Tradisi Membersihkan Diri, Bukan Berarti Wajib

Oleh: Fahrin Malau. Menjelang bulan suci Ramadan, berbagai kegiatan dilakukan umat muslim. Misalnya mandi yang dilakukan di sungai, ziarah, membuat hidangan istimewa untuk berpuasa dan sebagainya. Kegiatan menjelang bulan suci Ramadan, sudah dilakukan secara turun temurun yang berlangsung puluhan, bahkan ratusan tahun lalu.

Tradisi mandi ke sungai satu hari memasuki bulan suci Ramadan, hampir banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa daerah di Sumatera Utara menyebutnya secara berbeda. Warga Kabupaten Mandailing Natal menyebut marpangir. Di Tapanuli Tengan menyebut Balimo-limo, Di Depok Jawa Barat disebut Mandi Keremes. Niat dan tujuannya untuk membersihkan diri sebelum melangsungkan ibadah puasa.

Sehari sebelum bulan suci Ramadan, ribuan orang sejak pagi memadati sejumlah sungai berair jernih, untuk mandi. Tradisi mandi di sungai dilakukan di debit sungai yang ada. Di Tapanuli Tengah misalnya, sepanjang Sibolga dan Tapanuli Tengah dari Sungai Sarudik, Sibuluan, Pinang Sori, bahkan hingga ke debit sungai Parasariran di daerah Batang Toru, Tapanui Selatan.

Tidak diketahui secara pasti kenapa dikatakan balimo-limo dan mapangir. Begitu juga tidak diketahui sejak kapan dilakukan. Mandi ke sungai menjelang bulan suci Ramadan tidak pernah sepi. Tidak saja masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai, masyarakat pendatang yang merantau dengan sengaja datang untuk melakukan balimo-limo.

Kata balimo-limo dalam bahasa pesisi menunjukkan jumlah lima orang yang mandi ke sungai. Bila diartikan lagi dapat dikatakan mandi di debit sungai dengan menggunakan limau yang direbus. Jadi secara umum balimo-limo mandi di debit sungai sekurang-kurangnya lima orang dengan menggunakan limau atau pangir. Air limau atau pangir adalah dedaunan wangi yang terdiri dari daun pandan, daun serai wangi, daun nilam, mayang pinang. Seluruh dedaunan di rebus hingga mendidih. limau atau pangir dibilas Ke seluruh tubuh, mulai kepala, rambut hingga ujung kaki.

Tradisi mandi ke sungai menjelang bulan suci Ramadan, sudah menyebar di banyak tempat. Tidak saja di tempat asal yang seperti di Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Jawa Barat, di kota-kota besar mandi ke sungai menjelang bulan suci Ramadan juga banyak dilakukan. Misalnya di Medan, sehari menjelang bulan suci Ramadan masyarakat berbondong-bondong ke sungai untuk mandi.

“Sebenarnya mapangir atau balimo-limo di rumah juga bisa. Hanya saja kalau di rumah tidak meriah. Sekaligus wisata menjelang Ramadan,,” ungkap warga yang tinggal di Kelurahan Bantan Medan Tembung, Dahlan.

Dahlan mengetahui kalau mandi mapangir atau balimo-limo hanya tradisi yang dilakukan nenek moyang sejak berpuluh bahkan mungkin beratus tahun lalu. Agama tidak menganjurkan untuk melakukan mapangir atau balimo-limo menjelang bulan suci Ramadan. Hanya saja, karena tradisi mapangir dan balimo-limo sudah dilakukan secara rutin sejak Dahlan masih kecil sulit untuk ditinggalkan.

“Rasanya tidak afdol, kalau mau melaksanakan ibadah puasa tidak melakukan mapangir atau balimo-limo. Kalau tidak bisa pergi ke sungai bersama keluarga, paling tidak dilakukan di rumah. Dengan melakukan mapangir atau balimo-limo rasanya dirinya sudah bersih. Lagi pula balum ada fatwa dari Majelis Ulama Indonesia yang melarang untuk melakukan mapangir atau balimo-limo. Kalau ada fatwa yang melarang untuk melakukan mapangir atau balimo-limo, tentu saja tidak dilakukan,” dalih Dahlan.

