Diskriminasi Publik Trotoar

Oleh: Suadi. Bila kita berkeliling di Kota Medan dengan berjalan kaki, maka kita akan kesulitan mendapatkan trotoar yang benar-benar nyaman untuk dilalui. Parkir liar, pedagang kaki lima, pengendara sepeda motor yang menerabas jalan lewat trotoar hampir menjadi pemandangan umum di sepanjang jalur trotoar pejalan kaki. Hal ini tidak saja membuat pejalan kaki tidak nyaman dan aman, namun terkadang mengancam keselamatan jiwa saat berjalan di trotoar dan pinggiran jalan.

Belum lagi disaat terjadi kemacetan lalu lintas. Pengendara sepeda motor seringkali tidak sabar dan kerap melajukan sepeda motornya di jalur trotoar yang seharusnya menjadi tempat yang aman untuk pejalan kaki. Di samping itu, pedagang kaki lima (PKL) turut mempersempit para pejalan kaki dengan berjualan di area dimana pejalan kaki seharusnya berhak untuk menggunakannya. Demikian pula pemandangan parkir sembarangan di bahu kiri-kanan jalan semakin membuat pejalan kaki kehilangan haknya untuk menggunakan trotoar dengan nyaman.

Padahal, pemerintah sudah mengeluarkan undang-undang untuk memberikan sanksi bagi para pengguna jalan yang melanggar tata aturan berkendara di jalan. Dalam undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan pasal 275 menyatakan bahwa setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan diancam pidana kurungan 30 hari atau denda maksimal Rp. 250.000.

Secara gamblang kita dapat mengambil kesimpulan dari UU tersebut bahwa semua pengguna jalan baik yang menggunakan kendaraan sepeda motor, bus, minibus, mobil, sepeda, maupun pejalan kaki memiliki hak yang sama tanpa ada diskriminasi. Dan secara jelas juga disebutkan dalam UU tersebut bahwa pejalan kaki juga mendapatkan hak berupa fasilitas jalan (trotoar) dan perlindungan dalam menggunakan jalan umum.

Transportasi Ramah Lingkungan

Kota-kota di Eropa dengan transportasi ramah lingkungan, jalur sepeda yang aman serta trotoar yang nyaman patut menjadi contoh untuk diterapkan di Kota Medan. Seperti Kota Amsterdam, Paris, Venesia, London, dan Roma Italia. Semua kota tersebut memiliki jalur sepeda yang aman, trotoar yang nyaman bagi pejalan kaki serta angkutan transportasi yang ramah lingkungan. Sehingga, tidak ada kemacetan, pelanggaran lalu lintas serta trotoar yang disalahgunakan seperti kerap yang ada di Kota Medan.

Pangkal dari segala kesemrawutan yang ada di Kota Medan adalah jumlah kendaraan yang melebihi kuota jalan. Badan jalan sudah tidak sanggup menampung kendaraan yang semakin bertambah banyak. Indikasinya, semakin banyaknya parkir liar yang sesuka hati membuat parkiran di pinggir jalan kian menciptakan badan jalan semakin sempit. Belum lagi ulah pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya di kawasan trotoar. Maka, tak ayal trotoar yang semestinya tempat yang nyaman, aman dan enak untuk berjalan kaki menjadi tempat yang tidak menyenangkan.

Padahal dalam UU tersebut juga memuat sanksi yang cukup tegas bagi siapa saja yang melanggar. Sudah saatnya pemerintah membatasi jumlah kepemilikan kendaraan yang ada di Kota Medan. Karena selain mengakibatkan jalan semakin sempit dan membuat kawasan trotoar menghilang perlahan, kuantitas kendaraan juga menghasilkan emisi CO2 yang amat berbahaya bagi manusia. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam health and green economy sistem transportasi global menyumbang 23% emisi CO2. Sementara transportasi darat menyumbang sekitar 16 % emisi CO2.

Peraturan pemerintah pun tidak akan terlaksana bila masyarakat tidak memiliki kesadaran untuk menggunakan transportasi ramah lingkungan. Seruan untuk naik transportasi umum ketimbang kendaraan milik pribadi dan seruan menggunakan sepeda bisa menjadi solusi yang bisa mengurangi kemacetan lalu lintas dan tidak perlu terjadinya perampasan wilayah trotoar yang seharusnya milik para pejalan kaki.

Komitmen Bersama

Melansir dari redaksihijau. com, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk mengembalikan hak-hak pejalan kaki. Diantaranya menata lahan di perkotaan secara lebih efisien dengan menambah kepadatan keragaman fungsinya, membangun infrastruktur yang terkoneksi untuk pengguna sepeda dan pejalan kaki, membangun sistem transportasi massal seperti bus umum yang nyaman dan aman serta ramah lingkungan, serta membuat kebijakan untuk mengurangi polusi dan kemacetan sekaligus untuk melindungi pengguna jalan raya.

Poin-poin tersebut bila diterapkan bisa menciptakan kondisi jalan yang aman dan nyaman tanpa mengesampingkan hak-hak dasar para pejalan kaki di trotoar. Namun, pengurangan transportasi yang dinilai amat mustahil dan susah diterapkan oleh pemerintah, kemungkinan bisa saja dilaksanakan bila semua pihak, semua masyarakat secara sadar bersama-sama mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan memilih alternatif transportasi umum.

Kita semua berharap kota Medan nyaman dan aman bagi para pejalan kaki, pengguna sepeda dan semua pengguna jalan baik kendaraan sepeda motor, mobil maupun bus. Pasca diraihnya gelar kota terbersih Adipura dan status kota metropolitan, maka sudah waktunya Kota Medan juga mengutamakan perbaikan baik suprastruktur maupun infrastruktur trotoar dan jalur sepeda. Karena, bila kita lihat bersama, para pesepeda dan pejalan kaki di Kota Medan seringkali merasa tidak aman dan terdiskriminasi bila di jalan.

Semoga suatu hari nanti Kota Medan juga bisa menjadi kota yang memiliki jalur sepeda yang nyaman dan trotoar yang aman bagi pejalan kaki seperti halnya Kota Amsterdam, Venesia, Paris dan lain-lainnya yang ada di Eropa. ***

Penulis adalah Mahasiswa UMSU, Tenaga pendidik di SMP YPI An-Nur Martubung

()

Baca Juga

Rekomendasi