Rambu-rambu “Lalu Lalang” ala Kota Medan

Oleh: Ari Saputra. Rambu lalu lintas adalah bagian dari perlengkapan jalan yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan diantaranya yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah, dan petunjuk bagi pemakai jalan. Hal tersebut merupakan arti rambu lalu lintas menurut Wikipedia Indonesia. Namun menurut pemantauan penulis, rambu lalu lintas hanyalah benda pelengkap formalitas jalanan raya yang kurang berguna.

Medan merupakan salah satu kota metropolitan Indonesia yang jalanannya tentu penuh dengan pernak-pernik rambu-rambu lalu lintas. Akan tetapi keadaan rambu-rambu lalu lintasnya tersebut kini sudah banyak yang rusak, tak terawat, dan bahkan masih banyak ruas jalan yang tidak ada terpasang sama sekali. Jika pun ada, para pengguna jalan tampaknya kurang menyadari akan kehadirannya.

Hal ini masih bisa dikatakan lumayan. Parahnya, para pengguna jalan hanya menganggap rambu-rambu yang ada hanyalah ilusi belaka yang bukan untuk ditaati dan justru aneh apabila ditaati. Jikalau boleh menebak dalam hati para pengguna jalanan nakal itu, mungkin ia akan berguman “Langgar saja, orang tiada yang jaga. Rambu yang ada toh cuma benda mati yang tidak bisa apa-apa,”.

Sebagai contoh nyata yang dialami penulis dibeberapa persimpangan jalan kota Medan seperti di persimpangan Helvetia simpang Zipur, persimpangan SM. Raja (Mesid Raya), simpang Gaharu, dan masih banyak lagi.

Hal yang sama terjadi pada saat ketika traffic light menunjukkan lampu merah, seharusnya semua kendaraan berhenti dibelakang garis marka dan membiarkan kendaraan lain yang lampu hijau berjalan. Namun, yang ada adalah para pengguna jalan lainnya berlalu lalang sesukanya tanpa menghormati rambu-rambu dan traffic light yang ada dan tak jarang saling bentrokan dengan kendaraan lain sehingga saling makian hingga membuat macet.

Padahal traffic light pada saat itu dalam keadaan bekerja dengan baik. Bisa dibayangkan bila sebuah sistem traffic light yang sejatinya sebagai pengganti petugas lalu lintas tadi dalam keadaan rusak ataupun tidak ada. Dapat dipastikan para pengguna jalanan akan memainkan hukum rimba jalanan. Penulis sebut hukum rimba jalanan karena di jalanan kota Medan siapa yang paling nekat mati dan membahayakan pengendara lain adalah orang yang menguasai jalanan tersebut.

Contoh lain rambu–rambu yang sering dilanggar para pengguna jalanan adalah, dilarang parkir, kecepatan minimum-maksimum, palang kereta api, satu arah, dilarang berbalik, dilarang masuk, dan rasanya hampir semua rambu sering dilanggar oleh para pengguna jalanan kota Medan.

Di kacaunya etika pengguna jalan, sistem rambu-rambu, serta “malesnya” Polisi Lalu Lintas (Polantas) bekerja ternyata membuahkan piala Wahana Tata Nugraha (WTN) kategori Lalu Lintas tahun 2013 dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (3/10/2013) untuk kota Medan (Harian Analisa, 04/10/13). Dengan demikan bisa ditarik kesimpulan bahwa kota-kota lain di Indonesia lebih parah lalu lintasnya dari pada kota Medan.

Sepele

Pada saat masih duduk di bangku SD hingga SMK dulu, penulis ingat baik ada pelajaran yang mewajibkan seluruh siswanya untuk menggambar rambu-rambu lalu lintas dan menuliskan arti dari gambar tersebut. Dan ternyata ilmu itu berguna ketika penulis harus ujian tertulis di kantor kepolisian Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Adinegoro Medan untuk mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) kendaraan roda dua atau SIM C pada tahun 2010 silam. Memang mungkin ujian itu hanya formalitas saja, karena kebanyakan dari pada orang yang ikut ujian hampir bisa dipastikan lulus. Namun, ketika ditest langsung menaiki kendaraan dengan rute dan rambu yang ada di kantor Satlantas tersebut, justru banyak sekali para pengguna jalan yang tidak lolos. Jikalau penulis bisa membuat perbandingan yang lolos hanya dua orang dari sepuluh orang perharinya.

Akan tetapi, jangan dikira para pemohon SIM tersebut menyerah sampai di situ, meskipun tak urung jua beberapa kali mencoba tidak mendapatkan SIM. Justru mereka mencari calo (yang malah beredar di Satlantas maupun di luar itu) demi mendapatkan SIM dan banyak juga yang langsung mencari calo tanpa mencoba permohonan resmi terlebih dahulu. Yang anehnya para calo ini bisa mengurus SIM resmi mereka dalam waktu singkat. Hal ini sangat buruk dan jelas mencoreng nama kepolisian.

Tak heran jikalau ketika para pengguna jalan kerap juga menyepelekan rambu-rambu lalu lintas yang ada. Dan jalanan pun berubah bak medan pertempuran yang beranggotakan manusia purba yang tidak mengenal etika dan sopan santun. Akibatnya dari pada itu, tak jarang kini terjadi kemacetan dimana-mana dan yang paling parah ialah kecelakaan menyebabkan kematian.

Lihat saja data dalam dua tahun belakangan ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinilai sebagai sumber pembunuh terbesar ketiga. Data kepolisian RI mencatat pada tahun 2011 terjadi kecelakaan sebanyak 109.776 kasus dengan korban meninggal sebanyak 31.185 orang dan pada tahun 2012,sedikit menurun terjadi 109.038 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia hingga 27.441 orang (Harian Waspada, 26/10/13). Meskipun menurun tapi angka ini masih sangatlah tinggi. Kurang aktifnya polantas dalam melakukan pengawasan mengakibatkan jalanan bak dunia pertempuran.

Tiada kesadaran oleh semua para pengguna jalan, termasuk polisi, dan pemerintah akan resiko dalam berkendara di jalan raya ini. Banyak sekali terjadi pelanggaran Undang-Undang lalu lintas oleh pengguna jalanan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain, adapun hal ini dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Kurangnya perhatian masyarakat, pemerintah, serta petugas yang berwenang kepada rambu-rambu lalu lintas tampaknya menjadi masalah utama disamping masalah lain yang juga penting.

Tanggung jawab siapa ?

Setiap harinya jumlah kendaraan kian bertambah dan memadati jalanan. Kendati kendaraan pribadi menjadi suatu kebutuhan setiap orang sebagai kaki untuk bepergian. Semakin tingginya jumlah kendaraan, otomatis pula tingkat masyarakat yang melanggar peraturan-peraturan berlalu lintas akan semakin tidak sedikit. Sehingga pemerintah dan kepolisian harus ekstra ketat serta tegas mengawal masalah lalu lintas ini demi mengurangi kemacetan untuk menekan angka kecelakaan berlalu lintas.

Rambu-rambu lalu lintas yang berfungsi agar para pengguna jalanan dapat diperingati, dilarang, diperintah, dan petunjuk bagi pemakai jalan justru dalam beberapa belakangan ini pun ikut-ikutan tak berestetika. Banyak traffic light mati, garis–garis yang tak jelas, rambu yang tidak ada. Hal ini diperburuk dengan lemahnya hukum, efek jera, dan pengawasan aparat.Semua lengkap untuk melatar belakangi para pengguna jalanan untuk tidak mematuhi lalu lintas.

Jikalau pemerintah mengharapkan pengguna jalan tertib akan berlalu lintas hanya kepada rambu-rambu lalu lintas yang ada saat ini adalah suatu kebodohan. Terkecuali rambu–rambu tersebut di update sesuai situasi kondisi, dirawat dengan baik,jelas keberadaannya, dan jikalau perlu dipantau oleh CCTV. Jadi, apabila ada pengguna jalanan yang melanggar akan terlihat dan dapat langsung dikenakan “tilang resmi” di pos penjaga milik yang berwenang, tapi jangan biarkan KUHP (Kasih Uang Habis Perkara).

Bobroknya hukum di negara hukum ini sudah membudaya. Bahkan ada fledoi “masalah besar dikecilkan, masalah kecil dihilangkan”.

Namun, seharusnya hukum tetapalah hukum, yang melanggar harus diadili. Jangan mendidik masyarakat dengan menggampangkan suatu hukuman karena bukan hanya materi yang dirugikan di situ, tapi sebenarnya adalah etika dari masyarakat itu sendiri.

Sebenarnya semua kebiasaan buruk “rambu-rambu lalu lalang ini" bisa diantisipasi dengan baik apabila pada saat para pengguna jalan mengajukan permohonan ataupun memperpanjang SIM haruslah dilakukan dengan ekstra ketat, serta diberikan pendidikan akan berlalu lintas yang baik. Dan para pengguna jalanan, baru bisa mendapatkan SIM apabila sudah benar-benar lulus ujian. Untuk merealisasikan itu, kepolisian harus menjadi agen tunggal, jangan biarkan calo tembak SIM berkeliaran. Karena itu, perbuatan melanggar hukum dan mengajarkan masyarakat untuk memudahkan hukum.

Dan ada baiknya jikalau pemerintah kota Medan, mempersulit tumbuh kembangnya transportasi pribadi seperti menekan ke pajaknya, memberi efek jera yang benar-benar jera bagi pengguna jalanan yang melanggar rambu-rambu lalu lintas, kita dapat memanfaatkan teknologi di rambu-rambu yang ada, jikalau bisa, segera membudidayakan transportasi massal seperti ; bus, kereta api (monorel, ataupun kereta api listrik), dan lain sebagainya. Para pengemudinya harus telah terlatih dan mendapatkan sertfikat resmi dari Korp Lalu Lintas (Korlantas). Dengan demikian diharapkan fenomena rambu-rambu lalu lalang ala kota Medan ini dapat dihambat. Dan penulis menunggu keamanan dan kenyaman di jalan raya kota Medan tercinta. ***

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Teknik UMSU dan aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Teropong

()

Baca Juga

Rekomendasi