Medan, (Analisa). Budaya dan adat memiliki pengaruh tinggi terhadap ekonomi Indonesia. Para pelaku adat dan pengamat ekonomi mengemukakan, pengaruh budaya dan adat itu dapat negatif maupun positif.
Kebiasaan pesta dan upacara-upacara adat serta kebudayaan seperti menggunakan pakaian tradisional dinilai mampu berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi. Namun, juga dapat menguras sumber daya keuangan individu atau para pelaku adat.
Nursinta Sijabat, wanita Batak yang setia mengikuti adat-istiadat, mengakui meski adat dan budaya itu wajib dilaksanakan, tetapi kedua hal tersebut dapat berpengaruh buruk terhadap ekonomi. Ia mencontohkan, dalam pesta pernikahan Batak membutuhkan biaya besar. Ia menguraikan, untuk biaya pernikahan di kalangan suku Batak Toba standar minimal Rp. 50 juta. Itu terdiri dari biaya gedung, biaya makanan, ulos, pemberkatan, dan sebagainya. “Kalau menikah wajib sudah ditanganlah Rp. 50 juta. Jika pesta adat tidak dilaksanakan saat nikah, pada saat dia (yang menikah) meninggal, itu harus dibayar. Intinya wajib bayar adat!” ungkap wanita paruh baya ini, Senin (28/4).
Hotman Situmorang, pelaku adat, juga mengemukakan hal yang mirip. Pria ini menyampaikan bahwa dirinya terkadang malas mengikuti acara pesta adat yang biasanya berdurasi panjang. Akan tetapi, ia mengaku bukan bermaksud untuk tidak menghormati ataupun tidak memiliki jiwa sosial yang tinggi. “Saya terkadang malas mengikuti acara adat, karena biasanya acaranya dari pagi sampai sore hari, benar-benar menyita waktu itu. Tapi amplop untuk pesta selalu saya berikan, jika tidak sempat, titip sama teman,” terang dia.
Menurut pandangan Pengamat Ekonomi, Muhammad Ishak, adat dan budaya, khususnya yang ada di Indonesia berpengaruh tinggi terhadap ekonomi seseorang atau kelompok masyarakat. Dia mengatakan dampak positif adat dan budaya itu bisa dilihat dari adanya pakaian-pakaian tradisional yang hingga kini masih dipakai oleh Indonesia. Acara pesta dan upacara, katanya, memiliki keuntungan musiman bagi para pedagang dan penyewa alat-alat perlengkapan pesta.
Meski demikian, lanjutnya, sebagian besar penduduk Indonesia umumnya mengikuti adat dan kebudayaan tanpa memperhitungkan kesanggupan dana. Hal itu, katanya, dapat menguras sumber daya keuangan orang tersebut. “Lebaran tidak dipaksa untuk sajikan makanan ini itu, pakaian baru, dan lain-lain. Apalagi sampai berhutang. Itu bahaya,” jelasnya.
Ishak menambahkan, dalam mengambil keputusan ekonomi, seseorang seharusnya memiliki pola pikir apa manfaat yang ia dapat jika ia melakukan sesuatu kegiatan tertentu.
Individu, imbuhnya, harus menggunakan akal sehat dalam mengambil suatu keputusan ekonomi. “Katakanlah jika kita membeli suatu produk, apa yang melatarbelakangi kita membelinya, apa karena kebutuhan atau keinginan, kita harus benar-benar bisa memilih mana yang penting dan kurang penting,” ujarnya. (dyt)