Lea Willson. Menulis cerpen, beberapa dari kita mungkin kurang percaya diri dan kesulitan untuk memulainya. Di sisi lain, ada pula yang begitu percaya diri -atau cukup nekat- langsung main serbu. Sayangnya kualitas cerpen itu ibarat buah yang belum matang tetapi telah dijajakan kepada pembeli.
Seperti apa sesungguhnya wujud proporsional dari sebuah cerpen yang dapat dikategorikan sebagai cerpen berkualitas? Banyak aspek yang perlu kita perhatikan. Intinya, menulis cerpen jangan dengan prinsip coba-coba. Menulis dapat pula disebut sebuah profesi -selama yang bersangkutan serius menekuninya- di mana pengamatan, riset, eksperimen (uji coba yang terencana), serta pemahaman yang jelas amatlah dibutuhkan.
Ide dan Tema
Ide dan tema ibarat nafas dari sebuah cerpen. Kedua hal tersebut, senantiasa sejalan dengan cerpen dari awal, hingga akhir. Sebelum mengawali sebuah cerpen, pastikanlah Anda telah memiliki ide serta tema yang jelas dan kuat -tidak simpang siur- sehingga alur dari cerpen Anda tidak kabur, atau melenceng.
Ide dan tema adalah hal yang dapat diperoleh dari berpikir, mengenai segala sesuatu yang terjadi dengan diri Anda, sekitar Anda, topik hangat, atau nilai-nilai pesan moral yang hendak disampaikan kepada pembaca.
Sebuah ide hendaknya juga sejalan dengan logika. Jika tidak, setidaknya cobalah upayakan hal tersebut. Kembali mengulang sepenggal paragraf dari tulisan “Tips Menulis bagi Pemula” yang ditulis bersama rekan penulis, Roveny di pertengahan 2010, “Mesin waktu adalah hal yang tidak logis. Sebagai penulis kita bisa memberikan keterangan-keterangan lain yang membuat pembaca bersedia menerima apa yang kita tuliskan”.
Judul dan Nama Tokoh
Judul ibarat wajah dari sebuah cerpen, di mana setiap dari kita tentu terlebih dulu membaca judul, baru lanjut membaca isi cerpen. Hendaknya, sebuah judul yang baik pas -berhubungan- dengan isi cerpen. Tapi tidak sampai membuat isi cerpen itu mudah tertebak, sehingga pembaca menjadi tak minat membacanya lagi. Tak dapat dipungkiri, sebuah aktivitas membaca yang mengasyikkan tentu tidaklah luput dari rasa ingin tahu.
Dalam memilihkan judul, sebaiknya tidak terlalu panjang. Cukup singkat dan padat, antara satu sampai enam kata per judul.Untuk nama tokoh. Pilihlah yang pas dengan karakternya. Misalkan, jika tokoh Anda adalah seorang pria yang memiliki karakter yang cool, keren dan berkarisma. Dengan cerpen bersetting di kota Seoul atau kota-kota besar lainnya, sudah tentu jangan diberi nama Ucok, Udin atau sejenisnya. Intinya nama harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal serupa juga berlaku bagi tokoh perempuan.
Benar, nama merupakan pemberian orangtua, tidak menentukan nasib atau karakteristik seseorang. Prinsip dalam menulis berbeda. Sebisa mungkin harus membangkitkan suasana yang pas dengan tema dari cerpen Anda. Maka, nama tokoh adalah salah satu yang juga penting diperhatikan.
Sedikit contoh sederhana, mengapa ada kalanya seorang penulis atau artis harus menggunakan nama pena atau nama lain? Tentu karena ada nama yang menjual, dan ada yang tidak.
Alur dan outline
Step selanjutnya, menyusun alur -segmen per segmen dari cerpen- menjadi sebuah outline, atau garis besar. Outline tidak harus detail, tetapi harus jelas. Berisi perencanaan Anda terkait alur cerpen sedari awal hingga akhir.
Outline dapat disusun cukup di dalam pikiran. Bila Anda tidak berencana segera merealisasikannya menjadi cerpen, tulislah pada sebuah nota atau draft, bisa di sebuah buku, komputer atau ponsel.
Apa yang dimaksud alur? Misalkan Anda telah memiliki seorang tokoh utama -gadis berusia tujuhbelas tahun- dan target akhir cerita si tokoh utama menemukan cintanya -seorang pria yang tiga tahun lebih besar darinya- maka alur ialah segmen-segmen yang akan menjadi penghubung awal dan akhir cerpen Anda.
Alur dan outline hanya sebuah pegangan. Bila di tengah menulis, ada memiliki gagasan lain yang lebih bagus, jangan ragu untuk menerapkannya. Ada kalanya terlalu patuh terhadap alur dan outline, justru membuat cerpen menjadi kaku.
