SEMUA proses pengolahan rengginang di Kampung Anyar, Desa Semplak, Kecamatan Kemang, Bogor, masih dilakukan secara tradisonal. Proses diawali dengan pemilihan ketan yang berkualitas baik. Yakni, ketan yang tidak berbau apek dan tidak mengeluarkan bubuk.
Intah Sutiawan, perajin rengginang di Kampung Anyar, menuturkan, sebelum diolah ketan harus direndam selama satu jam supaya lebih empuk. Ketan itu lalu dikukus selama 30 menit. Tahap selanjutnya, bahan baku ketan dicampur dengan bumbu bawang putih, terasi, dan garam.
Setelah itu, kukus kembali ketan hingga satu jam. Hasil kukusan yang sudah dingin lalu dibentuk dalam wujud bulatan pipih untuk selanjutnya dijemur di bawah terik matahari.
Ada dua pilihan ketan, yakni beras ketan hitam dan beras ketan putih. Menurut Intah, tidak ada perbedaan kualitas rengginang dari dua bahan yang berbeda itu. Tapi, pemilik usaha rengginang merek Karya Mandiri ini, mengakui, bahwa harga kedua ketan itu berbeda.
Saat ini, para perajin membeli beras ketan putih dari pemasok Rp400.000 per-50 kilogram (kg). Sedangkan harga beras ketan hitam Rp560.000 per-50 kg. Namun, itu patokan harga di hari-hari biasa. Menjelang hari raya seperti lebaran, harga ketan juga akan ikut naik.
Kendati harga beras ketan kerap tidak stabil, pasokannya tetap lancar. Sebab mereka memiliki pemasok tetap yang rutin datang, minimal dua kali sepekan.
Kendala lain yang kerap menghadang perajin rengginang di Kampung Anyar adalah faktor cuaca. Jika musim hujan tiba, para perajin kesulitan untuk mengeringkan rengginang.
Mimi Maryam, perajin rengginang dengan merek dagang Raos, bilang, jika hujan turun, proses penjemuran rengginang jadi terganggu. Selama ini, perajin memang mengandalkan terik matahari sebagai pengering. Sejatinya, mereka pernah berinisiatif mencari mesin pengering.
Tapi, menurut Mimi, pengeringan rengginang di bawah terik matahari akan lebih bagus hasilnya. Sebab, kalau pakai oven, hasil gorengan rengginangnya tak bagus.
Cerita Mimi diamini oleh Sami, perajin lainnya. Jika musim hujan tiba, dia lebih memilih untuk tidak memproduksi rengginang. Sebab, dia mempertimbangkan faktor risiko. Jika tidak dijemur di bawah panas sang surya, rengginang akan berjamur. Ujung-ujungnya, rengginang yang terlanjur telah diproduksi tidak laku dijual, karena bentuk dan rasanya tidak sebaik jika dikeringkan.
Beruntung, para perajin rengginang di Kampung Anyar cukup terampil dalam mengolah makanan. Mereka tidak hanya mengandalkan pemasukkan dari penjualan rengginang. Apalagi ketika musim penghujan datang.
Untuk itu, perajin mengalihkan produksi rengginang ke aneka makanan lainnya. Selain rengginang, dia juga memproduksi 10 penganan khas lainnya. Di antaranya, noga, geplak, teng-teng, keripik bawang, dan pastel mini.
Dengan adanya variasi produksi makanan, para perajin rengginang di Kampung Anyar tidak akan kekurangan rezeki. Terutama, ketika penjualan rengginang merosot di saat musim penghujan tiba. Para perajin rengginang menjual produksinya dengan harga seragam. Satu bungkus rengginang mentah dibanderol Rp7.000. Isi satu bungkus sekitar 30 keping.
Keseragaman Harga
Keseragaman harga sengaja dibuat agar tidak ada perang harga antar sesama perajin. Agar semakin kompak, para perajin rengginang di Kampung Anyar membentuk sebuah kelompok paguyuban, yakni Paguyuban Maju Bersama.
Awal berdirinya paguyuban itu berangkat dari keprihatinan para perajin yang melihat kurangnya persatuan di antara mereka. Pada masa awal pembentukan, anggota paguyuban hanya berjumlah 10 perajin. Tapi, lambat-laun jumlah anggotanya bertambah hingga mencakup semua perajin rengginang di seluruh wilayah Kampung Anyar.
Meski para perajin mengaku kompak satu suara dalam hal harga, masing-masing perajin tetap tak mau berbagi racikan bumbu. Contohnya, Intah yang mengklaim rasa rengginangnya berasal dari olahan resep yang dipertahankannya sejak pertama kali terjun ke usaha ini pada tahun 1984. Dalam memproduksi rengginang, ia menggunakan sejumlah bahan baku. Di antaranya, beras ketan, garam, terasi, bawang putih, dan sejumlah penyedap masakan lainnya.
Menurut Intah, dalam sehari setidaknya ia bisa memproduksi 50 kilogram rengginang. Omzet penjualan bisa mencapai Rp1 juta per-hari. Lain lagi cerita yang diutarakan Mimi mengaku, hanya memproduksi rengginang sebanyak 500 bungkus per-bulan, omzetnya hanya Rp5 juta per-bulan.
Setali tiga uang, Sami, perajin rengginang lainnya, mengaku hanya memproduksi rengginang 35 bungkus per hari. Omzet Sami hanya Rp6,5 juta per-bulan. Namun, itu adalah perhitungan omzet di hari biasa. Menjelang hari raya seperti lebaran, produksi rengginang pasti meningkat. (Int)