Oleh: Wiedya Kristianti Angeline. Merasa perut kram, sendawa, ingin buang angin, konstipasi, ataupun diare? Ketahuilah, itu adalah beberapa gejala yang termasuk ke dalam Irritable Bowel Syndrom (IBS). Mungkin masih banyak orang yang belum terlalu paham dengan kondisi Irritable Bowel Syndrome. Bisa saja hal ini karena masih jarang orang Indonesia yang mengalaminya, atau memang belum diadakannya evaluasi mengenai banyaknya pasien yang mengalami IBS.
Berdasarkan Statitstik dari World Gastroenterology Organisation tahun 2000 - 2004, populasi terbanyak yang mengalami kondisi tersebut adalah di negara Amerika dan Eropa. Prevalensinya sekitar 5-20%, dan kebanyakan dialami oleh wanita, dan dapat timbul pada usia antara 15 sampai 65 tahun (paling sering pada usia 35-50).
Tidak perlu khawatir bila Anda merasa mengalami IBS, karena banyak orang yang juga mengalami hal sama di luar sana. Diperkirakan satu dari lima orang dewasa mengalami ini, namun jarang ada yang membicarakannya karena gejala-gejalanya cenderung cukup mudah diatasi. Hanya sedikit penderita IBS yang menunjukkan gejala-gejala yang sangat parah.
Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah kondisi yang mempengaruhi usus besar, dimana pasien mengeluh sakit perut, tidak nyaman, kembung, banyak gas, konstipasi atau diare maupun konstipasi dan diare secara bersamaan secara konsisten maupun berkala yang dapat berulang tanpa kelainan organik apapun. Biasanya dapat terjadi paling tidak tiga hari dalam tiga bulan terakhir, sesuai kriteria Roma III. Keluhan rasa sakit akan hilang setelah buang air besar pada umumnya. Terkadang gejala lainnya adalah adanya lendir pada feces, mual, susah makan, perasaan buang air besar yang tidak lengkap dan kemungkinan kegelisahan dan depresi.
Ada yang mengklasifikasikan IBS menjadi IBS predominan diare dan IBS predominan konstipasi. Pada IBS tipe diare terjadi peningkatan kontraksi usus dan memendeknya waktu transit di kolon dan usus halus. Sedangkan pada IBS tipe konstipasi terjadi penurunan kontraksi usus dan memanjangnya waktu transit di kolon dan usus halus.
Hingga saat ini pun, para peneliti dan tenaga medis belum dapat memastikan sumber yang menyebabkan timbulnya kondisi tersebut. Namun, mereka meyakini bahwa kombinasi antara lemahnya kondisi fisik, mental, dan beberapa hal yang berasal dari lingkungan dapat menyebabkan, memicu, dan memperburuk gejala IBS, terutama dalam menyebabkan gangguan motilitas. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah: Komunikasi yang tidak lancar antara otak dan sistem pencernaan (neurotransmitter imbalance)
Kontraksi yang terlalu cepat pada sistem pencernaan yang dapat menyebabkan diare ataupun kontraksi yang terlalu lambat dan menyebabkan konstipasi
Keadaan lemahnya kondisi mental, seperti stres, depresi, ketakutan dan gelisah yang dapat sebagai pemicu, bukan penyebab. Diperkirakan bahwa hingga 60% orang yang mencari perawatan medis untuk IBS juga melaporkan kecemasan dan atau gangguan mood. Beberapa penelitian mengatakan pasien gangguan panik sebagai salah satu tipe gangguan kecemasan yang paling sering dialami mempunyai kerentanan mengalami IBS antara 25-40%.
Genetik
Pertumbuhan bakteria patogen yang terlalu cepat
Makanan tertentu, ada orang yang sensitif terhadap beberapa makanan seperti coklat, susu, kopi, makanan berlemak, makanan pedas, makanan berkarbohidrat tinggi, alkohol, minuman bersoda, beberapa jenis buah dan sayuran maupun obat-obat tertentu.
Penyakit lain, misalnya gastroenteritis yang berpotensi memicu IBS, malabsorbsi asam empedu, hipersensitivitas usus, kolitis ulseratif, penyakit Crohn’s dan lain sebagainya.
Sebagian orang tidak selalu mendapatkan gejala-gejala setelah pemicu biasa, dan gejala-gejala seringkali muncul tanpa berbagai pemicu yang jelas. Hal ini tidak jelas bagaimana seluruh faktor tersebut berhubungan dengan penyebab IBS.
Seorang dokter biasanya mendiagnosa IBS berdasarkan gejala-gejala. Pemeriksaan yang dilakukan umumnya pemeriksaan fisik, kemudian bila umur kurang dari 40 tahun, keadaan umum baik, BB tetap, bisa periksa darah rutin dan bila perlu sigmoidoskopi. Diatas 40 tahun, harus hati-hati dengan kanker, maka dapat dilakukan barium enema dan kolonoskopi. Namun pada kenyataannya di lapangan, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik pada pasien IBS tidak ada, oleh karena itu penegakan diagnosis IBS kadangkala tidak mudah.
Untuk mengurangi gejala dari kondisi tersebut, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah
Berikan pengertian bahwa IBS tidak berbahaya dan bukan kanker
Kurangi faktor-faktor yang dapat menyebabkan gejala IBS.
Tingkatkan makanan berserat dan air. Serat sekitar 30 gr per hari, biasa 10gr yang dapat ditingkatkan perlahan 3-4 minggu. Makanan berserat dapat meningkatkan volume feces di usus besar, sedangkan air dapat melunakkan feces. Sehingga, usus besar dapat dengan mudah memijat feces untuk dikeluarkan melalui anus.
Konsumsi probiotik. Probiotik dapat memberikan bakteria hidup pada sistem pencernaan dan meningkatkan populasi mikroflora yang ada di sistem pencernaan kita. Bakteria tersebut dapat melawan bakteri patogen yang dapat masuk ke sistem pencernaan kita melalui makanan yang tidak bersih, polusi, dan lain-lain. Contoh-contoh dari produk probiotik adalah makanan dan minuman berfermentasi, seperti keju, yoghurt, tape, tempe, asinan bogor, maupun minuman fermentasi komersial seperti yakult.
Makan makanan anda dengan tanpa terburu-buru agar makanan dikunyah secara optimal serta terurai dengan mudah ketika sampai dilambung.
Kurangi stres dengan melakukan olahraga minimal 20 menit per hari, ibadah serta mengusahakan untuk rekreasi bila memungkinkan. Pasien dengan keluhan IBS juga perlu untuk mengatasi dan beradaptasi dengan stres yang dialami oleh dirinya.
Terkadang penanganan IBS yang merupakan gangguan fungsional ini bisa sampai juga pada penggunaan bulking agent, sperti metamucil, methylcellulose, antidiare bahkan hypnoterapi. Bila sudah parah, atau mengalami beberapa gejala tanda bahaya, di antaranya penurunan berat badan, demam, muntah, sering terbangun pada malam hari karena gejala-gejala pada saluran cerna, adanya feses yang bercampur dengan darah, anemia, pembesaran kelenjar getah bening, sebaiknya yang dilakukan segera mencari bantuan tenaga medis.
(Penulis adalah Mahasiswa (Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara)