Peninggalan Kerajaan yang Menjadi Objek Wisata Religi

Oleh : Muhammad Ali, MLS. Wisata dan Sejarah harus dilestarikan agar menjadi destinasi unggulan kepariwisataan yang bisa meningkatkan pengetahuan generasi mendatang. Sejarah tidak akan pudar diterpa masa dan generasi yang ingin maju harus mengetahui sejarah Bangsanya.

Sebelum kita membicarakan wisata religi, sebaiknya kilas balik sedikit tentang sejarah Kesultanan Serdang. Agar tidak terlalu panjang mari kita mulai dari Tengku Muhammad Basyaruddin Syaiful Alamsyah (1819-1880). Beliau adalah salah satu dari Sultan Serdang yang pernah memimpin wilayah Serdang dan merupakan putra tertua dari Sultan Thaf Sinar Basarshah Raja Serdang sebelumnya. 

Selama pemerintahannya, Kesultanan Serdang melebarkan wilayah kekuasaannya hingga ke Batubara (Lima Laras), seluruh Senembah dan menembus kawasan Karo dan Batak Timur. Tahun 1891 Kontrolir Belanda memindahkan ibukota Kesultanan Serdang ke Lubuk Pakam karena ibu kota yang lama “Rantau Panjang” selalu mengalami banjir. 

Pada saat itu yang memimpin Kesultanan Serdang adalah Putra Mahkota Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah. Sultan menolak untuk ikut pindah ke ibu kota yang baru pilihan penjajah. Kemudian beliau   membangun Istana Perbaungan (Kraton Kota Galuh) dan Mesjid Sulaimaniyah di Perbaungan pada tahun 1894. 

Kota ini menjadi tandingan kota Lubuk Pakam dan Sultan kemudian membangun kedai, pasar dan pertokoan. Maka berdirilah sebuah kota kecil yang diberi nama “Simpang Tiga Perbaungan”. Daerah-daerah taklukan Serdang yang dikuasai Belanda dijadikan perkebunan seperti di Denai, Bedagai, Senembah dan Percut.

Kesultanan Serdang sendiri masuk dalam Kabupaten Deli Serdang. Dan kini karena adanya pemekaran dari wilayah Kabupaten Deli Serdang maka Kesultanan Serdang pun masuk ke dalam wilayah Kab. Serdang Bedagai. Dengan bangganya kita boleh berkata bahwa Kabupaten Serdang Bedagai adalah salah satu Museum Religi. Karena di sini masih banyak tempat-tempat beribadah peninggalan kerajaan yang masih terawat dan bisa di gunakan untuk tempat beribadah dan bisa menjadi Objek Wisata andalan.  

Wisata Religi Peninggalan Kesultanan Serdang:

Mesjid Raya Sulaimaniyah Perbaungan

Salah satu tonggak sejarah kebesaran Kesultanan Serdang adalah Mesjid Raya Sulaimaniyah yang di bangun pada tahun 1894 oleh Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah dan pada tahun 1901 mengalami renovasi dalam bentuk permanen. Pada halaman sebelah barat mesjid terdapat pekuburan para Sultan dan keturunannya yang pernah berjasa di daerah Serdang dan sekitarnya. 

Ini adalah suatu objek wisata menarik yang seharusnya menjadi perhatian kita. Sangat disayangkan nilai Estetika dari halaman mesjid yang megah ini terganggu karena di halamannya terdapat gardu PLN yang seharusnya bisa saja gardu ditempatkan agak menjauh dari halaman mesjid. Hal-hal yang dianggap kecil ini sebenarnya sangat mengganggu keindahan tempat itu sendiri. Sedangkan Mesjid Sulaimaniyah termasuk ikon Kota Perbaungan yang seharusnya sangat dilindungi baik tempat maupun lingkungannya. 

Masjid ini terletak di Jalan Serdang Kecamatan Perbaungan tepat di pinggir jalan raya. Setiap orang yang melintas dari arah Medan menuju Tebing Tinggi atau sebaliknya, akan melewati mesjid ini. Setiap harinya, masjid ini menjadi tempat persinggahan musafir yang ingin melaksanakan sholat sambil berwisata rohani untuk melihat dari dekat mesjid peninggalan Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah. Bagi yang ingin berziarah, kuburan para Sultan ada disebelah Barat Mesjid ini. 

