban reruntuhan bangunan tersebut.***

Penulis merupakan Staf Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi