Oleh: Chandra Irvan Diky Simarmata. MASYARAKAT mungkin banyak yang tidak mengetahui kalau Perusahaan Listrik Negara (PLN) pernah mencanangkan sebuah program mulia yang disebut visi 75-100.
Visi baru PLN yang disuarakan sejak tahun 2007 dan hampir bersamaan dengan Hari Listrik Nasional ke-62 waktu itu, sebenarnya merupakan tekad mulia PLN sebagai perpanjangan tangan Pemerintah untuk dapat melistriki seluruh wilayah di Nusantara.
Tujuannya utamanya demi mencapai rasio elektrifikasi nasional sebesar 100% sebelum peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75 pada 17 Agustus 2020. Rakyat pun sangat senang dengan program PLN tersebut, sebab nantinya seluruh rumah tangga di Indonesia akan mendapatkan akses ke energi listrik.
Namun celakanya, keadaan seperti hanya jalan ditempat. Fakta dan kenyataan dilapangan berbanding terbalik dengan indahnya skema perencanaan dan teori-teori yang dikemukakan selama beberapa tahun belakangan ini. “Maksud hati ingin memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai” adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan Pencapaian Visi 75-100 PLN saat ini.
Rakyat Pesimis
Pemadaman bergilir nyatanya sudah berlangsung selama hampir 10 tahun dan menjadikan masyarakat terkususnya di wilayah Sumatera Bagian Utara gerah dan emosi. Padahal masih jelas di ingatan publik pada tahun 2013 lalu, PLN menjanjikan bahwa tidak akan ada lagi pemadaman bergilir, namun buktinya kini pemadaman tetap saja terjadi.
Dengan keadaan seperti sekarang ini, Masyarakat Sumbagut mungkin sudah jenuh terhadap PLN. Kinerjanya yang tak juga menunjukkan hasil, membuat masyarakat menjadi pesismis. Jadi bagaimana mungkin cita-cita untuk menyukseskan swasembada listrik bagi seluruh penduduk di Sumatera Bagian Utara terhususnya kota Medan dapat terealisasi?
Rasa Pesimis terus menghantui masyarakat. Hal itu terbilang wajar, pasalnya hingga saat ini, PLN tetap saja gencar melakukan pemadaman bergilir (byar pet). Alasan yang diutarakan selalu sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Entah apa mau PLN yang sebenarnya, mungkin hanya PLN lah yang tahu.
Masyarakat sudah cukup kesal terhadap ulah PLN. Apalagi jika mengingat ucapan para petinggi PLN termasuk Menteri Negara BUMN Dahlan Iskhan beberapa waktu yang lalu yang menjanjikan penyelesaian krisis listrik, maka akan semakin menambah kekesalan masyarakat.
Waktu itu masyarakat sempat terhipnotis bahagia. Masyarakat dijanjikan bahwa tidak akan ada lagi pemadaman bergilir, namun apa kita lihat sekarang ini listrik tetap saja padam di saat warga sedang produktif untuk bekerja. Padahal semua tahu bahwa perekonomian di Sumatera Utara sangat tergantung pada kelancaran aliran Listrik.
Menanti Realisasi
Kini rakyat sedang menunggu janji PLN untuk merealisasikan Visi 75-100 yang dicanangkan oleh PLN. Janji PLN dalam upaya mewujudkan 100% elektrifikasi nasional seharusnya sudahlah mulai dapat dirasakan manfaatnya. Namun kenyataan berkata lain, bahkan krisis listrik tak juga teratasi, padahal realisasi Visi 75-100 PLN tersebut hanya menyisakan waktu 6 tahun lagi menuju tahun 2020.
Ironisnya, bukannya hasil yang baik didapat oleh masyarakat, malah pemadaman bergilir yang harus diterima sebagai dampak defisit listrik yang terjadi. Maka wajar saja jika rakyat pun pesimis menanggapi Visi 75-100 PLN tersebut. Target PLN juga tersebut terbilang sangat ambisius, mengingat rasio elektrifikasi nasional berdasarkan data dari Kementerian ESDM di tahun 2014 masih dibawah 85 persen. Selain itu, Pasca inalum kembali kepangkuan ibu pertiwi dan sebagian listriknya dapat dipergunakan untuk wilayah Sumatera Utara juga seolah sia-sia. Oleh karena itu, Rakyat perlu diberikan informasi yang akurat terhadap kinerja PLN dalam merealisasikan Visinya.
Program Listrik 10.000 MW (10 GW) untuk mendukung Visi PLN tersebut juga belum terlihat hasilnya. Bahkan, hingga tahun 2014 ini, baik Fast Track Program (FTP) tahap I maupun FTP tahap II selalu molor dari target sehingga belum juga rampung sepenuhnya.
Alasan PLN lagi-lagi berkutak pada masalah ijin dan alasan klasik lainnya yang terkesan klise dimata masyarakat. Padahal seharusnya Di tahun 2014, rakyat Indonesia terkhususnya warga Sumatera Utara yang bermukim dikota dan perkampungan diharapkan sudah bisa menikmati aliran listrik dari sebagian hasil proyek 10 GW tersebut.
Namun sayang seribu sayang, bukannya kelancaran aliran listrik yang diterima oleh penduduk di Sumatera Utara terkhususnya kota Medan, malah sebaliknya pemadaman bergilir (byarpet) yang terus dialami pasca Pemilu Legislatif 9 April sehingga menyebabkan kerugian diberbagai sektor usaha.
Jika sudah seperti ini, apa yang seharusnya kita perbuat? Penulis berpendapat, mulai hari ini seluruh masyarakat Sumatera Utara terkhususnya warga Medan hendaknya bersama-sama mengawasi seluruh proyek-proyek PLN tersebut agar visi 75-100 PLN dapat segera rampung.
Jangan hanya karena ada hari besar ataupun Pemilu maka listrik mengalir lancar. Rakyat melalui DPRD sebagai wakilnya hendaknya dapat bertanya kepada Pemerintah daerah terkhususnya PLN dalam rangka usaha mengawal dan memantau kinerjanya.
Penulis juga berharap agar Kementerian BUMN terkhususnya PLN bersama seluruh jajarannya segera menyelesaikan proyek 10 GW tersebut. Jika proyek 10 GW bermasalah, mungkin PLN bersama Pemerintah dapat mengambil jalan lain untuk lebih serius menghasilkan energy Listrik dengan pemanfaatan energi alam atau terbarukan seperti geothermal, matahari dan angin.
Masyarakat berharap target tidak lagi molor untuk membuktikan bahwa PLN serius mewujudkan swasembada listrik nasional. PLN harus segera meningkatkan kinerjanya, sebab PLN merupakan perpanjangan tangan Negara dalam mensejahterakan rakyat dibidang ketahanan energi listrik sesuai amanat UUD 1945 pasal 33.
Kerjasama antara Pemerintah dan PLN diharapkan mampu menggenjot proyek 10 GW agar dapat selesai tepat waktu. Tanpa adanya dukungan dan keseriusan Pemerintah bersama stakeholder, maka semuanya itu “bagai jauh panggang dari api“ dan pencapaian elektrifikasi nasional 100% mustahil dapat terealisasi di hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-75 tahun 2020.***
Penulis adalah alumnus FBS Unimed