Forum Tokoh Perempuan Aceh Dideklarasikan

Banda Aceh, (Analisa). Untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam berbagai bidang di Aceh, para tokoh perempuan di daerah itu telah membentuk Forum Tokoh Perempuan Aceh. Forum itu dideklarasikan di Gedung Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Rabu (14/5).

Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, melalui Asisten III Pemerintah Aceh, Muzakar SH, mengukuhkan pengurus forum untuk periode 2014-2017. Pembentukan organisasi ini berdasarkan surat keputusan (SK) Gubernur Aceh No 002/KPTS/RT/PA/V/2014.

Dalam sambutanya, Ketua Forum Tokoh Perempuan Aceh, Hj Raden Sugiarti, mengungkapkan, sepanjang perjalanan Aceh sejak Abad 16, telah membuktikan tak ada bias gender antara laki-laki dan perempuan di Aceh. Hal itu dilihat dari banyaknya pejuang Aceh dari kaum perempuan.

“Aceh telah melahirkan srikandi-srikandi pejuang yang tangguh yang mengabdi kepada bangsa. Ada Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Laksamana Malahayati dan lainnya. Ini sebagai bukti sejarah yang tak dapat dibantah,” katanya.

Besarnya kiprah perempuan Aceh dalam berjuang kala itu membuat mereka dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Menurut Sugiarti, semangat mereka itu pula membakar semangat perempuan Aceh untuk terus berjuang dan mengabdi kepada bangsa dan negara.

Diceritakannya, kondisi kaum perempuan Aceh pada Orde Baru kerap terpinggirkan oleh kekuasaan. Bahkan, kaum perempuan kerap dilibatkan dalam konflik Aceh yang terjadi masa itu.

Seiring kondisi yang kian kondusif pascaperdamaian antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandai dengan penandatangangan nota kesepahaman damai atau memorandum of understanding (MoU) 2005, memberi harapan baru bagi perempuan Aceh untuk memperjuangkan eksistensinya.

“Berbagai organisasi tumbuh dan berkembang, seperti Laskar Cut Nyak Dhien dan lainnya. Bahkan, pernah lahir partai politik lokal yakni Partai Aliansi Rakyat Aceh Peduli Perempuan,” katanya.

Walaupun partai tersebut tidak lolos verifikasi tahun 2009, diakuinya, kelahiran partai tersebut merupakan bagian dari peran perempuan untuk memperjuangkan kaumnya. “Saat ini juga dapat dilihat banyak tokoh perempuan Aceh yang muncul ke permukaan melalui parpol,” ujarnya.

Diutarakannya, ketatnya persaingan calon anggota legislatif dan sistem pemilu di Indonesia yang belum berpihak pada perempuan mengakibatkan perolehan kursi kaum perempuan di parlemen belum maksimal. Untuk DPR-RI, tak satu pun kaum perempuan dari Aceh. “Ini tantangan bagi kita semua, khususnya tantangan bagi perempuan Aceh,” katanya.

Selain di pentas politik, perempuan Aceh juga telah banyak berkiprah, khususnya di bidang pemberdayaan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Partisipasi perempuan untuk menghasilkan karya-karya bernilai ekonomi dan bergerak di bidang sosial begitu nyata.

“Atas dasar itu pula, kita disini mendeklarasikan forum ini untuk mewujudkan perempuan Aceh yang tangguh dan bermartabat,” katanya di hadapan ratusan tokoh perempuan yang hadir.

Sementara Gubernur Zaini Abdullah dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Muzakar juga mengungkapkan besarnya peran perempuan dalam sejarah peradaban Aceh. “

Dikatakan, perempuan Aceh pada masa prakemerdekaan RI tidak hanya berbakti kepada keluarga, tapi juga berjuang dan berperan besar pada bangsa. 

Namun gubernur menyayangkan, perempuan masa sekarang, tidak segemilang dulu. “Masih rendahnya partisipasi perempuan di bidang politik maupun jabatan publik karena adanya ketidakpedulian perempuan itu sendiri dalam meningkatkan kapasitas dirinya,” sebutnya.

Dia mengharapkan pengurus forum tokoh perempuan ini dapat bekerja keras mewujudkan perannya sehingga dapat lebih berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya di Aceh. (bei)

()

Baca Juga

Rekomendasi