Oleh: Jekson Pardomuan
“Kemiskinan dan cemooh menimpa orang yang mengabaikan didikan, tetapi siapa mengindahkan teguran, ia dihormati. Keinginan yang terlaksana menyenangkan hati, menghindari kejahatan adalah kekejian bagi orang bebal. Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang. (Amsal 13 : 18 – 20)
Kata dasarnya tegur. Ketika kalimat ini berubah menjadi kalimat menegur, berarti menyapa, memanggil dengan pelan. Menegur juga berarti menasihati atau mengingatkan. Setiap orang pasti pernah mendapat teguran; baik teguran dari orang tua, teman, guru atau siapa saja, termasuk teguran dari Tuhan. Yang pasti bahwa setiap orang pernah mengalaminya, karena manusia tidak lepas dari kelemahan maupun kesalahan.
Permasalahan yang ada didalam kenyataan adalah tidak semua orang mau ditegur, karena ia selalu merasa dirinya benar. Dan orang yang mau ditegur itu harus bersikap rendah hati, sebab apabila tidak bersikap rendah hati maka akan terjadi persoalan baru. Firman Tuhan menasehatkan kita : “Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi” (Amsal 27:5).
Di dalam Alkitab ada tertulis banyak ayat tentang bangsa Israel yang selalu ditegur Tuhan melali Musa. Bangsa Israel terus mengabaikan pimpinan Tuhan sehingga akhirnya Tuhan merasa perlu untuk mengirim mereka masuk ke padang gurun selama empat puluh tahun lamanya. Dalam perjalanan Tuhan tetap menunjukkan kasih dalam kesabaran yang begitu luar biasa, tetapi lihatlah bagaimana tegar tengkuk atau keras kepala bangsa Israel ini, sehingga Tuhan tidak lagi dapat menuntun mereka untuk masuk ke dalam tanah perjanjian untuk memperoleh berkat-berkat bagai susu dan madu yang melimpah yang sebenarnya sudah Tuhan sediakan bagi mereka.
Pada akhirnya Tuhan harus membiarkan mereka semua mengembara sampai mati kecuali dua orang, Yosua dan Kaleb yang terus secara konstan menunjukkan kesetiaan dan iman yang percaya penuh kepada Tuhan. Hanya dua inilah yang berhasil masuk ke sana dari satu generasi bangsa Israel yang dilepaskan Tuhan dari perbudakan di tanah Mesir.
Kadang-kadang dalam perilaku hidup kita sehari-hari, kita seringkali mengeraskan hati ketika ada orang yang menegur atau mengingatkan kita. Firman Tuhan berkata bahwa Ia adalah Allah yang menyembuhkan, Allah yang mencukupi, Allah yang berperang bagi kita dan sebagainya. Walaupun sesungguhnya kita sangat tahu betul apa yang sudah Tuhan perbuat bagi hidup kita, akan tetapi seringkali kita mengeraskan hati kita kepada kuasa Tuhan sehingga kita hanya bersandar dan percaya kepada kekuatan kita sendiri.
Tak ada salahnya kalau kita tidak mengeraskan hati kepada Tuhan, sebab Tuhan mendengar, Tuhan me lihat dan Tuhan berkata bahwa apa yang keluar dari mulut-Nya tidak akan kembali dengan sia-sia. Oleh karena itu, janji-janji-Nya, bila kita percaya dan membuka hati kepadanya, maka kita akan melihat kuasa tangan-Nya bekerja dalam kehidupan kita.
“Tetapi kepada orang fasik Allah berfirman: "Apakah urusanmu menyelidiki ketetapan-Ku, dan menyebut-nyebut perjanjian-Ku dengan mulutmu, padahal engkaulah yang membenci teguran, dan mengesampingkan firman-Ku?” (Mazmur 50 : 16 – 17)
Sewaktu kita sekolah, kita seringkali mendapat teguran dari bapak guru atau ibu guru. Sebagian dari teguran itu membuat hati kita tersentuh dan akhirnya mau berubah, tak sedikit pula ketika kita ditegur justru membenci tegurannya. Peristiwa seperti ini sering kita temukan dalam kehidupan kita maupun ditengah-tengah masyarakat, terutama dalam lingkungan gereja dan rumah tangga.