Setting dan Penokohan
Setting, sebuah istilah dalam menulis yang merujuk pada lokasi, suasana dan zaman. Penokohan bisa merujuk pada sosok, latar, usia, gender, penampilan, watak, gaya atau perilaku dari tokoh yang ada di dalam cerpen. Dua hal ini penting untuk membuat pembaca lebih terhanyut pada suasana dan lebih mengenal si tokoh yang tengah diceritakan. Sebelum menuangkan ide sebuah cerita, siapkan setting dan penokohan yang matang.
Setiap tokoh hendaknya tidak mendadak muncul dengan dialog panjang-lebar, sementara pembaca tak tahu dia pria atau wanita dan kira-kira berusia berapa. Ketika seseorang tengah membaca cerpen, berbeda dengan ketika menonton film. Pada film, segalanya telah tervisualisasikan (terlihat) secara jelas melalui tabung kaca. Pada cerpen, penulis berkewajiban menggambarkan segalanya hanya melalui media kata.
Disebabkan oleh terbatasnya ruang cerpen, ada kalanya beberapa poin dapat diberi pengecualian -usah dihadirkan- dengan catatan yakin tema dan alur cerpen sudah cukup memperkuat penokohan bagi tokoh yang penting.
Misalkan, tokoh utama gadis sekian-sekian, kemudian si nenek hanya hadir dalam satu kalimat intermezo. Usahlah mendeskripsikan nenek itu hingga berlebihan detail. Umumnya pembaca mampu otomatis memiliki gambaran si nenek. Lain cerita bila si nenek memang tokoh yang berpengaruh besar terhadap outline.
Kondisi kedua, cerpen Anda menggunakan narasi sang tokoh utama -sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama- dengan fokus lebih pada perasaannya si ‘aku’. Apa yang si ‘aku’ alami dan juga sosok lain yang dekat dengan si ‘aku’ -misalkan kekasih- maka yang lebih dideskripsikan ialah si kekasih, bukan si tokoh utama yang tengah dijiwai. Terhadap tokoh utama, sebagai penulis Anda cukup dapat merasakan apa yang dirasakannya, berdasarkan kondisi dan apa yang dialaminya. Praktis, tokoh utama akan kuat melalui batinnya yang dijadikan narasi, kendatipun tanpa dideskripsikan rumit-rumit.
Dialog dan Pemilihan Kata
Disebabkan terbatasnya ruang cerpen, dalam menghadirkan dialog serta pemilihan kata dari keseluruhan cerpen sangatlah penting. Usahakan setiap dialog memiliki andil yang sejalan dengan tema dan alur. Jika tidak, jangan ragu membuang dialog tersebut. Sama halnya seperti pemilihan kata. Pilihlah kata yang efektif, tepat, dan nyaman dibaca.
Contoh kalimat dengan kata yang tidak efektif dan mubazir, “Delia dipanggil oleh mertuanya yang perempuan”, “pria itu tertarik dengan adikku yang nomor dua”, “genangan air itu merusak sofanya, merusak bufetnya, bahkan juga merusak televisinya”.
Kalimat di atas terlalu membingungkan. Memang, porsi yang sedikit masih dimaklumi. Porsi besar akan membunuh keseluruhan cerpen, tak peduli seberapa luar biasa pun ide yang digunakan.
Sebaliknya, kalimat akan lebih nyaman dengan susunan, “Delia dipanggil ibu mertua”, “pria itu tertarik pada adik keduaku”, “genangan air itu merusak sofa, bufet, bahkan juga televisinya”.
Pemilihan kata yang tepat ada kalanya juga bermanfaat dalam memberikan efek-efek tertentu kepada pembaca. Coba bandingkan dua contoh berikut:
1. Papa masih menanti di ruang tamu. Wajahnya terlihat begitu marah.
2. Di ruang tamu, penantian Papa usai seiring kesabarannya yang nyaris mencapai batas. Wajahnya gelap, dengan kedua ujung bibir yang tertarik ke bawah.
Melahirkan sebuah cerpen, tidak sekadar aktivitas berkhayal dan menuliskannya. Kata per kata dari cerpen, hendaknya memiliki pengaruh besar dalam memberi sugesti kepada pembaca.
Tanda Baca dan Cara Penyampaian
Pelajarilah tanda baca dengan baik sebelum benar-benar mulai menulis sebuah cerpen. Salah satu faktor besar ketika sebuah karya tulis ditolak media atau penerbit, ialah kesalahan tanda baca. Tanda baca dapat dipelajari dengan banyak membaca dan mengamati karya tulis lain yang berkualitas, mencari referensi dari buku atau internet dan terpenting teliti serta terus berlatih.
Untuk cara penyampaian isi dari cerpen, usahakan untuk membuat paragraf pertama yang seru. Kemudian diikuti paragraf-paragraf selanjutnya yang terus menunjang perkembangan alur cerita Anda. Setiap paragraf harus mampu membuat pembaca tertarik lanjut membacanya, hingga selesai.
Beberapa kondisi fatal, kerap sebuah cerpen menjadi terkesan membosankan. Si penulis gagal menghadirkan paragraf pertama yang seru, kemudian paragraf-paragraf selanjutnya masih tetap tidak menunjukkan perkembangan alur atau menunjukkan tema yang dipilih. Cerita datar, gagal menyampaikan pesan secara singkat, padat dan jelas, serasa alurnya hanya berjalan di tempat. Yakinlah, tidak lebih dari lima paragraf pembaca akan berhenti membacanya!
Ada kalanya, cara penyampaian juga harus disesuaikan dengan segmen yang tengah diceritakan. Misalkan menceritakan sebuah kereta api melaju kencang ke arah si tokoh. Segmen ini penting untuk memprioritaskan suasana ketegangan. Jadi, persingkat narasi detik-detik jelang terjadinya tabrakan dan sesegera mungkin selesaikan segmen sesuai target. Jika masih sibuk berlama-lama menjelaskan si tokoh panik, gemetar, berpikir ini dan itu, kemudian mencoba ini dan itu, tak ketinggalan reaksi orang-orang sekitar, maka yang terjadi justru ketegangan dari segmen itu tak terasa oleh pembaca. Ketegangan itu melonggar, seiring timing penyampaian yang terlalu lambat.
Konflik dan Klimaks
Di atas disebutkan, ide dapat diperoleh dari segala sesuatu yang terjadi dengan diri atau sekitar penulis. Bukan berarti hanya perlu menulis, pecerepen sendiri sebagai pemeran utama layaknya ketika menulis diari. Sesuatu yang berkesan dan bermanfaat bagi diri sendiri, belum tentu berkesan dan bermanfaat bagi orang lain.
Yakinlah, setiap pembaca ingin memeroleh sesuatu dari aktivitas membaca, dari apa yang dibaca, sekalipun hanya berupa cerpen. Bisa itu berupa wawasan, pesan positif atau sekadar hiburan. Jadi, jangan hanya menawarkan apa yang diinginkan penulis, sementara pembaca tidak memeroleh kesan atau manfaat sedikit pun.
Untuk itu, pastikanlah, cerpen Anda sepaket dengan konflik, kemudian konflik itu melahirkan segmen klimaks. Konflik tak selamanya berupa perseteruan antar-tokoh, tetapi bisa juga konflik batin. Sedangkan klimaks, bisa berupa inti dari cerita yang hendak disampaikan, bisa berupa sebuah peristiwa, atau sesuatu yang berunsur positif - pesan moral. Tanpa adanya konflik dan klimaks, sebuah cerpen ibarat mobil karatan yang tanpa dibekali roda dan kemudi.
Keorisinalitas dan kebaruan
Cerpen yang baik ialah cerpen yang menawarkan keorisinalitas serta kebaruan, baik ide atau segmen yang ditawarkan. Dalam beberapa kasus yang pernah penulis jumpai, dan juga ketika penulis menyempatkan diri sebagai trainer menualis fiksi secara online, banyak calon penulis yang tidak memiliki ide orisinal. Mereka hanya menulis berdasarkan suatu cerita atau tokoh yang mereka idolakan. Ada yang meniru nama serta setting dari cerita lain secara terang-terangan dan ada juga yang sedikit mengubah nama serta setting, tetapi masih dengan konsep yang sama persis. Secara umum, tulisan demikian lebih cocok dikategorikan sebagai fans fiction.
Fans fiction umumnya sering ditulis oleh para pencinta karya manga/ klasik dari Jepang, Korea, atau Tiongkok. Di Jepang, sejumlah judul fans fiction juga dapat diterbitkan dan dijual kepada sesama fans. Hal ini tidak berlaku di Indonesia.
Baik ide atau segmen dari sebuah cerpen, hendaknya diupayakan hadir dengan konsep yang baru. Setidaknya cobalah agar cerpen tidak terkesan klise -gagasan yang terlalu sering dipakai atau berupa hasil tiruan- semisal si A mati ditabrak truk, seseorang tiba-tiba menepuk bahu si B dari belakang, atau telepon berdering tepat ketika C baru melangkah masuk.
Penutup
Tiada tip maupun teori yang lebih berarti dari praktik langsung. Bila memiliki ide dan tema, realisasikanlah menjadi sebuah cerpen. Secara ringkas, perlu diperhatikan, enambelas poin penting berikut; ide; tema; judul; nama tokoh; alur; outline; setting; penokohan; dialog; pemilihan kata; tanda baca; penyampaian; konflik; klimaks; keorisinalitas; dan yang terakhir ialah kebaruan.
Dalam kondisi tertentu, ketika seorang penulis terlanjur larut dalam cerita itu sendiri -di saat tengah menuliskannya- pandangan si penulis menjadi tidak objektif, dan sulit menemukan kekurangan dari cerpen tersebut. Mungkin juga, ada sejumlah poin dari keenambelas poin di atau yang terlewatkan. Untuk itu, biasakanlah diri untuk mengecek dan membaca ulang beberapa kali sebuah cerpen.
Mei, 2014