Oleh: Heru Maryono. Ketika mencermati relief yang terpahat di dinding batu Borobudur, terlihat batas-batas susunan batu yang melintas atau memotong figur-figur relief. Bila potongan-potongan batunya dibongkar satu per satu, akan diperoleh potongan-potongan relief yang menyatu dengan potongan-potongan batu penyusun dinding dimaksud. Pola seperti ini tidak berbeda dengan permainan puzzle, yakni permainan menyusun gambar dari potongan-potongan gambar.
Sekalipun prinsipnya sama, Borobudur bukan puzzle. Serupa mosaik yang dirujuk menjadi software komputer, berupa Photo Mosaic Software dan diberi nama Mazaika. Perbedaan nama Mazaika dan Mosaic (mosaik) untuk menunjukkan bahwa Mazaika bukan mosaik. Sebagai contoh, wajah George Walker Bush dibentuk dari susunan sekumpulan potret tentara Amerika Serikat yang gugur di Irak, hasil kreasi seorang seniman (yang dikenal) bernama Joe from Website dan diberi judul War President.
Perbedaannya dengan mosaik, antara lain sebagai berikut. Dari segi material bahan, wajah Bush disusun dari foto, sedangkan mosaik menggunakan batu (pipih) atau potongan (pecahan) ubin. Dari aspek penyusunannya, mosaik disusun dari kepingan-kepingan material (batu atau ubin yang) polos. Wajah Bush menggunakan bidang bermotif warna-warni sebagaimana protet wajah seseorang. Dari segi ukuran, mosaik disusun dari ukuran maupun bentuk (kepingan) batu (atau ubin) yang bervariatif, sedangkan wajah Bush disusun dari foto-foto dengan ukuran seragam.
Software komputer hanya sebatas alat bantu. Sekalipun dapat menghasilkan tiruannya, foto-foto asli tetap dapat dimanfaatkan untuk menyusun wajah Bush. Hasilnya tidak dipersoalkan digital atau asli susunan foto, secara umum dikatakan Mazaika. Dalam kategori lebih luas, masuk rumpun Pixelated Art.
Kata dasar pixelated adalah pixel (juga digunakan akronim pel). Hasil akronim picture element. Sebagai unsur struktural (penyusun gambar dalam percetakan), satuannya berupa titik raster. Aplikasinya untuk menyatakan rentang terang, hingga gelap disebut Fading Dot Pattern. Dalam pembesaran ukuran, pola dasarnya berupa bulatan (circle) atau bujur sangkar (square). Lazimnya keduanya dimanfaatkan secara terpisah.
Kata pixelated artinya pemanfaatan obyek dijadikan pixel. Dengan kata lain, memanfaatkan obyek untuk tiruan pixel. Dalam Mazaika, memanfaatkan sekumpulan foto untuk disusun membentuk wajah seseorang.
Sejalan dengan struktur penyusun dalam format dan ukuran sama (kumpulan foto dalam War President), Jeff Vorzimmer memanfaatkan teknik digital dan disebut Pixelated Art Print. Karyanya menampilkan potret Marilyn Monroe yang disusun dari bidang-bidang akromatik (putih, hitam dan abu-abu) berformat bujur sangkar dan diberi judul Pixel Marilyn Monroe.
Dalam wujud konkrit (artinya tidak melalui printout dari proses digital), susunan bidang segi empat dalam format persegi empat panjang dijumpai dalam Brick Art (Seni Batu Bata). Sebagai contoh, potret Michael Jackson yang dikerjakan seniman-seniman Australia yang berhimpun dalam kelompok Austral Brick.
Candi Portibi (di Sumatera Utara) pun terbuat dari batu batu. Apakah keberadaannya tergolong Brick Art? Satu hal yang pasti, masuk rumpun Seni Tradisional. Dalam batasan, seni mengabdi pada otoritas agama.
Sekarang era Kapitalisme. Apakah pengabdian seni pada kekuasaan ini juga dikategorikan Seni Tradisional. Barangkali perlu dimodifikasi menjadi Revival Tradisional. Intinya tetap menggelorakan semangat pengabdian. Sasarannya yang berbeda, yakni pada kekuasaan nilai kehidupan yang lain (Kapitalisme). Bukan asli tradisional. Mengabdi pada otoritas agama, kekuasaan raja atau bangsawan. Tema proses berkarya melibatkan nama pabrik permainan anak-anak yang terkenal, bertajuk The Art of the Brick Lego Art pada karya Nathan Sawaya, berjudul Mask, menunjukkan kapasitas pengabdian dimaksud.
Bila Mask masuk rumpun Square (Fading Dot) Pattern, maka karya pixelated tiga dimensional yang mengabdikan diri pada kekuasaan Kapitalisme dalam rumpun Circle (Fading Dot) Pattern, juga dijumpai. Terlihat pada karya Ratcliff Fowler. Karyanya berupa figur menendang bola. Modelnya Carlos Teves dan ditiru bentuknya dari susunan ribuan bola (dari jenis bola untuk sepak bola).
Judul karya tersebut berbeda-beda dari setiap situs (web) yang meng – upload. Pertama, Nike’s Ballman World Cup Sculpture. Kata World Cup yang tertuang dalam judul, berkaitan dengan penyelenggaraan Piala Dunia. Ke dua, 3000 Footballs use for Shopping Centre Sculpture. Keikutsertaan nama Shopping Centre dalam judul, berkaitan dengan penempatannya di Carlton Shopping Centre, Johannesburg. Adapun pilihan penempatannya di kota Johannesburg, Afrika Selatan, berkaitan dengan keberadaannya untuk memeriahkan Piala Dunia 2010 yang diselenggarakan di Afrika Selatan.
Situs lain menuliskan judul 5500 Pixels Nike Ballman. Sekalipun ada selisih dengan penulisan jumlah bola di atas, tetapi keduanya menunjuk pada satu karya yang sama. Adapun judul ke empat adalah 20 Meter Giant Art Pixelated Sculpture.
Penyediaan (oleh sponsor) ribuan produk bermerek terkenal yang digunakan Nathan Sawaya (dimaksudkan jumlah brick atau balok penyusun) dan Ratcliff Fowler, menunjukkan adanya kesiapan kekuasaan Kapitalisme melayani kebutuhan masyarakat dunia. Bila sudah demikian, merek pun menjadi orientasi proses kreatif. Tidak menutup kemungkinan, penggunaan produk bermerek untuk media berkarya seni belum teridentifikasi kategorinya. Kondisi ini tidak perlu dirisaukan, karena ketiadaannya (kategori) sudah diwadahi dalam rumpun New Media Art.
Karya Fowler juga dikategorikan Seni Kontekstual, karena memiliki konteks dengan Piala Dunia 2010. Mungkin juga bisa dikatakan pemujaan pada kebesaran Piala Dunia. Kebesarannya memang tidak diragukan. Menyambut Piala Dunia 2014 yang diselenggarakan pada pertengahan tahun, dari sejak awal tahun 2014, pemberitaan tentang persiapan dan prediksi-prediksinya sudah gencar ditayangkan.
Penulis, dosen Senirupa Unimed