Kita ingin menegur dengan tujuan yang tulus untuk kebaikan orang yang kita tegur, sementara hasil dari teguran itu tidak seperti yang kita harapkan yaitu perubahan menuju kebaikan. Yang terjadi setelah teguran kita sampaikan malah sebaliknya menjadi tidak efektif, menimbulkan sakit hati dari pihak yang di tegur dan berbuah tidak manis.
Bagaimana pula ketika di depan mata kita, anak kita melakukan kesalahan. Apakah kita akan menegurnya atau justru membiarkannya ? Seringkali orangtua salah dalam mendidik anak-anaknya. Contoh kecil saja, saat seorang anak yang terkenal sangat nakal memukul anak-anak lain di dekatnya. Lalu, orangtua si anak yang dipukul menasehati dan menegur anak yang nakal tadi. Persoalan yang kemudian muncul adalah, orangtua si anak nakal tadi tidak terima anaknya ditegur.
Padahal, kita semua tahu bahwa tugas kita sebagai orangtua dan wakil Tuhan dibumi adalah untuk menuntun dan mendidik anak-anak baik digereja ataupun dirumah. Salah satu bagian terpenting dalam proses mendidik dan menuntun anak adalah dengan memberikan teguran ketika anak kita bersalah atau melakukan sesuatu yang tidak berkenan di mata Tuhan.
Dalam kehidupan kita sebagai orangtua yang memiliki tanggungjawab dalam mendidik anak-anak adalah berani menegur. Orang yang menegur, haruslah orang yang rohani dan memiliki hubungan yang baik. Maksud orang yang rohani adalah orang yang sudah menghidupkan apa yang disarankan kepada orang lain dan tentu memiliki kehidupan yang seharusnya dapat menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Selanjutnya sipenegur haruslah memiliki hubungan baik dengan orang yang ditegur. Maksudnya sebelum kita menyampaikan teguran, kita mesti menyadari tentang hubungan kita denganya. Kalau hubungan kita baik, teguran itu akan bisa jatuh ke tempat yang kondusif. Tetapi kalau hubungan kita dengan dia memang sedang kurang baik, selanjutnya kita coba coba menyampaikan teguran, otomatis kita seolah-olah hanyalah menambahkan minyak kepada api yang sudah berkobar.
Inilah yang kadang-kadang sering kita lakukan. Sewaktu kita misalnya masih dalam suasana bertengkar dengan istri atau suami kita. Saat sedang panas-panasnya bertengkar karena masalah-masalah yang sedang, atau masih hangat terjadi, kemudian kita mau coba-coba menambahkan dengan teguran. Teguran itu menjadi tidak tepat, mungkin akan menambah runyam suasana.
Ketika kita akan menegur seseorang, yakinkan dulu di dalam diri sendiri apakah teguran itu mendidik atau malah menggurui dan membuat orang yang ditegur jadi sakit hati. Cara penyampaiannya haruslah dalam roh lemah lembut. Karena tanpa kelembutan orang akan merasa bagaikan ditusuk-tusuk oleh pisau yang tajam.
Kalau kita mau jujur, sebagian dari kita sering dalam menegur itu bukan dengan cara yang lemah lembut. Sebagian dari kita saat menegur digereja, atau dirumah ada saja yang terdorong oleh rasa jengkel, terdorong oleh amarah atau ingin membangkitkan amarah seseorang yang ingin ditegur.
Dalam hal menegur seseorang, kita juga harus bisa menguasai diri dan jangan merasa paling benar atau paling pintar. Hindari juga sikap sombong ketika menegur seseorang, karena buah dari kesombongan, dan meninggikan diri itu akan kelihatan jelas oleh mereka yang kita tegur. Bisa jadi, teguran kita hanya seperti angin lalu, masuk telinga kiri dan keluar dari telinga kanan.
Kalau selama ini kita melakukan kesalahan, kita tidak mau mendengar teguran dan kita membenci orang yang menegur kita. Sekarang saatnya kita berubah.
Marilah kita mengintrospeksi diri kita. Bila kita mendengar khotbah, apakah kita beranggapan bahwa khotbah yang baik adalah khotbah yang lucu dan menghibur ? Bagaimana kalau khotbah yang disampaikan tiba-tiba menegur kita (walaupun sejujurnya tidak secara langsung). Mungkin, inilah saatnya kita harus lebih sungguh-sungguh dengan firman Tuhan. Amin.