Manager Proyek Sebut Bintatar Bertanggungjawab

Medan, (Analisa). Sidang lanjutan dugaan korupsi pelepasan lahan untuk pembangunan sarana dan prasarana berupa basecamp dan access road pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan III tahun 2010, Rabu (11/6), saksi Robert Purba selaku Manager Proyek menyatakan yang bertanggungjawab atas anggaran dan proses pelepasan lahan adalah Bintatar Hutabarat selaku GM PLN Sumut kala itu.

Selain Bintatar, Robert juga menuding Panitia Pengadaan Tanah (P2T) turut bertanggungjawab dalam proses pelepasan lahan itu.

Hal itu dikatakan saksi Robert di hadapan majelis hakim diketuai Nelson J Marbun, saat ditanyai siapa yang bertanggungjawab dalam anggaran ganti rugi lahan masyarakat beserta bangunan dan tanaman yang tumbuh di atas lahan. “Sebagai GM PLN saat itu, Bintatar yang paling bertanggungjawab atas proyek dan anggaran. Karena ia yang mencairkan”, ucap saksi.

Sementara, pada persidangan beberapa waktu lalu, Bintatar yang juga dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Saibun Sirait selaku Plh Sekda Pemkab Tobasa, mengatakan Robert Purba yang bertanggungjawab, karena ia (Bintatar) mengaku tidak turun langsung ke lokasi dan hanya mendapat laporan dari Robert.

Dalam persidangan kemarin, hakim terlihat kesal atas ucapan Robert berbeda dengan keterangan saksi lain seperti Andi, Lamria dan Liana dari pihak PLN. Sebab saksi Robert mengatakan dirinya sudah memberitahu semua kepada bawahannya tentang prosedur dan kesepakatan pembayaran. Namun, pada persidangan Selasa (10/6), ketiga saksi mengaku hanya sekedar menemani dan tidak tahu soal penuntasan dan pembayaran.

Majelis hakim juga berpendapat, ada kelalaian dari pihak PLN dalam perkara ini, bahkan menilai tidak wajar hanya Saibun Sirait dan Rudolf Pardede, yang diseret ke pengadilan. “Seharusnya ada tersangka lain dari pihak PLN”, ucap salah seorang hakim anggota.

40 Orang

Robert juga mengaku sedikitnya ada 40 orang yang belum mendapatkan ganti rugi karena tidak hadir dalam proyek access road.

Ia juga mengatakan, sebelum dikeluarkan izin pembangunan basecamp oleh Gubernur Sumut, pihak PLN sudah melakukan pembangunan dan pembayaran ganti rugi tanah. “Izin sudah kita ajukan tahun 2004. Tapi tidak dapat dikeluarkan oleh Gebernur. Baru 2012 dikeluarkan”, katanya.

Lantas, hakim bertanya dengan mengatakan ada prosedur yang salah dan dilanggar pihak PLN dalam pembangunan basecamp, sebab izin baru keluar 2012. “Izin keluar tahun 2012. Sosialisasi dan uang ganti rugi tanah sudah dibayar tahun 2010. Itu bagaimana pertanggungjawabnya dan siapa yang menyuruh”, tanya hakim.

Saksi mengatakan Direksi PLN pusat yang memiliki kewenangan. “Direksi PLN pusat pak, karena harus segera dilakukan sosialisasi dan pembayaran”, jawabnya.

Majelis hakim langsung bertanya lagi. “Siapa direksi yang menyuruh saksi?,” tanya hakim.

“Bapak Dahlan Iskan selaku Dirut PT PLN”, ungkap saksi yang tampak canggung menjawabnya.

Lalu majelis hakim menanyakan, bila izin tetap dikeluarkan apa yang dilakukan selanjutnya. Robert menjawab untuk CSR (Corporate social responsibility) kepada masyarakat. “Bila tidak jadi dibangun. Untuk CSR yang diberikan PLN kepada masyarakat pak”, tukasnya

Konfrontir

Dalam persidangan kemarin, penasihat hukum terdakwa yakni  Timbul Hutajulu, meminta hakim agar menyuruh JPU dari Kejari Balige diketuai Nickson,  menghadirkan kembali Robert Purba dan Bintatar Hutabarat untuk dikronfontir di persidangan, karena dianggap saling melempar tanggung jawab atas proyek itu.

“Ada kebijakan yang salah terkait proyek PLTA Asahan III ini. Masalahnya, pembayaran dan pengadaan surat-surat administrasi dalam proyek. Pada perkara ini pihak PLN dari GM serta bawahannya saling lempar tanggung jawab. Itu yang harusnya dikonfrontir,” ucap Timbul usai sidang kemarin.

Timbul juga meminta agar JPU  segera menghadirkan Bupati Tobasa, Pandapotan Kasmin Simanjuntak, untuk dimintai keterangan atas perkara ini. “Seharusnya dia (Kasmin) diperiksa pada persidangan minggu lalu, tapi hingga sekarang pun tidak hadir juga. Ini sudah panggilan ketiga menurut jaksa”, ujarnya.

Menurut Timbul, harusnya Kasmin sebagai pejabat negara menunjukkan perilaku yang taat hukum agar datang ke pengadilan untuk menjadi saksi, meski ia (Kasmin) juga menjadi tersangka perkara ini. “Sudah tiga kali dipanggil tapi tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas. Kata jaksa kali ini tidak hadir karena dia lagi di Malang. Sementara info kami peroleh, Kasmin berada di Kecamatan Nassau, Tobasa”, katanya didampingi Marlon Sihombing, salah seorang tokoh pemuda Tobasa.

“Janganlah jadi pengecut, jangan takut hadapi sidang. Hanya sebagai saksi saja”, sambung Marlon yang mengaku datang ke Pengadilan Tipikor Medan, hanya karena mendapat informasi Bupati Tobasa akan hadir memberikan keterangan. (dn)

()

Baca Juga

Rekomendasi