UTSMAN BIN AFFAN adalah khalifah ketiga dari Khulafa’urrasyidin. Si pemilik pemilik dua cahaya, yang menikahi dua putri Rasulullah saw yaitu as-Sayyidah Ruqayah dan setelah wafat istri pertamanya ini ia menikahi Ummu Kultsum.
Beliau selalu menangis jika melintasi tanah pekuburan sehingga membasahi janggutnya. Hambanya, Hani’ berkata pada suatu hari,”Engkau menyebut surga danneraka tapi engkau tidak menangis, sementara jika menyebut kubur engkau menangis ?”.
Utsman berkata,”Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Kuburan adalah tempat pertama dari tempat-tempat di akhirat. Jika selamat darinya, mudahlah selanjutnya. Jika tidak, selanjutnya adalah azab yang lebih mengerikan.”
Saya, kata Utsman, tidak pernah melihat pemandangan sekalipun kecuali bahwa pemandangan kuburan lebih menakutkan.
Hani’ kembali berkata,” Saya mendengar Utsman membaca syair di atas kubur. Jika selamat darinya, selamatlah dari Pemilik Keagungan. Jika tidak, saya tidak urus keselamatanmu.”
Begitulah para sahabat memahami sabda-sabda Rasulullah saw bahwa sesungguhnya kubur adalah tempat pertama dari kampung akhirat. Banyak buku-buku yang mencoba membuka tabir alam kubur, tetapi sekali lagi, buku-buku tersebut hanya menceritakan ‘secuil’ dari apa yang sebenarnya akan terjadi.
Tidak heran jika Utsman, menangis jika teringat akan kubur, karena ia tidak tahu apakah amalannya di dunia ini mampu melewati ‘cobaan’ di alam kubur tersebut. Jika mampu, maka boleh jadi akan selamatlah ia, tetapi jika tidak maka pada pos-pos selanjutnya pasti ia akan mengalami kesulitan yang lebih besar.
Sebelum masa yaumil hisab (masa perhitungan) maka akan muncul sebuah gambaran bagaimana ke depan nantinya. Jika ia jenazah yang di dunia banyak melakukan amal kebaikan maka ia akan melihat sesuatu yang sangat diidam-idamkan setiap manusia, tetapi jika ia manusia yang di dunia banyak melakukan kemungkaran, maka akan dimunculkan sesuatu yang mengerikan.
Bahkan dalam beberapa riwayat, ketika kita masuk di dalam kubur, maka ada sosok yang akan menemani kita. Sosok yang menemani kita itulah yang disebut amal. Jika banyak amalan yang baik kita lakukan maka sosok yang berupa seperti ‘kita’ itu tampak bersih dan harum dan kita tentram bersamanya, tetapi jika amalan di dunia banyak mensekutukan Allah, banyak melakukan maksiat dan selalu melakukan apa yang dilarang-Nya, maka ‘sosok’ amalan itu seperti ‘kita’ tetapi rupanya sangat menakutkan dan sangat bau sehingga kita tidak nyaman di sampingnya.
Masih dalam riwayat yang lain, jika kita orang-orang yang husnul khatimah (kematian yang baik) maka masa penungguan untuk dibangkitkan kembali oleh Allah seperti sekejap saja, layaknya orang tidur kemudian bangun. Seperti tidak terjadi apa-apa. Tetapi jika orang yang meninggal tersebut berpredikat su’ul khatimah (kematian yang tidak baik), maka masa penantiaannya sangat lama, bahkan akan terasa sangat menyakitkan karena ia mendapat siksa kubur.
Jadi wajar memang jika Rasulullah saw bersabda,”Kuburan adalah tempat pertama dari tempat-tempat di akhirat. Jika selamat darinya, mudahlah selanjutnya. Jika tidak, selanjutnya adalah azab yang lebih mengerikan.”
Dalam bulan Mei 2006 ini paling tidak secara pribadi saya dua kali mengiringi jenazah ke kuburan. Pertama adalah mengiringi jenazah almarhum abang saya sendiri, seminggu kemudian mengiringi jenazah sepupu saya sendiri. Ada sesuatu yang berbeda memang jika kita berangkat ke pekuburan. Apalagi ketika jenazah diturunkan ke liang lahat. Akan terbayang rasanya, jika kita masuk ke dalam sana. Pertanyaannya, “Sudah siapakah saya ?”
Pertanyaan jelas akan saya jawab, “Saya belum siap.” Tetapi jika kematian datang apakah ia akan meminta izin kepada kita ? Jelas tidak, karena kematian datang tidak menunggu barang sedetikpun.
Abang saya itu masih muda, umurnya baru 54 tahun, ada 4 anaknya dan masih kecil-kecil (yatim). Tetapi tampaknya siap atau tidak siap kematian harus dijalaninya. Bagi kita yang hidup kematian merupakan i’tibar (pelajaran), bahwa kita juga akan sampai ke sana dan akan di masukkan ke dalam kubur. Ketika di dalam kubur, ke mana kita akan meminta tolong, maka pertolongan yang hanya dapat menolong kita adalah amalan-amalan shaleh kita di dunia, harta yang kita sedekahkan, anak yang selalu mendoakan dan ilmu yang baik yang selalu dimanfaatkan.
Kita tidak tahu, bagaimana ia akan menjalani hidup di alam barzakh tersebut. Yang jelas, bagi kami hanya doa yang dapat kami sampaikan mudah-mudahan ia termasuk dalam kelompok orang-orang yang husnul khatimah.
Pos pertama (di alam kubur) jika ia mampu melewatinya dengan baik, insya Allah pada pos-pos selanjutnya dengan izin Allah mudah-mudahan ia juga dapat kemudahan.
Oleh karena itu, jadikan kuburan, bukan hanya sebuah simbol dari kematian saja, tetapi jadikan dianya, sebagai pemacu untuk tetap selalu mendekatkan diri kepada Allah. Karena jika kita sering pergi ke pekuburan, maka akan terasa dekat dan pasti kita akan memahami bahwa dunia ini pada dasarnya adalah transit, dan setelah itu akan menjalani proses kematian sebelum kepada kehidupan yang abadi. Maka menangislah kalau terbayang akan kuburan karena dengan menangis mudah-mudahan membawa kesadaran kepada kita bahwa jika kita telah sampai waktunya ketika di dunia banyak menangis maka di akhirat kita banyak tertawa.