Mesjid Sulaimaniyah Pantai Cermin

Masjid peninggalan Kerajaan Serdang ini dibangun pada tahun 1901 tentu sampai saat ini sudah berumur lebih dari seratus tahun. Mesjid ini memiliki kesamaan nama karena di bangun oleh orang yang sama yaitu Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah. Tempat-tempat ibadah ini menandakan kejayaan Islam pada masa Kesultanan Serdang berkuasa. Mesjid ini terletak di Desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai Cermin di pinggir jalan besar sehingga menjadi tempat persinggahan bagi pelancong yang mengunjungi pantai. Khas ornamen Melayu masih kental terdapat di Mesjid ini meskipun sudah pernah direnovasi. 

Mesjid Jamik Ismailiyah

Mesjid Jamik Ismailiyah ini di dirikan pada tahun 1880. Mesjid ini di bangun atas perintah Tengku Haji Ismail Sulung Laut, Raja Negeri Bedagai. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai Mesjid Istana. Peninggalan sejarah yang masih kokoh berdiri hingga kini, selain untuk tempat beribadah juga dijadikan tempat berkumpulnya para ulama daerah setempat. 

Dekorasi di dalam mesjid ini masih asli dan utuh walau sudah berumur seratus tahun lebih demikian juga design yang enak dipandang dengan sirkulasi udara yang baik menjadikan mesjid ini demikian sejuk. Mesjid Jamik Ismailiyah yang berada di Desa Pekan Kecamatan Tanjung Beringin ini sangat kental dengan nuansa Melayu. 

Pada umumnya bangunan yang di bangun pada masa kesultanan di Tanah Melayu, baik itu Mesjid ataupun perkantoran semuanya bernuansa Melayu dengan ornamen dan ukiran khas. Mesjid ini juga melambangkan kejayaan umat Islam di daerah Bedagai ini pada masa Tengku H. Ismail Sulung Laut berkuasa. 

Vihara Hut Cho Kong

Vihara ini di bangun pada tahun 1898 oleh etnis Tionghoa. Setiap tanggal 1 – 15 berdasarkan perhitungan kalender Tionghoa vihara ini selalu ramai di kunjungi para jemaatnya untuk melaksanakan ibadah. Menurut Ali (penjaga Vihara) dua kali setahun yaitu tanggal 3 Maret dan 9 September kalender Tionghoa dari pagi sampai malam vihara ini sangat ramai kunjungi oleh umat Buddha untuk memperingati Dewa Hut Cho Kong (Hian Tien Sang). 

Vihara ini cukup mengagumkan dimana warna warni berpadu sehingga terkesan sangat mewah. Kalau kita sedikit kilas balik tentang keberadaan Vihara di dalam Kesultanan Serdang maka perlu dilihat hubungan antara Raja-raja Kerajaan Deli dan Serdang yang dahulu bernama “Haru” dengan Kaisar yang ada di Tiongkok. Pada tahun 1412 Kaisar Yung Lo dari Tiongkok pernah mengutus Laksamana Cheng Ho untuk mengunjungi Haru dan pada tahun berikutnya Sultan yang berkuasa saat itu juga mengirim misinya ke Tiongkok sebagai kunjungan kekerabatan.   

Vihara Dewi Kwan Im

Vihara ini terletak di Kecamatan Pantai Cermin dan salah satu peninggalan sejarah yang sangat penting karena pada masa kerajaan Serdang berkuasa ummat beragama di daerah ini sudah mendapat kebebasan untuk menjalankan ibadah dan membangun tempat peribadatan. 

Menurut salah seorang mantan pengurus Vihara ini, tapak atau lokasi tempat berdirinya Vihara Dewi Kwan Im adalah pemberian Sultan yang berkuasa saat itu. Kepedulian tokoh-tokoh masyarakat dahulu kepada ummat lain atau suku bangsa lain  perlu mendapat apresiasi. Hal-hal yang demikian inilah mungkin dasar dari pendiri Republik ini mencantumkan kata-kata Bhinneka Tunggakl Ika. 

*Untuk  melengkapi tulisan ini pada bagian sejarah, dikutip dari Koleksi Artikel Tuanku Luckman Sinar Basarshah II.***

()

Baca Juga

Rekomendasi