Pengasuh: dr. Syamsul Bihar, M.Ked. (Paru). Sp.P.

Nefrourologi Kedokteran Nuklir

Oleh: Dr Edison, SpKN, MKes. Pemeriksaan fungsi ginjal dalam kedokteran nuklir mempunyai peranan penting dalam penentuan diagnosis dan protokol pengobatan selanjutnya ter­hadap pasien dengan kelainan nefrourologi; akan tetapi pemeriksaan ini belum sering digunakan.

Beberapa faktor yang menyebab­kan hal terse­but antara lain ketakutan (phobia) terhadap nuklir, keter­ba­tasan alat diagnostik karena alat ini tidak ada di semua kota besar, penge­ta­­huan tentang jenis pemerik­saan dan manfaat dari pen­cit­raan ginjal, ke­lebihan serta kekurangan dari pen­citraan dengan teknik kedokteran nuk­lir serta biaya pencitraan dengan tek­nik kedokteran nuklir yang di­anggap mahal.

Selain hal tersebut di atas yang tidak kalah pentingnya adalah hasil pe­meriksaan dan interpretasi yang baik di ma­na perlu pengetahuan me­nge­nai gambaran klinis dari pe­nyakit penderita, kontrol kualitas dari ra­diofarmaka dan peralatan yang di­guna­kan, akuisisi yang baik agar da­pat menghasilkan inter­pre­tasi yang baik yang sesuai dengan gambaran kli­nis se­hingga klinisi percaya dan mau merekomendasikan un­tuk pe­meriksaan nefrourologi di kedok­teran nuklir.

Pemeriksaan nefrourologi kedok­teran nuklir menggu­na­kan ra­dio­far­maka yang disuntikkan ke dalam tu­buh penderita dimana sumber radiasi berasal dari penderita sehingga di­sebut sumber radiasi terbuka dan ra­diasi ini akan ditangkap oleh de­tektor alat SPECT maupun PET sehingga menghasilkan gambaran fungsi ginjal yang diproyeksikan dalam ben­tuk kurva untuk masing-masing ginjal dan juga dapat dilihat gam­baran anatomi ginjal, letak ginjal, uku­ran ginjal, aliran radioaktif me­nuju dan keluar ginjal beserta saluran kemih.

Radio isotop yang diguna­kan adalah Tc-99m yang mempunyai waktu paruh cu­kup pendek yaitu 6 jam de­ngan energi 140 keV di mana radioisotop ini akan keluar dari tubuh bersama dengan aliran urin, keringat, air lu­dah, faeces dan tidak ditahan di dalam tubuh. Pemeriksaan fungsi ginjal di kedokteran nuklir tidak ada kontraindi­kasi baik pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal berat atau ginjal yang tidak berfungsi lagi sehingga pemeriksaan fungsi ginjal dengan teknik kedokteran nuklir dapat menentukan apa­kah penderita sudah jatuh ke kondisi untuk cuci darah atau masih dapat diperta­han­kan de­ngan obat-obatan atau ope­rasi.

Pemeriksaan nefrourologi apa saja yang dapat dilakukan di Kedok­teran Nuklir?

Beberapa pemeriksaan nefrou­ro­logi di kedokteran nuklir:

1. Renografi diuresis

Sumbatan di saluran ke­mih me­nye­babkan terjadinya dilatasi kaliks, pelvis atau ureter. Ginjal penderita yang dilakukan pemeriksaan ini da­pat diklasifikasikan atas ginjal non obs­truksi, obs­truk­si parsial dan obs­truksi total. Obstruksi parsial terja­di karena hambatan aliran yang bila ti­dak ditangani akan terjadi keru­sakan fungsi ginjal. Obstruksi total meng­aki­batkan tidak berfungsinya ginjal. Pemeriksaan ini non-invasif, mudah dilakukan de­ngan hasil gambaran fungsi ginjal beserta alirannya.

Prin­sip pemeriksaan ini ada­lah pen­derita harus dalam ke­adaan hid­rasi baik dan buang air kecil sebe­lum pe­meriksa­an karena kandung ke­­­mih yang penuh dapat me­nye­bab­kan hasil positif palsu. Pemberian diuresis dengan furosemid intravena dengan dosis 0,5 mg/kg atau 40 mg pada orang dewasa sedang­kan untuk anak-anak dengan dosis 1 m/kg atau dosis mak­simal 20 mg. Beberapa ca­ra pemeriksaan renografi diuresis dikem­bangkan antara lain pe­nyun­tikkan furosemid da­pat dilakukan 15 me­nit sebe­lum pencitraan, pada saat pen­citraan, 10 menit sampai 20 me­nit setelah pencitraan. Pada penderita yang meng­alami penurunan fungsi gin­­jal dosis furosemid perlu dise­suai­­kan. Manfaat peme­riksaan ini adalah penentuan persentase fungsi ginjal, gin­jal yang masih berfungsi de­ngan baik, ginjal yang meng­alami obstruksi serta penen­tuan ginjal yang akan dila­ku­kan tindakan operasi atau cuci darah.

