Pengamat: Janji Dalam Kampanye Wajib Ditagih

Banda Aceh (ANTARA News) - Pengamat politik Islam Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Mutiara Fahmi menyatakan janji yang disampaikan dalam kampanye calon anggota legislatif peserta pemilu wajib ditagih karena itu merupakan utang.

"Janji adalah utang dan utang wajib untuk dibayar atau direalisasikan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan," katanya saat menjadi pemateri pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat (KWPSI) Aceh di Banda Aceh, Kamis.

Dijelaskannya, janji kampanye yang disampaikan bukan menyangkut satu orang saja, tapi meliputi hajat hidup orang banyak yang harus direalisasikan oleh sipembuat janji ketika ia terpilih .

Ia mengatakan kendati janji adalah utang, namun dalam menagih juga patut melihat kondisi orang tersebut apakah sudah mampu memenuhi atau belum.

Mengutip Firman Allah dalam Al Quran, surat Al-baqarah ayat 280 yang artinya menyebutkan "Dan jika orang yang berhutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui".

Namun sebaliknya, apabila sudah sanggup melunasi utang atau memenuhi janji tetapi tidak menunaikannya maka itu bentuk penganiayaan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.  "Penangguhan pembayaran utang oleh yang mampu adalah penganiayaan".

Saat memberikan materi kepada jamaah pengajian KWPSI, H Mutiara Fahmi juga menceritakan tentang Pemilu dalam sejarah Islam. Ketika wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabat terpilah-pilah dalam berbagai kelompok untuk mendukung khalifah dari sukunya masing-masing.

Kaum Anshar mengkampanyekan ketokohan sahabat-sahabat yang layak menurut meraka, begitu juga kaum Muhajirin, Bani Saadah dan suku lain. "Itu adalah bentuk kampanye yang kita kenal dalam sistem pemilu saat itu sekalipun tehnis dan media yang digunakan seadanya." kata dia menambahkan.

Begitu juga pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat ini sama halnya dengan pembaiatan yang dilakukan secara perorang dan berkelompok datang membaiat Abu Bakar sebagai khalifah pertama.

Kemudian coblos di zaman sekarang bisa dianalogikan dengan baiat zaman dahulu.

"Yang terpenting disini adalah subtansinya ada. Soal mekanisme itu disesuaikan menurut zaman," kata kandidat Doktor pada Universitas Kairo, Mesir.

Ia juga mengingatkan bahwa para khalifah dulu tidak pernah mengemis jabatan, tapi mereka diberikan jabatan.

Terkait pencalonan seseorang menjadi calon anggota legislatif dan mengajak orang untuk memilihnya sebagai wakil/pemimpin, ia menilai itu bukan bagian dari meminta jabatan tetapi sudah merupakan sebuah sistem negara modern dimana KPU/KIP membuka peluang kepada warga negara yang terbaik untuk menjadi pemimpin. (KR-IFL/A042)

()

Baca Juga

Rekomendasi