Tidak Wajib

Semaraknya melakukan mapangir atau balimo-limo, ada terkesan wajib. Pemikiran yang mengatakan mapangir atau balimo-limo wajib adalah salah.

Menurut Guru Besar Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara  (IAIN SU), Ramli Abdul Wahid, dalam ajaran Islam tidak ada dalil yang menganjurkan untuk melakukan mapangir, balimo-limo atau sejenisnya menjelang bulan suci Ramadan. Melakukan mapangir, balimo-limo atau sejenisnya satu hari menjelang bulan suci Ramadan merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun.

Sikap Islam lanjutnya,  bila suatu tradisi dinilai bagus bisa dilanjutkan. Bila tidak dapat dimodifikasi, sedangkan kalau tidak bagus harus ditinggalkan. Khusus tradisi mapangir, balimo-limo atau sejenisnya dia tidak mengatakan harama atau sesat. Melakukan mapangir, balimo-limo atau sejenisnya niatnya bagus yakni untuk membersihkan secara fisik. Bila memang melakukan mapangir, balimo-limo atau sejenisnya niatnya untuk membersihkan fisik, itu  bagus. Islam menganjurkan umatnya untuk menjaga kebersihan.

MUI tidak mengelurakan fawa haram. Apalagi dalam mengeluarkan fatwa perlu ada skala prioritas. Ada yang mendesak, ada yang masih perlu pertimbangan terlebih dahulu.

“Karena tidak ada dalil yang menganjurkan untuk melakukan marpangir, balimo-limo atau sejenisnya sebaiknya ditiadakan,” ujarnya.

Berbeda dengan melakukan ziarah kubur dalam ajaran Islam ada dalilnya. Hanya saja dalam melakukan ziarah kubur secara umum tidak ditentukan kapan waktunya. Artinya ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja, bukan harus menjelang bulan suci Ramadan. Kanyataan lanjutnya, pada umumnya ziarah kubur banyak dilakukan menjelang bulan suci Ramadan. Jadi masalahnya bukan ziarah kubur melainkan waktunya. Mengapa harus menjelang bulan suci Ramadan umat Islam melakukan ziarah kubur.

“Saya melihat secara positif. Mungkin pada menjelang bulan suci Ramadan baru ada kesempatan untuk melakukan ziarah kubur. Kalau ada anggapan kalau ziarah kubur yang paling baik dilakukan menjelang bulan suci Ramadan, itu salah,” sebutnya.

Tidak jauh berbeda dengan Ketua DPP GP Anshor, Achmad Ghozali Hasibuan berpendapat tradisi mapangir, balimo-limo atau sejenisnya merupakan tradisi agama Hindu yang melakukan pembersihan diri dari dosa dengan mandi di Sungai Gangga. Kemudian itu terjadi di daerah  di Indonesia. Sesungguhnya itu bukan tradisi Islama, apalagi menjelang bulan suci Ramadan. Beberapa ulama ada yang berpendapat melakukan mapangir, balimo-limo atau sejenisnya  mengharamkan.

“Kalau membersihkan dosa bukan dengan mandi menjelang bulan suci Ramadan. Kalau mereka melakuan dengan niat membersihkan dosa jelas salah total. Itu haram hukumnya. Kalau sekadar mandi untuk membersihkan tubuh itu sah-sah saja. Tradisi mapangir, balimo-limo tidak perlu dikembangkan. Itu sangat berbahaya, ke depan marpangir, balimo-limo menjadi sesuatu yang sakral,” katanya.

Para ulama harus serius menjelaskan makna dari tradisi mapangir, balimo-limo atau sejenisnya jangan sampai sebagai yang sakral dengan niat untuk menghilangkan dosa.

Terlapas boleh atau tidak boleh melakukan mapangir, balimo-limo atau sejenisnya, tradisi ini sudah dilakukan secara turun temurun.

()

Baca Juga

Rekomendasi