Pestisida Ancam Burung dan Juga Lebah

PESTISIDA neurotoxic yang dipersalahkan sebagai penyebab koleps-nya kawanan lebah di du­nia juga mencelakai kupu-kupu, cacing, ikan dan burung. Hal itu terungkap dalam sebuah pe­nin­jauan ilmiah yang menyerukan pengetatan regulasi untuk mengerem penggunaannya.

Menganalisis dua dekade lapo­ran tentang topik itu, sebuah panel in­ternasional yang terdiri atas 29 il­muwan menemukan “adanya bukti jelas dampak buruk” peng­gu­naan dua jenis pestisida yakni neonicotinoids dan fipronil.

Dan bukti itu dinilai “cukup me­madai untuk mendorong dilakukan aksi pengaturan”.

“Kami melihat langsung anca­man terhadap produktivitas ling­kungan pertanian dan natural kita,” tulis Jean-Marc Bonmatin dari National Centre for Scientific Research Prancis, dalam laporan yang berjudul The Worldwide Integra­ted Assessment.

Sama sekali tak melindungi pro­duksi pangan, racun pembunuh se­rangga dengan menyasar syaraf di­­kenal sebagai neonics justru “mem­bahayakan hewan pe­nyer­buk itu, perekaya habitat dan pe­ngendali hama alami di pusat eko­sistem yang berfungsi.”

Penelitian empat tahun itu dilakukan oleh The Task Force on Systemic Pesticides, yang menya­ran­kan International Union for Con­­servation of Nature, badan pe­nga­mat dunia tentang hilangnya spesies.

Terbesar

Neonics adalah racun hama yang digunakan secara luas dengan berbagai efeknya bisa saja instan dan mematikan, atau kronis. Ke­terpaparan dapat merusak daya cium dan memori di sejumlah spe­sies, membatasi kemampuan me­mi­liki keturunan, mengurangi ak­tivitas pencarian makanan, me­nim­bulkan kesulitan terbang dan memperbesar kerentanan terhadap penyakit.

Dipergunakan untuk penanga­nan hama serangga di pertanian, namun juga dalam pengendalian kutu binatang kesayangan, racun-racun itu telah dituding sebagai penyebabkan penurunan populasi lebah belakangan ini -- penyerbuk krusial berbagai tanaman pangan manusia -- di Eropa, benua Ame­rika dan Asia.

Studi terbaru tersebut mene­mu­kan, pestisida-pestisida ini, yang diserap tum-buhan, juga men­ce­lakai penyerbuk serangga lain, ikan dan burung karena racun itu meresap kedalam tanah dan air.

Spesies-spesies yang paling terpengaruh racun itu adalah hewan invertebrata terestrial semisal ca­cing, yang merupakan penyubur tanah krusial, bunyi siaran pers para pakar tadi.

Lebah dan kupu-kupu adalah korban besar berikutnya, diikuti hewan invertebrata air semisal siput air tawar dan kutu air tawar, kemudian kawanan burung, dan akhirnya ikan, amfibi dan mikroba-mikroba tertentu.

“Kombinasi penggunaan skala luas pestisida dan aneka properti in­heren telah menyebabkan kon­ta­minasi luas pada lahan pertanian, sumber daya air tawar, rawa-rawa, vegetasi bukan sasaran, sistem di muara dan sistem kelautan pesisir pantai,” tulis  peneliti.

“Ini berarti banyak organisme yang menghuni habitat-habitat ini berulangkali dan secara kronis ter­papar pada larutan efektif in­sektisida-insektisida itu.”

Pengurangan

Neonics bisa terus bertahan di tanah selama lebih 1.000 hari, dan pada tumbuhan semak belukar se­la­ma setahun, dan berbagai se­nya­wai yang dicemarinya bisa men­jadi lebih beracun daripada asli­nya, yakni berbagai unsur aktifnya.

Peninjauan tadi, yang disebut para penelitinya akan dipubli­ka­sikan dalam jurnal Environment Science and Pollution Research, me­neliti bukti kerusakan akibat neonic yang dikumpulkan dalam 800 laporan selama dua dekade te­rakhir.

Tahun lalu, para ilmuwan me­nga­takan neonicotinoids dan ke­lom­­pok pestisida lainnya, organophosphates, dapat mengacau sir­kuit otak lebah madu, sehingga mem­­pengaruhi kemampuan me­mori dan navigasi yang mereka bu­tuh­kan untuk mencari makanan, dan menyebabkan seluruh sarang lebah jadi terancam bahaya.

Uni Eropa sejak itu telah mene­rapkan larangan sementara terha­dap sejumlah zat kimia ini.

Pada awal Juni, periset menga­ta­kan bisa dari salah satu makhluk paling beracun di dunia, laba-laba jaring terowongan Australia dapat mem­bantu menyelamatkan ka­wanan lebah madu dunia dengan mem­­­beri sebuah biopestisida yang mem­­bunuh hama tapi  tak me­ma­tikan serangga penyerbuk yang pu­nya peran sangat penting itu.

Penelitian terbaru itu menyebut, neo­nics bisa jadi 5.000 sampai 10.000 kali lebih beracun daripada DDT, jenis pestisida yang telah di­larang digunakan untuk pertanian.

Laporan tadi menegaskan belum ada bukti memadai untuk me­mas­tikan apakah terdapat dampak ter­hadap mamalia dan reptilia, “na­mun jika ada akibat pada reptilia, pa­ra periset menyimpulkan hal itu bisa saja mungkin terjadi.”

Para peneliti menyarankan ba­dan-badan pengatur  mem­per­tim­bangkan “untuk lebih memperketat regulasi terhadap neonicotinoids dan fipronil, dan mem­per­tim­bang­kan perumusan berbagai re­nana untuk pengurangan besar skala peng­gunaan global.” (afp/bh)

()

Baca Juga

Rekomendasi