2. Renografi kaptopril

Hipertensi dibedakan atas dua golongan yaitu hipertensi essensial dan hipertensi se­kunder. Hipertensi essensial yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya yang me­li­puti 90% dari seluruh penderita hi­pertensi dan 10% lainnya adalah hi­pertensi sekunder atau disebut hiper­ten­si renovaskuler. Kecuriga­an ada­nya hipertensi reno­vas­kuler ditandai de­ngan hipertensi berat, hipertensi re­sisten terhadap obat-obat­an, ada­nya bruit di abdomen, azotemia yang tidak dapat dijelaskan pada penderita hipertensi lanjut usia, per­bu­rukan fung­si ginjal dengan obat ACE inhi­bitor, retino­pati hipertensi de­rajat 3 atau 4, ada­nya riwayat pero­kok be­rat, adanya sumbatan di pem­buluh da­rah, hipertensi di bawah 30 tahun atau di atas 55 tahun.

Pemeriksaan ini untuk meng­kla­sifikasikan penderita atas ke­mung­kinan rendah untuk hipertensi reno­vasku­ler, kemungkinan sedang sam­pai tinggi untuk hiperten­si reno­vas­kuler dengan fung­si ginjal yang normal, ke­mung­kinan sedang sampai tinggi untuk hipertensi reno­vaskuler dengan azotemia. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan obat ACE inhibitor (captopril) dengan dosis 25-50 mg yang dihaluskan atau di­gerus dan diberikan bersamaan de­ngan air minum 250-500 mL. Pada pen­derita dengan gang­guan pengo­songan lambung, maka dosis cap­topril perlu disesuaikan.

Penderita harus puasa mi­ni­mal 4 jam sebelum peme­riksaan karena ada­nya ma­kan­an dalam lambung da­pat menyebabkan penyerapan cap­top­ril berkurang 30%-40%. Pen­cit­raan dilakukan 60 menit setelah pem­berian captorpil. Selama 60 me­nit se­telah pemberian captopril, pen­derita diawasi keadaan umum, kesadaran, tekanan da­rah, denyut nadi serta per­nafasannya.

Hasil pemeriksaan dikla­sifika­si­kan atas kemungkinan tinggi untuk hipertensi reno­vaskuler dengan gambaran penurunan fungsi ginjal yang berbeda unilateral atau per­ubahan fungsi ginjal dari nilai awal setelah pemberian ACE inhibitor, ke­mungkinan sedang untuk hi­pertensi renovaskuler dengan fungsi ginjal yang kurang disertai nilai awal ab­nor­­mal (grade III-V) yang tidak be­ru­bah setelah pem­berian ACE inhibitor, kemungkinan kecil hipertensi re­novaskuler de­ngan gambaran kurva renogram normal setelah pembe­rian ACE inhibitor atau gam­baran renogram derajat II yang tidak berubah atau kurva berubah membaik se­telah pemberian ACE inhibitor.

Penilaian dari kurva dapat dila­ku­kan secara kualitatif dengan melihat de­rajat kurva maupun secara kuan­titatif yaitu peningkatan rasio 20 atau 30 menit terhadap mak­simal sebesar 0,3-0,45, pe­ning­katan waktu menca­pai puncak 120 detik, penurunan penangkapan relatif 10% atau lebih. Sensitifitas dari peme­rik­saan ini sebesar 90% dan spesifisitas 90%.

3. Pencitraan Transplantasi Ginjal

Pencitraan ini dilakukan pada donor maupun peneri­ma transplantasi ginjal. Pen­citraan paska transplantasi ginjal untuk mendeteksi nekrosis tubular akut, rejeksi akut maupun kronik, deteksi terjadinya hipertensi reno­vaskuler paska transplantasi ginjal dan adanya kebocoran urin.

4. Renografi Untuk Me­nen­tukan Terjadinya Jaringan Parut (Scar)

Pada penderita pediatrik, pyelo­nef­ritis merupakan pe­nyebab gang­guan ginjal di­ser­tai terjadinya jari­ngan parut pada ginjal. Gejala pye­lo­nefritis tidak selalu disertai dengan demam tinggi, pe­ning­katan laju en­dap darah leukositosis. Gam­baran cystourethrogram berkemih yang normal tidak da­pat me­nying­kirkan pyelonefritis akut. Pencitraan kor­teks gin­jal dengan menggunakan ra­­diofarmaka Tc-99m DMSA meru­pakan pemeriksaan yang terpilih dan sensitif untuk men­deteksi pyelone­fri­tis dibanding dengan pe­me­riksaan lainnya.

5. Renografi Untuk Men­de­teksi Gin­jal Ektopik, Agenesis, Horseshoe Kidney, Mul­tikistik Non Fung­­sional Ginjal

Pada anak-anak bila tidak dite­mukan ginjal, bisa dila­ku­kan pen­cit­raan dengan DMSA untuk melihat lo­kasi anatomi, besar dan jumlah gin­jal. Selain itu dapat juga dilihat gam­baran ginjal apa­kah masih berfungsi atau tidak. Pemeriksaan fungsi ginjal da­pat juga mendeteksi adanya ref­luks yang tampak pada gambaran dinamik.

Pemeriksaan nefrourologi di ke­dok­teran nuklir merupa­kan peme­rik­saan yang mudah dilakukan, non in­vasif, sesuai proses fisiologis fung­si gin­­jal, radiasi cukup aman, meng­gam­barkan fung­si gin­jal secara ter­pisah yaitu ma­sing-masing fungsi ginjal. Pencitraan fungsi ginjal de­ngan teknik kedokteran nuklir tidak ada kontraindi­ka­si pada penderita de­ngan gagal ginjal karena peme­rik­saan di kedokteran nuklir berperan dalam penentukan protokol pengo­ba­tan selan­jutnya terhadap penderita dengan gangguan ginjal.

()

Baca Juga

Rekomendasi