Menganvaskan Sabung Ayam

Oleh: Azmi TS. Beberapa daerah di nusantara ini ada tradisi rakyat dikemas secara ritual seperti Bali. Sebahagian lagi tradisi itu berbentuk acara hiburan rakyat. Tradisi rakyat yang dimaksud adalah adu ayam (sabung ayam). Disayangkan acara adu ayam ini tak murni lagi sebagai acara ritual (religius). Sudah dirasuki unsur lain yakni permainan judi (pertaruhan).

Padahal kalau arena adu ayam bebas unsur taruhan, selain mempertemukan dua ekor ayam jantan, aktivitas ini menambah khasanah hiburan rakyat. Tradisi kegiatan adu ayam secara religius masyarakat Bali, di sebut Tajen dahulu murni sebagai upacara ritual (perayaan khusus hari besar). Adu ayam di kemas secara religius ini bermakna pada simbol perjuangan hidup manusia. Tradisi ini sudah dilarang pemerintah sejak tahun 1981, karena tak cocok dengan prilaku makhluk hidup (manusia dan hewan).

Dulu makna Tajen buat masyarakat Bali, penyucian diri melalui simbolik ‘tumpahan darah’ dari sabung ayam. Acara sabung ayam di Bali memang dilengkapi pisau kecil (selain taji) di posisi kakinya. Yang terkena pisau di antara dua jago yang bertarung nantinya salah satunya akan meregang nyawa. Arena adu ayam umumnya di arena terbuka, semua kalangan (orang) boleh melihat, luasnya lebih kurang seukuran kurang dari lima meter.

Biasanya arena adu ayam akan penuh dikelilingi penonton, sementara di sudut lain arena ada pemilik (bebotoh) dari dua jagoan yang sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Sang ayam pun tak kalah agresif ingin saling serang, ketika ditaruhkan dalam satu arena. Ayam pun saling menjulurkan kepala mengintip lawan, dengan sigap kaki menerjang kalau taji itu kena di bagian kepala atau leher sangat fatal. Ada ayam yang berdarah-darah, sampai cacat, hingga ujungnya mati di gelanggang.

Ada juga aduan ayam berlangsung lama karena berimbang, terkadang kedua ayam itu sudah terseok-seok lemas sampai sang wasit menghentikannya. Kalau keadaan ini biasanya diputuskan hasilnya seri, uang taruhan dikembalikan oleh sang Bandar. Kalau ayam yang dinyatakan kalah sejatinya akan disembelih oleh pemiliknya.

Gemuruh teriakan penonton semakin menggelora karena salah satu ayam mengeluarkan darah. Itulah suasana tradisi yang terkadang berujung konflik antar pendukung jagoan masing-masing. Buat seniman seperti Affandi arena pertarungan ayam aduan, adalah sumber inspirasinya yang paling disukai di samping lukisan potret dirinya sendiri. Ada beberapa karya lukisan ekspresionis, hingga semi abstrak lahir dari hasil kreasi maestro nasional ini.

Lukisan-lukisan adu jago atau sabung ayam yang dikanvaskan oleh Affandi memiliki keunikan tersendiri. Bahkan ada lukisan yang saat ini berada di museum luar negeri, di samping beberapa lukisan tinggal di galeri Affandi Yogyakarta. Karya ayam hasil kanvas Affandi di mulai tahun tujuh puluhan.

Makna yang tersirat pada lukisan ayam adu oleh Affandi pada intinya adalah mengadu dua kekuatan yang saling intip kelemahan lawannya. Dia bahkan berani mengatakan, adu ayam ini mirip prilaku jahat manusia yang serakah akan ‘kekuasaan’ dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Tak peduli apakah cara itu santun atau kejam, buat Affandi itulah caranya untuk mengkritik prilaku buruk insan yang lupa kodratnya sebagai beretika (beradab).

Warna-warna ayam aduan gaya Affandi juga terbatas misalnya ada yang ‘putih’ bermakna ‘suci’, ada yang hitam berarti ‘jahat’ dan ada juga yang tersamar dari keduanya. Warna kelabu dan kuning biasanya diselipkan Affandi pada sisi-sisi tertentu di atas sudut kanvasnya. Artinya ayam sesungguhnya tak perlu mendapat perlakuan kejam dari manusia yang katanya beradab ini.

Ayam begitu agung dalam tradisi kita yang lain seperti kuliner mulai dari masakan untuk pesta adat, telur yang disimbolkan sebagai kesuburan (keturunan) hingga bulunya bisa dimanfaatkan. Ayam itu seharusnya agung diposisikan, makanya Affandi ingin mengabadikan sisi kelam ayam dalam kanvasnya.

Lukisan ayam aduan Affandi kini jadi rebutan para pemburu lukisan dunia (kolektor), bahkan mungkin sudah masuk kategori langka. Sebab lukisan ayam aduan Affandi sudah sulit dicari versi barunya. Mungkin dahulu Affandi mendapat cibiran mengapa harus melukis ayam, namun satelah era berganti selera pun berubah.

Walaupun tradisi sabung ayam tidak boleh lagi dan itu ilegal (melawan hukum), tapi seniman masih boleh menganvaskan ayam aduannya lewat lukisan. Lewat lukisan aduan ayam seniman masih bisa menumpahkan kritik-kritik ketimpangan peradaban agar anak cucu tak terkontaminasi prilaku buruk insannya. Terimakasih Affandi melalui karyamu kami sudah bisa merenung diri, dan berjanji berlaku adil terhadap ayam dan fauna lainnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi