Oleh: Didik Sastra. MEMULIHKAN perekonomian masyarakat pascaerupsi Gunung Sinabung, Pemkab Karo harus mendongkrak potensi yang masih tersisa. Soalnya, APBD 2014 belum disahkan bukan berarti kinerja pemerintah untuk membangun roda perekonomian harus terhambat.
Masih banyak potensi yang bisa dikembangkan guna menata Tanah Karo ke depan menjadi lebih baik. Potensi yang harus dioptimalkan dan bisa menguatkan ekonomi misalnya, dengan ada pembangunan alat pengering jagung di Kecamatan Tiga Binanga dan Munte, luas lahan 13.302 hektar, bahan baku 132.021 ton per tahun.
Pembangunan pabrik kompos atau pupuk organik Kecamatan Kabanjahe, pembangunan tradding house (cold storage, gudang sortasi, packing, shipping di Kecamatan Merek), pembangunan pusat pembenihan pembibitan hortikultura di Kecamatan Tigapanah, perkebunan bunga-bunga di Kecamatan Berastagi.
Selain itu, Karo miliki industri pengolah hasil pertanian, seperti industri ransum pakan ternak di Kecamatan Tiga Binanga, bahan baku jagung 293.594, luas lahan 53.036 hektar, industri minyak jagung dan tepung jagung di Kecamatan Tiga Binanga dan Munthe, luas lahan 13.302 hektar, bahan baku 132.021 ton pertahun.
Industri keripik kentang di Kecamatan Simpang Empat, bahan baku kentang 78.244 ton pertahun, industri minyak kemiri di Kecamatan Laubaleng luas tanam 5.492,5 hektar, produksi 10.620,8 ton pertahun), industri pengolahan serat ulat sutra di Kecamatan. Tigapanah telah dikembangkan pembibitan ulat sutera, Industri bubuk (powder) jeruk di Kecamatan. Simpang Empat bahan baku jeruk 337.143,60 ton pertahun, luas lahan 4.394,72 hektar.
Industri pengalengan sayur Kecamatan Tigapanah bahan baku kubis 151.869 ton pertahun, idustri sari sirup buah-buah, industri saus tomat dan cabe di Tigapanah bahan baku tomat 79.417 ton pertahun, bahan cabai 60.576 ton pertahun. Jika industri berbahan baku lokal bisa di berdayakan Pemkab Karo, tentu perekonomian Karo akan kuat dan jadi lumbung emasnya Sumatera Utara dan masih banyak potensi lain dimiliki Karo, yang umumnya belum dikelola dengan benar sebagaimana diungkapkan Irwan Hidayat, Presiden Direktur perusahaan jamu PT Sidomuncul kepada Analisa berapa waktu lalu saat kunjungi pengungsi Sinabung sembari memberikan bantuan.
Senada, Danpussenif Winston P Simanjuntak TNI AD yang ditemui Analisa, Kamis (3/4) saat kunjungannya ke Yonif 125 Simbisa,Tanah Karo merupakan cuilan surga dengan panorama cukup indah, udara sejuk didukung tanah yang subur serta keberadan gunung sepatutnya Karo menjadi pusat eksekutif Ssumut.
Keberadaan Danau Lau Kawar di dataran Kabupaten Karo, Sumatera Utara dulu merupakan salah satu obyek wisata yang cukup tersohor, konon ada legenda anak durhaka, meski belakangan nama danau itu nyaris tidak terdengar.
Objek wisata danau di dataran tinggi Karo di kawasan Gunung Bukit Barisan itu, masuk wilayah Kecamatan Naman Teran. Perjalanan menuju Tanah Karo yang banyak menyimpan potensi wisata cukup menyenangkan dengan pepohonan di kiri-kanan badan jalan. Atau, jurang ditumbuhi rerimbunan pohon.
Pastinya, hijau rerimbunan pohon dari hutan tropis itu, tak pernah membosankan saat dipandang dan terlihat oleh mata kita.
Perjalanan dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan, melintasi wilayah Kabupaten Deliserdang selama kurang lebih dua jam menjadi tidak terasa, apalagi mampir di perbatasan Deliserdang-Tanah Karo, di Penatapan menikmati jagung rebus atau jagung bakar.
Di persimpangan Tugu Perjuangan Kota Berastagi, berbelok ke kanan menuju Kecamatan Simpang Empat. Wisatawan diberi pemandangan alam pedesaan diselingi seliweran angkutan tradisional jenis Sado (Andong), atau kerbau yang ditunggangi bocah-bocah.
Pesona
Danau seluas kurang lebih 200 hektar ini. terletak di Desa Gugung, di kaki Gunung Sibayak. Lau Kawar ini pun merupakan salah satu dari dua danau di kawasan ekosistem Leuser.
Seperti umumnya, danau tetap memberikan pesona alam luar biasa ketika dipandang. Apalagi Lau Kawar, merupakan pintu gerbang utama bagi para pendaki gunung untuk mencapai puncak Sinabung yang terletak 2.451 meter di atas permukaan laut.
Berdiri di tepi danau semakin terlihat dan terasa keindahan alamnya, alam Sumatera Utara. Di tengah marak dan gencarnya penebangan pohon, terutama pembalakan liar, ternyata kondisi hutan Karo masih terjaga, katanya.
Camping ground dengan latar belakang Gunung Sinabung yang memesona. Gunung tertinggi di Provinsi Sumatera Utara itu pun sudah lama menjadi salah satu lokasi favorit bagi para pendaki pecinta alam, walau sekarang gunungnya sedang ngamuk.
Aktivitas masyarakat dengan hasil pertanian dan tambak secara kasat mata bisa dibilang, masyarakat Karo merupakan masyarakat yang mapan, terlepas dari itu semua, kemajuan tanah Karo tinggal tergantung kebijakan pemerintah saja dalam cara memanfaatkan potensi yang ada dan bisa menjadi sumber pendapat, ujarnya.
Dinas Kominfo Kabupaten Karo Kenan Ginting menguraikan, sisi kultur budaya Karo pada Analisa, paling khas. Dia menjelaskan tentang marga (klan) di Suku Karo serta struktur sosialnya.
Marga, Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga Silima, tutur Siwaluh, dan Rakut Sitelu. Masyarakat Karo mempunyai sistem marga (klan). Marga atau dalam bahasa Karo disebut merga itu disebut untuk laki-laki, sedang untuk perempuan disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang.
Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga Silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga itu, Karo-karo, Tarigan, Ginting, Sembiring, Perangin-angin.
Ke lima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga itu. Merga diperoleh secara otomatis dari ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama.
Kalau laki-laki bermarga sama, mereka disebut bersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, mereka disebut juga bersenina. Namun, antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah di antara mereka.
Rakut Sitelu
Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo, rakut sitelu atau daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu itu, adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu, kalimbubu, dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi isteri, anak beru, keluarga yang mengambil atau menerima isteri, senina, keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti.
Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan. Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut, puang kalimbubu, adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang, kalimbubu, adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:
Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberi isteri kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adalah dari keluarga itu. Misalnya, A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung
Kalimbubu simada dareh. adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.
Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun, dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
Senina sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara. Senina sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama, anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri.
Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.
Anak beru ini, terdiri lagi atas, anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat pihak kalimbubunya, upacara itu tidak dapat dimulai.
Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya, Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama. Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat, artinya masyarakat Karo di abngun kerukunannya berazaskan tali kekeluargaan yang di ikat dalam marga.
Singkatnya Karo merupakan masyarakat berbudaya dan menjunjung tinggi norma-norma adat, hal itu yang mungkin bisa menjadi info dunia luar , Karo merupakan tanah beradat, keindahan alamnya dan potensinya cukup banyak masih tersimpan bila dikelolah dengan benar bisa jadi tanah Karo Semalem sebanding dengan Kota Singapura dari hasil pendapatan.
Analisis, Karo merupakan dataran tinggi di Sumut penduduk sekitar 200 ribu jiwa tersebar di 17 kecamatan merupakan daerah berpotensi, baik wisata alam, pertanian, peternakan dan industri mungkin proyek mengadaan air untuk pembangkit listrik, bila di kelola maksimal Kabupaten Karo jadi surganya pundi-pundi materi Sumut.
Pemeritah saat ini dinilai belum maksimalkan potensi yang ada, banyak hal yang sudah dikebiri pemerintah, membuat industri sulit bergerak dan akhirnya investor berkukulah yang mengambil alih pemberdayaan potensial Karo.